Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanpa "Road Map", Kerja Kementerian PU dan Perumahan Bakal Mentah

Kompas.com - 29/10/2014, 10:13 WIB
Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Property Watch (IPW) mengkritisi program kerja yang dipaparkan Menteri PU dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono. Salah satu kritik tersebut menyikapi program kerja membangun rusunami di Yogyakarta.

"Program membangun rusunami itu seharusnya berdasarkan road map yang ada. Ironisnya sampai saat ini pemerintah belum punya road map perumahan nasional. Semua program masih sebatas tambal sulam," kata Direktur Eksekutif IPW, Ali Tranghanda, kepada Kompas.com, Rabu (29/10/2014).

Diberitakan sebelumnya, Program100 hari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU-Pera) akan berfokus pada perumahan rakyat. Salah satu program yang akan dilakukan dalam waktu dekat akan membangun dua tower rusunawa di Yogyakarta.

"Program 100 hari terkait perumahan rakyat yang tadi saya bicarakan dengan bapak-bapak di perumahan rakyat adalah salah satunya akan membangun dua tower rusunawa untuk mahasiswa di Yogyakarta. Nilainya sekira Rp32 miliar dan terdiri atas 200-an unit," kata Menteri Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat Basuki Hadimuldjono pada wartawan seusai rapat di Gedung Kementerian Ekonomi di Jakarta, Selasa (28/10/2014) kemarin.

Menurut Ali, dasar pembangunan rusunami tersebut harus jelas, terutama alasan memilih Yogyakarta, bukan di wilayah lain. Ia juga mempertanyakan alasan memprioritaskan rusunami untuk mahasiswa. 

"Karena hal itu tidak akan mengurangi backlog yang ada. Ini memperlihatkan bahwa pemerintah bertindak dengan program kerja yang sporadis," ujar Ali.

Kebijakan mumpuni

Selain itu, program lainnya adalah membangun 200 ribu rumah per tahun. Namun, menurut Ali, sama seperti program kerja Kementerian Perumahan Rakyat sebelumnya, bahwa target tersebut akan sulit tercapai tanpa ditunjang oleh kebijakan mumpuni.

"Di mana rumah tersebut akan dibangun, karena masing-masing wilayah mempunyai backlog yang berbeda. Jugta, di mana masyarakat yang paling banyak belum punya rumah, data ini juga tidak dimiliki pemerintah. Jadi, jangan sampai target hanya bersifat fisik, namun setelah dibangun banyak yang kosong," kata Ali.

Ali menambahkan, pemerintah juga belum membicarakan soal di lahan milik siapa rumah tersebut akan dibangun. Pasalnya, tak ada instrumen yang bisa mengendalikan harga tanah.

"Harga melonjak tidak terkendali dan tanah menjadi semakin mahal. Karenanya, sebelum berbicara target, sebaiknya dibentuk dulu bank tanah. Banyak tanah-tanah BUMN, BUMD, Pemda yanga dapat digunakan untuk rumah rakyat sebagai bank tanah. Karena yang terjadi saat ini, yang berhasil membangun sebagian besar target pemerintah bukanlah pemerintah, melainkan pengembang swastam" ujar Ali.

Ali mengatakan, bahwa kondisi tersebut sangat ironis. Apa yang terjadi sebelumnya, lanjut dia, pemerintah yang membuat target, namun pemerintah sendiri tak bisa memenuhinya.

"Berdasarkan data historis, itu pun hanya bisa dibangun paling banyak 90 ribuan, itu rata-rata. Jadi, tanpa adanya terobosan, mustahil target tersebut akan terpenuhi," katanya.

Ali melanjutkan, biasanya persoalan klasik selalu menjadi tameng, yaitu tumpulnya program perumahan karena kementerian yang ada sulit bekerja sama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) lantaran terbentur otonomi daerah. Untuk itu, dia menyarankan, ada baiknya sebelum berbicara target pemerintah lebih dulu membuat road map perumahan rakyat.

"Mau dibawa kemana perumahan rakyat, karena karena masih banyak masyarakat yang tidak punya rumah. Kalau ada rumah murah pun lokasinya di pinggiran yang berat dari sisi biaya transportasi," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com