Namun, sejak dibangunnya Jalan Tol Bali-Mandara, terjadi perubahan signifikan di sekitar teluk tersebut. Abrasi dan pedangkalan di Pulau Pudut sangat memprihatinkan.
"Pendangkalan ini menyebabkan nelayan tidak setiap saat bisa menangkap ikan. Aktivitas watersport pun tidak setiap saat," katanya kepada Kompas.com, Rabu (1/10/2014).
Dietrich mengatakan, dalam kajiannya dia menekankan perlunya revitalisasi berbasis reklamasi di teluk tersebut. Hal itu karena revitalisasi ada didalamnya sebagai bagian yang tak terpisahkan, yakni membangun pulau-pulau baru. Dengan revitalisasi, Pulau Pudut yang selama ini mengalami abrasi keras akan dikembalikan seperti semula.
"Salah satu paling jelas kita amati adalah saat air laut surut terjadi pedangkalan. Dengan adanya pendangkalan setiap saat, ekosistem mangrove dangkal dan mengalami gangguan. Nah, untuk itu perlu upaya perbaikan melalui revitalisasi yang berbasis reklamasi, agar alur yang dangkal diperdalam," ujarnya.
Melalui perbaikan dan pemulihan di Teluk Benoa, akan ada nilai lebih bagi masyarakat sekitar, yakni ada tambahan ruang terbuka hijau, ada nilai ekonomis, ada juga nilai sosial, budaya dan religius," papar Dietrich.
Untuk itu, lanjut dia, penekanannya adalah revitalisasi berbasis reklamasi harus dilakukan, dan bila nilai konservasi tidak dipertahankan, tak dapat dielakkan lagi bahwa Bali makin stagnan pada persoalan lingkungan, dan akan terjadi abrasi besar-besaran di seluruh Bali.
"Tapi, bila dikelola dengan baik, melalui perbaikan dan pemulihan atau revitalisasi tanpa mengabaikan lingkungan tentu akan membawa dampak bagi lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya bagi masyarakat di sekitar yang menjadi penyangga kawasan itu," ujarnya.
"Itu yang namanya reklamasi harus berbasis ekosistem. Reklamasi harus bisa mengembalikan fungsi semula karena kerusakan lingkungan. Reklamasi tidak boleh mengganggu ekosistem, kalau perlu menambah nilai ekosistem baru. Ini berlaku bukan hanya untuk Teluk Benoa, tapi juga Teluk Jakarta," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.