Pendiri sekaligus Direktur Panangian School of Property itu menilai, perkembangan bisnis properti yang begitu menggelora selama 10 tahun terakhir telah menumbuhkan ketegangan dan kecemburuan sosial di kalangan masyarakat bawah. Sangat pesatnya derap pembangunan sektor properti tampak hanya dinikmati kalangan tertentu saja, yakni golongan berpenghasilan tinggi, tanpa melibatkan kalangan menengah-bawah.
Panangian mengatakan hal itu terasa sangat ironis. Menurut dia, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) gagal menciptakan iklim kondusif bagi para pengembang untuk lebih banyak lagi membangun rumah bersubsidi, baik itu tapak (RSH) maupun rumah bersubsidi susun (rusunami).
"Karena setelah 10 tahun ini realisasi pembangunan RSH selalu jauh dari target, hanya tercapai 40-50 persen saja dari target pemerintah tetapkan sendiri, yaitu rata-rata 100.00 unit per tahun. Artinya, jumlah pembangunan RSH selama 10 tahun terakhir ini hanya sekitar 508 ribu unit atau hanya sekitar 25 persen dari jumlah seluruh rumah yang dibangun oleh para pengembang yang lebih dari 2 juta unit," kata Panangian dalam diskusi di Panangian School of Property, Rabu (11/9/2014).
Kegagalan serupa juga terjadi pada rencana pembangunan rumah susun sederhana milik bersubsidi atau rusunami. Dari rencana pembangunan 1000 tower rusunami dengan total 500 ribu unit, yang terbangun tak lebih dari 10 persen dari target atau sekitar 50,626 unit.
"Nah, sekarang bandingkan dengan pembangunan apartemen. Selama 10 tahun terakhir ini ada sekitar 80.000 unit apartemen yang dibangun para pengembang. Angka ini sangat jauh dari jumlah rusunami yang dibangun oleh para pengembang itu," kata Panangian.
Panangian mengakui, selama 3 tahun terakhir ini pertumbuhan properti Indonesia termasuk yang tertinggi di Asia Pasifik. Sayangnya, kenikmatan itu tidak dinikmati kalangan bawah.
Selama ini, para pengembang lebih banyak membangun properti yang bersifat komersial demi mencari keuntungan. Hal itu tidak bisa disalahkan, karena pengembang bersifat profit motive dengan membidik kalangan menengah atas.
"Yang perlu dipertanyakan itu pemerintahnya. Kebutuhan untuk kalangan menengah itu tak perlu diurusi pemerintah, buat apa. Yang perlu diperhatikan itu kebutuhan kalangan bawah. Kebijakan pemerintah tidak memihak mereka, sebetulnya itulah penyebabnya," kata Panangian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.