Upaya menemukan ruang baru di tengah kota yang sempit, penduduk kian padat, serta tanah semakin mahal juga membuat bangunan mikro ini makin dan lebih menarik bagi orang-orang yang berjuang untuk menemukan lahan dan membangun rumah sendiri. Di London saja, tahun lalu nilai tanah naik lebih dari 13 persen.
"Ada begitu banyak tekanan yang membuat orang memanfaatkan lahan kecil menjadi ruang yang panjang dan tipis," jelas arsitek Inggris Jack Woolley, yang menangani proyek-proyek rumah selebar 3,2 meter di London.
"Sempitnya itu malah membuat rumah-rumah ini malah tampak begitu istimewa," katanya kepada Dezeen.
Preseden buruk itu berulang untuk jenis-jenis hunian yang banyak ditemukan di kota-kota padat penduduk seperti Jepang. Di negara ini, "rumah-rumah tipis" yang kerap disebut sebagai tempat tidur belut atau sarang, biasanya memiliki lebar antara dua sampai lima meter.
Skeptis
Untuk membuat layout fungsional dalam bangunan-bangunan Jepang yang sempit, para arsitek cenderung membuang koridor dan menata kamar secara berurutan.
"Orang Jepang jarang memiliki mentalitas untuk menemukan estetika dalam keterbatasannya," Satoshi Kurosaki, yang perusahaannya Tokyo Apollo Arsitek & Associates telah menyelesaikan puluhan tempat tinggal di seluruh Jepang.
"Di Tokyo dan kota-kota Jepang lainnya, sebagian besar lahan terbatas dan sangat padat, dan ukuran 'kecilnya' itu selalu ada dalam kehidupan sehari-hari," kata arsitek.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan