Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surabaya dan Medan Bersaing Ketat, Makassar Tumbuh Pesat!

Kompas.com - 23/08/2014, 10:25 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

SURABAYA, KOMPAS.com - Menarik menyaksikan pertumbuhan pasar properti di ketiga kota ini, Surabaya (Jawa Timur), Medan (Sumatera Utara), dan Makassar (Sulawesi Selatan). Berbagai proyek skala besar, perumahan dan apartemen, perkantoran, pusat belanja, hotel dan kawasan industri tengah dibangun secara masif dan bersamaan.

Kondisi aktual tersebut dinilai wajar dan sudah seharusnya terjadi sejak satu dekade silam saat pasar properti Indonesia bangkit dari keterpurukan dan arus investasi deras mengalir. Demikian rangkuman berbagai pendapat dari pengamat dan praktisi properti yang disampaikan kepada Kompas.com, Sabtu (23/8/2014).

Menurut Head of Research JLL, Anton Sitorus, pasar properti di ketiga kota besar tersebut tidak terlalu signifikan perbedaannya jika dilihat dalam perspektif pertumbuhan harga. Bahkan, Makassar mencatat pertumbuhan paling tinggi, yakni 20 hingga 30 persen per tahun.

"Hal itu dimungkinkan karena Makassar relatif terlambat mengenal investasi di sektor properti. Investor dan orang-orang kaya di sana baru familiar dan melek properti dalam lima tahun terakhir. Mereka selama ini memilih menanam uang di bank melalui deposito. Jadi karena baru melek, tawaran pertumbuhan harganya relatif lebih tinggi ketimbang Surabaya dan Medan yang sudah mature," jelas Anton.

Senada dengan Direktur Utama PT Ciputra Surya Tbk., Harun Hajadi. Menurutnya, tidak dimungkiri bahwa Surabaya merupakan pasar properti terbesar kedua di Indonesia, setelah Jakarta. Pasarnya terjadi sangat baik, level pengetahuan pembeli atau calon pembeli terhadap produk properti juga cukup tinggi. Sehingga produk-produk baru mudah diterima.

Sementara Medan dan Makassar, kata Harun, menawarkan pertumbuhan yang lebih tinggi ketimbang Surabaya, kendati pangsa pasarnya sama-sama besar. "Medan merupakan kota terbesar di Sumatera, demikian halnya dengan Makassar yang merupakan terbesar di Sulawesi.  Saya kira pasar tiga kota tersebut dapat menyerap subsektor apa saja, mulai dari landed residential  (perumahan tapak), apartemen, pusat belanja dan hotel," imbuh Harun.

Yang belum memungkinkan, lanjut Harun, adalah perkantoran modern yang masih kurang peminatnya. "Masih mencari-cari bentuk seperti apa yang diterima pasar," kata Harun.

Bahkan, menurut Anton, ketiga kota ini masih butuh waktu lama untuk membentuk pasar perkantoran.

"Kultur bisnis yang mengurat akar selama ini yang membuat pasar perkantoran modern belum diterima dengan baik. Pebisnis, terutama Tionghoa Surabaya, masih lebih nyaman berkantor di ruko atau rumah yang dijadikan kantor. Demikian halnya dengan Makassar dan Medan. Namun bila harus melakukan komparasi, pebisnis Medan lebih terbuka hal-hal baru dan perkantoran modern yang tengah dibangun punya kesempatan besar terserap pasar," terang Anton.

Hasil riset Leads Property Indonesia menguatkan fenomena tersebut. Di subsektor perkantoran, pertumbuhan pasokan di Surabaya, Medan, dan Makassar terhitung stagnan. Hingga kuartal II 2014 tidak ada pasokan baru yang masuk pasar.

"Pertumbuhan pasokan perkantoran di Surabaya terhambat defisit lahan kosong di kawasan central business district. Sementara di Makassar, dan Medan pertumbuhan terhambat oleh pasokan ruko dan rukan yang dianggap lebih terjangkau harganya dan sesuai dengan kultur bisnis. Ke depan, subsektor perkantoran di kedua kota ini belum akan berubah secara signifikan," kata CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono.

Khusus Surabaya, pasokan perkantoran tahun depan akan datang dari proyek Praxis yang dikembangkan PT Intiland Development Tbk. Ada pun harga sewa perkantoran Surabaya sekitar Rp 50 ribu hingga Rp 150 ribu per meter persegi. Sementara di Makassar sekitar Rp 70 ribu hingga Rp 80 ribu per meter persegi.

Permintaan ruang perkantoran berasal dari perusahaan agrikultur, perdagangan, dan asuransi (Medan), perbankan, asuransi, partai politik, dan trading (Surabaya).

Apartemen

Di antara lima subsektor properti, perumahan masih yang terkuat. Baik Anton, Harun, maupun Hendra sepakat mengatakan bahwa landed residential akan terus tumbuh seiring meningkatnya permintaan.

"Di Medan, peningkatan permintaan hunian juga ditandai permintaan apartemen di pusat kota. Sementara di Makassar, pasokan bertambah seiring rencana reklamasi dan pemekaran wilayah dalam megapolitan Mamminasata. Sedangkan di Surabaya pasokan akan berasal dari kawasan timur dengan pertumbuhan harga yang semakin pesat," tutur Hendra.

Dia melanjutkan, Surabaya Timur, Selatan dan Barat akan terus dicari sebagai lokasi hunian. Demikian halnya dengan fenomena hunian untuk para mahasiswa yang dipicu pembangunan kampus-kampus baru, akan memberikan kontribusi besar terhadap penambahan kebutuhan hunian.

Namun demikian, menurut Anton, tingginya kebutuhan hunian tapak tidak terjadi pada apartemen. Di ketiga kota tersebut, apartemen hanya menjadi instrumen investasi, belum untuk didiami.

"Komitmen proyek apartemen eksisting selama ini didominasi oleh investor yang mengharap keuntungan, bukan berasal dari pengguna akhir (end user) yang memang membutuhkan tempat tinggal seperti di Jakarta. Jadi, untuk tiga kota ini, apartemen baru akan dibutuhkan sebagai tempat tinggal sepuluh atau lima belas tahun lagi," imbuh Anton.

Kawasan industri

Riset Leads Property juga menunjukkan kinerja subsektor kawasan industri yang belum menjadi fenomena. Di Medan, pemintaan stagnan karena investor masih menunggu kebijakan baru pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sedangkan di Makassar, pasokan masih terbatas di dua tempat yakni Kawasan industri Makassar dan Gowa dengan harga lahan berkisar natara Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per meter persegi.

"Bedanya dengan di Medan, potensi permintaan dan pasokan kawasan Industri di Makassar akan bertambah seiring dengan realisasi reklamasi. Sementara di Surabaya terbatas pada Kawasan Industri Margomulyo, Surabaya Industrial Estate, dan Ngoro Industrial Park dengan harga lahan jauh lebih tinggi ketimbang di luar kawasan industri," tandas Hendra.

Ke depan, lanjut dia, kawasan industri akan berkembang ke sekitar daerah Gresik, dan Sidoarjo sebagai bagian dari konsep megapolitan Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com