Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

APERSI: Djan Faridz Tidak Berpihak pada Rakyat!

Kompas.com - 16/07/2014, 10:51 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Anton R. Santoso mengatakan, bahwa pihaknya tidak serta-merta menerima keputusan Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz, menghentikan skema pembiayaan rumah tapak bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pihaknya akan menunggu kebijakan pemerintahan yang baru.

"Kita tidak akan menempuh jalur hukum lewat pengajuan judicial review ke Mahkamah Agung, sudah tanggung. Biayanya juga tinggi. Jadi, kita tunggu saja kebijakan presiden terpilih nanti," ujar Anton di sela acara buka puasa DPP APERSI dan DPD APERSI DKI Jakarta bersama anak yatim di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Selasa (15/7/2014).

Anton juga mengungkapkan, aturan tersebut tidak berpihak pada masyarakat. Aturan tersebut bersifat top down dan hanya akan menambah masalah baru.

"Menurut saya, ini bom waktu yang ditinggalkan oleh Djan Faridz. Tidak mungkin masyarakat dipaksa tinggal di rumah susun kalau tanahnya masih murah. Rumah susun tidak akan berdiri kalau di sekitar rumah itu harga tanah masih terjangkau," kata Anton.

"Tapi, dengan Djan Faridz mengeluarkan aturan seperti ini, ini kan tidak berpihak pada masyarakat. Ini kan sistem top down, tidak menyelesaikan masalah, malah menambah masalah baru," tambahnya.

Memang, lanjut dia, ada daerah-daerah yang memang memerlukan pembangunan rusun. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, dan Makassar memerlukan hunian vertikal tersebut karena lokasi-lokasi itu tergolong padat dan harga tanahnya sudah sangat mahal.

"Kami setuju. Dulu itu kan ada sepuluh daerah kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Makassar, yang memang sudah padat dan harga tanah di perkotaannya sudah mahal. Fungsi rusunami itu memindahkan komuter supaya bertempat tinggal di dekat tempat kerja. Rusunami boleh di kawasan industri, tapi tidak di wilayah Papua, Sulawesi Tengah," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau