Sebaliknya, kalangan mapan tak akan memilih SOHO untuk operasionalisasi perusahaannya dan tempat tinggalnya. Mereka akan memilih berkantor di gedung-gedung perkantoran strata pusat bisnis kota, yang terpisah dengan tempat kediaman di apartemen mewah.
Chief Executive Officer (CEO) Leads Property Indonesia, Hendra Hartono, mengutarakan hal tersebut kepada Kompas.com, Minggu (16/2/2014).
Menurutnya, fleksibilitas fungsi SOHO itu di tengah-tengah kepungan sentra bisnis dan kebutuhan akan hunian yang praktis dapat mengakomodasi permintaan pebisnis pemula dan kalangan muda.
"SOHO hanya cocok untuk perusahaan yang belum membutuhkan banyak karyawan ataupun perusahaan kecil yang memang tidak butuh banyak staf dan bisa sekaligus buat tinggal, mirip dengan ruko tapi space-nya vertikal," ujar Hendra.
Kendati sempat tersendat dan tidak dilirik para pengembang sebagai konsep pengembangan masa depan, SOHO sempat muncul ke permukaan pada kurun 1998-2000. Ketika itu, untuk kali pertama, PT Duta Anggada Realty Tbk memperkenalkan cityloft.
Ditambahkan Hendra, saat ini SOHO cukup populer dan bisa meraih kesuksesan, terutama bila dikembangkan di daerah yang tergolong padat permukiman dan perkantoran. Dengan patokan harga terjangkau untuk dual fungsi bisa buat hunian sekaligus bisnis, SOHO bisa menjadi pilihan.
"Selain itu, SOHO akan diterima pasar bila dibangun di lokasi strategis yang memang dirancang sebagai area komersial. Di daerah sub urban bisa saja dikembangkan, asalkan dekat dengan kampus dan sarana pendidikan atau dekat dengan sentra bisnis dan komersial di daerah sub urban tersebut, kalau jauh dari sentra bisnis atau di dalam permukiman klaster saya kira tidak cocok," imbuh Hendra.
Untuk diketahui, saat ini tengah dipasarkan SOHO Brooklyn di kawasan pinggiran Jakarta, tepatnya Serpong. Apartemen dan hunian SOHO ini merupakan hasil kolaborasi strategis pengembang BUMN yakni PT Waskita Karya (Persero) Tbk., dan PT Triniti Property Group.
Harganya dimulai dari Rp 17,6 juta per meter persegi untuk apartemen, dan Rp 600 juta-Rp 1,1 miliar untuk unit SOHO-nya.
Meski diprediksi dapat menjadi alternatif investasi masa depan, namun SOHO tidak cocok untuk kalangan mapan. Menurut Hendra, kalangan mapan tidak dapat menerima konsep ini karena tidak representatif dan kurang terjamin eksklusifitasnya serta privasinya.
"Padahal, kalangan mapan akan mencari perkantoran strata yang justru terpisah dari apartemen yang akan mereka beli. Kelas apartemennya pun menengah atas dan bahkan lebih atas lagi. Dan mereka mencari properti jenis ini di pusat bisnis dan pusat kota," tandas Hendra.