Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Pengembang Nakal? Nih... Telepon Langsung Pak Menteri!

Kompas.com - 09/02/2014, 13:36 WIB
Latief

Penulis

Sumber Antara
KOMPAS.com — Akhirnya, Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz akhirnya buka suara terkait kritik soal banyaknya keluhan yang dialami pelanggan di sektor properti selama ini. Bahkan, Menpera Djan Faridz membuka pengaduan langsung bagi warga yang ingin mengadukan permasalahan akibat ulah "pengembang nakal".

"Silakan hubungi langsung nomor saya di 0811995850 bagi siapa saja yang ingin menyampaikan masalah serta ingin mengetahui pelaksanaan program perumahan oleh Kementerian Perumahan Rakyat," kata Djan Faridz kepada Antara di Jakarta, Rabu (5/2/2014) lalu.

Menurut dia, nomor yang disebutkan tersebut adalah miliknya sendiri agar bisa memperoleh pengaduan langsung dari warga yang ingin mengadu. Menpera juga mengemukakan bahwa sebelum menelepon nomor tersebut bisa mengirimkan SMS dengan menyertakan nama, jabatan, dan alamat dari warga yang menghubungi dirinya.

Dengan demikian, lanjutnya, berbagai pihak di berbagai daerah diharapkan dapat menyampaikan pengaduan secara langsung agar pengawasan di lapangan juga dapat terpantau dengan lebih baik.

Dia menegaskan bahwa dengan semakin terbukanya partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat juga bakal membuat terwujudnya kualitas hunian yang lebih baik bagi masyarakat di seluruh Indonesia.

Sangat lemah

Sebelumnya di Kompas.com, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan, asosiasi-asosiasi pengembang seperti Real Estat Indonesia (REI) dan Asosiasi Perumahan dan Permukiman Indonesia (Apersi) sejauh ini tidak dapat menindak bila ternyata pengembang nakal tersebut bukan merupakan anggota asosiasi. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), pun tak berdaya.

"Seharusnya, sebagai asosiasi bisa melakukan pembinaan terhadap anggotanya," ujar Ali kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (29/1/2014).

Ali mengakui, perlindungan konsumen properti di Indonesia sangat lemah. Masih banyak pengembang mengobral janji, seperti masalah serah terima yang molor lama dan spesifikasi bangunan kerap tak sesuai perjanjian. (Baca: Siap Mengadukan Pengembang "Nakal"?)

Catatan Kompas.com di sepanjang 2013, sengketa properti yang tercatat dalam buku pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencapai 121 kasus, atau sekitar 15,5 persen dari total 778 kasus. Jumlah tersebut menempatkan sengketa properti berada di peringkat ketiga tertinggi, setelah perbankan dan telekomunikasi.

Menurut Ketua YLKI Sudaryatmo, jika dilihat dari karakteristik, terdapat dua jenis pengaduan, yakni terkait landed housing (perumahan tapak) dan vertical housing (apartemen). Soal ini, silakan Baca: Sengketa Properti Peringkat Tiga Tertinggi.

"Sengketa dipicu oleh masalah saat pra-konstruksi, konstruksi, dan ketika properti tersebut dihuni. Nah, untuk tahun ini, masalah saat properti tersebut dihuni lebih banyak lagi ketimbang tahun sebelumnya, seiring dengan pesatnya pembangunan apartemen dan perumahan," jelas Sudaryatmo di Jakarta, Kamis (30/1/2014).

Menutup mata

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch menyayangkan Kementerian Perumahan Rakyat yang seharusnya mewakili pemerintah untuk dapat melindungi konsumen ternyata tidak dapat menindak terlalu jauh.

Menurutnya, sebenarnya dalam UU yang ada, "pengembang nakal" dapat terkena sanksi berupa denda sampai kurungan. Namun, permasalahannya sampai saat ini belum ada peraturan pemerintah untuk UU tersebut sehingga belum dapat diterapkan, ucapnya.

Halaman:
Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Demak: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Demak: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Klaten: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Klaten: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Wonosobo: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Wonosobo: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Boyolali: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Boyolali: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Identifikasi 100 Properti, OYO Fokus Layani Akomodasi Pemerintah

Identifikasi 100 Properti, OYO Fokus Layani Akomodasi Pemerintah

Hotel
Permintaan Membeludak Pasca-lebaran, KAI Siapkan Tambahan Relasi Ini

Permintaan Membeludak Pasca-lebaran, KAI Siapkan Tambahan Relasi Ini

Berita
Lebaran 2024, 2,1 Juta Kendaraan Lintasi Tol Trans-Sumatera

Lebaran 2024, 2,1 Juta Kendaraan Lintasi Tol Trans-Sumatera

Berita
Meski Tahan Lama, Wastafel 'Stainless Steel' Punya Kekurangan

Meski Tahan Lama, Wastafel "Stainless Steel" Punya Kekurangan

Tips
Juli Ini, Proyek Tol Bayung Lencir-Tempino Seksi 3 Kelar

Juli Ini, Proyek Tol Bayung Lencir-Tempino Seksi 3 Kelar

Berita
Metland Catatkan Laba Bersih Rp 417,6 Miliar Sepanjang 2023

Metland Catatkan Laba Bersih Rp 417,6 Miliar Sepanjang 2023

Berita
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Jepara: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Jepara: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Ini 147 Bangunan di Sulbar yang Beres Direkonstruksi Pasca Gempa

Ini 147 Bangunan di Sulbar yang Beres Direkonstruksi Pasca Gempa

Berita
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Banjarnegara: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Banjarnegara: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kota Banjar: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kota Banjar: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Sukabumi: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Sukabumi: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com