Dalam perhelatan kali ini yang bertajuk Building of The Year 2014, ArchDaily kembali menampilkan sebanyak 3.500 karya desain yang sesuai dengan 14 kriteria dan kategori dari seluruh dunia yang laik dipilih dan dinilai oleh 300.000 lebih pembacanya.
Tak sembarang karya yang mereka tampilkan, melainkan inspiratif, bermakna, dan berdampak pada kehidupan manusia. Dari karya sebanyak itu, terpilih 70 terbaik yang dihasilkan melalui serangkaian putaran nominasi intensif.
Para pembaca ArchDaily telah mempersempit penilaian menjadi lima bangunan terbaik untuk masing-masing kategori yakni gedung komersial, fasilitas pendidikan, gedung kebudayaan, fasilitas kesehatan, perhotelan, hunian, perumahan, industri, perkantoran, interior, ruang publik, gedung yang mengalami perbaikan, fasilitas keagamaan dan olahraga.
Ke-70 bangunan terpilih tadi, dinominasikan untuk meraih predikat Building of The Year 2014. Sayangnya, dari sejumlah bangunan tersebut, tak satu pun terdapat karya anak bangsa Indonesia. Negara ini masih kalah dari Singapura dan Vietnam yang justru sukses memukau pembaca ArchDaily dengan masing-masing dua karya mereka.
Singapura tampil dengan karya 48 North Canal Road untuk kategori residensial (perumahan), dan Park Royal untuk kategori perhotelan. Sementara Vietnam diwakili oleh karya Binh Thanh House yang berupa sebuah hunian dan Kontum Indochine Cafe sebagai karya arsitektur untuk kategori komersial.
Lantas, di mana karya arsitek Indonesia?
Menurut Prinsipal US&P, Her Pramtama, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua IAI DKI Jakarta periode 2009-2012, arsitek Indonesia pada umumnya kurang mengekspos karyanya sehingga dapat dinimati oleh publik pecinta arsitektur. Dalam arti, arsitek Indonesia tidak secara intensif mendokumentasikan karyanya dalam sebuah publikasi yang menarik, lengkap dengan fotografi ciamik dan narasi atraktif.
"Kalau pun ada, bisa dihitung dengan jari arsitek yang intens melakukan pendokumentasian karyanya. Selain karena keterbatasan waktu, mereka sudah overload pekerjaan, mengingat selama lima tahun terakhir permintaan (demand) arsitektur sangat tinggi seiring dengan pertumbuhan sektor properti," imbuh Her kepada Kompas.com, Senin (27/1/2014).
Padahal, lanjut Her, karya arsitek Indonesia, banyak yang layak ke pentas dunia. Sebut saja karya Andra Matin yang luar biasa dan sangat berpengaruh terhadap karya-karya arsitek lainnya. Demikian juga karya Yori Antar. Hanya, mereka kurang passion, untuk membuatnya menjadi sebuah dokumentasi serius. Akibatnya, generasi muda sekarang kehilangan sumber referensi karya arsitek lokal.
"Jangan salahkan bila sumber referensi mereka saat ini didominasi oleh karya arsitek asing. Di sini butuh peran dan dukungan Pemerintah untuk membuat sebuah platform industri kreatif bidang arsitektur agar lebih berdaya saing di pentas dunia," tandas Her.
Tak hanya di bidang arsitektur, di bidang desain pun, Indonesia masih berada pada posisi marjinal. Dalam peringkat desain yang dirilis World Design Ranking (WDR) setiap Desember, Indonesia hanya berada di posisi ke-66 dari 69 negara dalam daftar agregat World Design Ranking 2010-2014.
Daftar tersebut diorganisasi oleh A’ Design Award & Competition. Lewat daftar tersebut, WDR ingin menyediakan data dan informasi strategis bagi para ekonom dan jurnalis mengenai seni, arsitektur, dan industri desain di satu negara. Selain itu, WDR juga menyoroti kontribusi tahunan insan negara tersebut dalam kultur desain global lewat advokasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.