Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis Kondominium Masih Menggiurkan!

Kompas.com - 21/12/2013, 16:33 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tak ada yang lebih menggiurkan untuk dijadikan instrumen investasi selain kondominium. Meski terdengar berlebihan, namun berbagai fakta menguatkan hal ini. Sepanjang tahun 2013 pertumbuhan kondominium memperlihatkan deretan angka positif di atas dua digit, baik dari segi pasokan, tingkat penjualan, maupun harga.

Dalam catatan Leads Property Indonesia, pasokan kondominium di Jakarta sampai dengan kuartal III tahun ular air ini mencapai 108.458 unit dengan tingkat penjualan fantastis yakni sebesar  96,4 persen!

Secara keseluruhan, harga rerata berada pada level Rp 19,7 juta per meter persegi, meningkat sebesar 29 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu.

Menurut CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono, akselerasi pertumbuhan ini menstimulasi terjadinya perubahan pada elemen harga dengan harga tertinggi sudah menembus angka Rp 50 juta-Rp 80 juta per meter persegi.

"Kondominium dengan harga paling tinggi berada di kawasan pusat bisnis terpadu (central business district/CBD). Selain dipatok dalam valuta Rupiah, ada beberapa kondominium yang dibanderol dengan valuta dollar AS, yakni sekitar 4.000 dollar AS-6.500 dollar AS per meter persegi," papar Hendra kepada Kompas.com, Sabtu (21/12/2013).

Hendra melanjutkan, kondominium dengan harga paling rendah juga mengalami perubahan menjadi rerata Rp 16,2 juta per meter persegi. Sebagian besar kondominium seharga ini, berlokasi di belahan timur Jakarta.

Berdasarkan lokasinya, pertumbuhan harga di CBD lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan harga di luar CBD. Harga rerata kondominium per kuartal III 2013 di CBD dan luar CBD masing-masing mencapai Rp 35,5 juta per meter persegi atau meningkat sebesar 28,2 persen dan Rp 25,5 juta atau tumbuh 22,3 persen per meter persegi ketimbang periode yang sama tahun lalu.

"Dengan demikian, performa sektor kondominium berjalan baik karena menunjukkan pertumbuhan yang positif," ujar Hendra.

Sementara dari segi penjualan, kondominium di area non CBD meraup simpati publik lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat penjualan kondominium di area CBD. Hal tersebut menunjukkan tingkat permintaan (demand) yang juga lebih tinggi untuk kondominium di luar CBD, karena ditunjang oleh harga yang relatif lebih terjangkau dan semakin mahalnya harga rumah tapak (landed property) di luar CBD.

Nah, terkait semakin melejitnya harga dan defisit lahan di CBD Jakarta, mendorong pembangunan kondominium lebih marak terjadi di luar CBD. Pergeseran distribusi wilayah pasokan kondominium ini sejatinya sudah terjadi sejak beberapa tahun silan. Namun, selama sembilan bulan tahun ini, terjadi perubahan komposisi pasokan kondominium yang mencolok.

Menurut riset Colliers International Indonesia, pasokan kondominium terbanyak terdapat di Jakarta Barat dan Utara masing-masing dengan proporsi 24 persen dan 21 persen, sisanya tersebar di Jakarta Selatan 18 persen, CBD 18 persen, Jakarta Pusat 14 persen dan Jakarta Timur 5 persen.

Pasokan baru 2014

Kinerja positif sektor kondominium, ujar Hendra, akan terus berlanjut hingga beberapa tahun ke depan. Terlebih karena ada tawaran capital gain yang cukup tinggi untuk investasi properti kondominium, khususnya tipe menengah ke atas dengan harga Rp 20 juta-Rp 40 juta per meter persegi. Selain itu, tipe tersebut merupakan yang diminati oleh ekspatriat.

Sedangkan untuk tipe menengah bawah, menengah dan atas didominasi oleh pengguna akhir karena mereka membutuhkan hunian. Berbeda dengan kelas atas, yang lebih kepada imej dan eksklusifitas.

Adapun pasokan baru yang akan meramaikan pasar kondominium hingga 2014 mendatang, menurut Colliers International Indonesia, sebanyak 29.613 unit. Jumlah tersebut berasal dari 51 proyek kondominium.

 


 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com