"Hal tersebut dimungkinkan karena badan penyedia rumah rakyat ini nonprofit. Mereka juga sekaligus bertugas mengelola Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Dalam melaksanakan tugasnya di lapangan, badan ini akan menunjuk kontraktor melalui mekanisme lelang supaya dapat dihasilkan rumah dengan harga murah dan kondisi layak," jelas Faridz.
Harga yang dipatok Badan pengelola Tapera ini senilai 3% lebih tinggi dari ongkos produksi rumah. Bandingkan dengan harga rumah yang disediakan pengembang swasta atau badan nasional lain yang berorientasi profit, yakni Perum Perumnas. Mereka meraup margin sekitar 30 persen hingga 40 persen dari ongkos produksi.
"Rumah yang diproduksi Badan Pengelola Tapera itu bebas pajak, jadi bisa diakses luas oleh pegawai dan kalangan mana pun," ujar Faridz.
Selama setahun masa operasi badan ini, lanjut Menpera, ditargetkan dapat menyediakan rumah sebanyak 100.000 unit. Untuk diketahui, Badan Pengelola Tapera akan dibentuk segera setelah pungutan 3 persen kepesertaan pegawai untuk Tapera disahkan DPR pada 7 Januari 2014.
Badan ini berada di bawah kewenangan dan bertanggung jawab kepada Kemenpera. Di dalamnya terdiri atas unsur Kementerian Keuangan, Kementerian Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Pertanahan Nasional.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPP APERSI (Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia) Eddy Ganefo mengatakan tidak perlu ada badan baru untuk mengurus Tapera. Eddy mengatakan, pengurusan tabungan bisa ditempatkan pada bank yang ditunjuk.
"Buat apa lagi ada badan sendiri, kan sudah ada bank. Tempatkan saja di situ, terutama
di bank-bank yang fokus ke perumahan bersubsidi. Sepertinya senang sekali bikin badan baru, sementara manfaatnya tidak jelas," kata Eddy.
Adapun terkait pungutan pegawai yang sudah disetujui DPR berdasarkan usul Kemenpera sebesar 3 persen. Besaran itu terbagi atas kontribusi pemberi kerja 0,5 persen dan kontribusi pegawai 2,5 persen. Tapera secara efektif akan ditarik setelah diputuskan DPR dengan potensi dana terkumpul sebesar Rp 1.800 triliun selama 20 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.