Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Seharga Rp 500 Juta sampai Rp 1 Miliar Bakal Jadi Primadona

Kompas.com - 09/12/2013, 18:18 WIB
Latief

Penulis

KOMPAS.com — Pengamat properti dari Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, mengatakan, memasuki tahun 2014, secara keseluruhan pasar properti akan melambat. Tahun politik bagi Indonesia ini diramalkan ikut mengubah arah tren properti.

Ali mengatakan, pasar segmen menengah atas akan dihadapkan pada harga yang sudah terlalu tinggi. Akibatnya, banyak pengembang merasa harga produknya terlalu tinggi untuk dijual. Sementara itu, sisi permintaan telah menunjukkan kejenuhan.

Hal tersebut membuat aksi spekulasi semakin menurun. Pengembang pun mulai melakukan resizing dengan memasuki pasar perumahan di segmen lebih rendah. Harga rumah Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar akan menjadi primadona pada tahun 2014.

"Permintaan menjadi sedikit tertunda dengan naiknya suku bunga KPR di segmen menengah, menyusul naiknya BI Rate di level 7,5 persen yang menyebabkan bank-bank mematok suku bunga KPR diatas 10,5 persen," ujar Ali dalam siaran pers di Jakarta, Senin (9/12/2013).

Ali mengatakan, dengan naiknya suku bunga tersebut, ia memperkirakan permintaan akan anjlok sebesar 20 persen sampai 25 persen di 2014. Meskipun demikian, lanjut dia, pasar permintaan di segmen ini masih cukup tinggi.

"Banyak kaum menengah belum sempat merealisasikan pembelian propertinya karena harga properti semakin tinggi," ujarnya.

Daya beli yang "tanggung" memang menjadi dilema bagi kaum menengah. Umumnya, mereka belum mampu membeli rumah di kawasan perkotaan. Sebagai alternatif, masyarakat menengah pun mencari hunian vertikal.

"Karena mulai disadari bahwa, siap atau tidak siap bagi kaum urban, hunian vertikal menjadi salah satu alternatif," kata Ali.

Walau demikian, menurut dia, pasokan apartemen menengah di harga Rp 200 juta sampai Rp 300 juta pun masih sangat terbatas di kota-kota besar. Pada saat memiliki daya beli sebesar itu, mereka pun tidak dapat membeli rumah di Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Bodetabek).

"Patokan harga rumah di Bodetabek pun terus naik. Pasokan rumah semakin menjauh dari Jakarta. Kalaupun ada, lokasinya akan sangat jauh untuk kaum komuter yang bekerja di Jakarta," katanya.

Kiranya, lanjut Ali, hal itulah ini menjadi pertimbangan pengembang untuk membangun apartemen-apartemen murah di kawasan-kawasan penyangga Jakarta. Semakin tingginya harga rumah, celah pasar apartemen menengah ini akan semakin besar.

Memang, Ali mengakui, di segmen menengah bawah permintaan hunian relatif masih cukup besar. Dengan kenaikan batasan harga dari pemerintah, ia memperkirakan bahwa para pengembang menengah bawah akan terbantu dalam dalam hal penjualan karena pasar permintaan rumah menengah bawah dengan program subsidi fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) masih sangat banyak.

"Namun tetap, kendala harga tanah yang terus meningkat menjadikan kebijakan kenaikan harga rumah subsidi tidak berpengaruh dalam jangka panjang. Pemerintah sejauh ini belum dapat mengendalikan harga tanah secara nasional," ujarnya.

Ali mengatakan, tahun depan, para pengembang akan berlomba untuk memenangkan persaingan di pasar sempit di tengah perlambatan siklus properti dan ekonomi yang sedang berlanjut. Bagaimanapun, lanjut Ali, permintaan pasar masih tetap ada, meskipun terjadi perlambatan.

"Perlambatan tidak berarti harga properti akan jatuh. Hanya terjadi penundaan permintaan dari pasar," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com