Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Didesak Permudah Pengurusan Izin Usaha "Broker"

Kompas.com - 29/11/2013, 18:18 WIB
Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Para anggota Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) mengaku masih sulit mengurus Surat Izin Usaha Perusahaan Perantara Perdagangan Properti (SIU-P4) sesuai regulasi yang dibuat pemerintah, yakni Peraturan Menteri Perdagangan No 33/M-DAG/PER/8/2008 tentang perusahaan perdagangan perantara properti.

Menurut Permen tersebut, perusahaan broker properti harus memiliki SIU-P4. Regulasi ini lahir untuk mendorong industri broker properti berjalan lebih sehat. 

Demikian terungkap Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) di Hotel Ciputra, Jakarta, Jumat (29/11/2013). AREBI menggelar dua acara besar, yakni Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan The Biggest Real Estate Summit 2013, di Hotel Ciputra, Jakarta, yang berlangsung 27-28 November 2013. Hadir pada acara Rakernas yang mengusung tema Bersatu dan Bersinergi Menjadi Broker Profesional, para pengurus DPP AREBI dan DPD AREBI dari Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Diakhir acara Rakernas, digelar acara HUT AREBI ke-21 tahun.

Adapun The Biggest Real Estate Summit 2013 dihadiri sekitar 800 broker properti dari berbagai daerah menampilkan. Beberapa pembicaranya antara lain Ali Tranghanda (Founder Indonesia Property Watch), Idra W. Antono (Vice President Marketing PT Agung Podomoro Land Tbk.), Teguh Satria (Ketua Badan Pertimbangan Organisasi REI), Lim Yong Hock (Key Executive Officer Propnex Singapore), dan Haryanto Kandani (Motivator).

Ketua Umum AREBI, Darmadi Darmawangsa, mengatakan kesulitan pengurusan SIU-P4 terjadi setelah Departemen Perdagangan melimpahkan kewenangan penerbitan SIU-P4 ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada tahun 2012. Padahal, saat masih dipegang Departemen Perdagangan, pengurusan SIU-P4 mudah dan cepat.

"Syarat untuk memperoleh SIU-P4 yang ditetapkan BKPM sulit dipenuhi oleh agen properti," ujar Darmadi.

Syarat yang sulit dipenuhi agen properti itu antara lain modalnya yang harus di atas Rp 500 juta dan harus memiliki izin prinsip.

"Banyak anggota yang modalnya tidak besar karena usaha ini memang tidak memerlukan modal besar tapi mampu menyerap tenaga kerja yang besar karena kami menjual jasa. Mungkin, selama ini BKPM biasa mengurus pemodal besar," kata Darmadi.

Dia mengatakan, dari 500 anggota AREBI, saat ini yang sudah memiliki SIU-P4 baru sekitar 100 anggota. Pada 2014, lanjut Darmadi, ia berharap semua anggota AREBI sudah memiliki SIU-P4.

"Karena itulah, kami mendesak pemerintah melalui BKPM agar mempermudah pengurusan SIU-P4," kata Darmadi.

Dia menilai, kepentingan pemerintah sangat besar jika agen properti memiliki SIU-P4. Salah satunya adalah bisa diketahui besarnya perputaran uang dari transaksi properti yang dilakukan agen properti.

Selain itu, Darmadi mengatakan, pemerintah bisa membina para agen properti sehingga bisa bekerja profesional. Jika tidak dibina, yang nanti dirugikan adalah masyarakat pengguna jasa agen properti. Jika masyarakat tidak percaya, maka industri broker properti yang mampu menyerap banyak tenaga kerja pun bisa hancur.

"Pmerintah harus menegakkan aturan yang sudah dibuat. Sampai saat ini belum ada petunjuk pelaksanaannya, belum ada ancaman dan hukumannya. Jadi, yang sudah punya dengan yang tidak punya SIU-P4, tidak ada pembedaan perlakuan," katanya.

Akibatnya, kata Darmadi, banyak agen properti yang belum masuk menjadi anggota AREBI karena salah satu syarat untuk memperoleh SIU-P4 adalah menjadi anggota AREBI. Untuk penegakan aturan, AREBI menyatakan siap membantu pemerintah.

Menurut Sekretaris Jenderal AREBI, Hartono Sarwono, saat ini, dari jumlah agen properti yang ada, baru 10 persen saja yang menjadi anggota AREBI. Namun, dia mengaku, pihaknya tidak tinggal diam.

"Ke depan kami akan memperbanyak kegiatan untuk meningkatkan profesionalitas anggota seperti pelatihan sertifikasi yang berkesinambungan agar anggota AREBI menjadi broker realestat yang sudah terstandarisasi," ujar Hartono.

Dia memperkirakan, tahun depan broker properti mendapat tantangan cukup berat karena bisnis properti mengalami perlambatan akibat banyaknya tekanan seperti kenaikan suku bunga dan, pengetatan penyaluran kredit properti. Diperkirakan jumlah transaksi yang dilakukan broker properti tahun depan tidak meningkat dibandingkan tahun 2013.

"Karena itulah, broker properti harus bekerja lebih keras dan lebih profesional agar semakin banyak masyarakat yang menggunakan jasa broker properti. Broker bisa lebih menggarap pasar sekunder yang tidak terlalu mendapat tekanan dibandingkan pasar primer," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com