Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sarang Laba-laba", Konstruksi Ramah Gempa

Kompas.com - 18/11/2013, 18:55 WIB
Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Agus B Sutopo dari PT Katama Suryabumi, pemegang paten konstruksi ramah gempa Sarang Laba-Laba mengatakan, konstruksi di daerah gempa harus telah teruji terhadap gerakan horisontal dan vertikal. Bicara masalah gempa berarti bicara mengenai bangunan.

Agus mengatakan, seperti peristiwa gempa Aceh pada 26 Desember 2004 lalu, bangunan yang menggunakan konstruksi sarang laba-laba masih kokoh berdiri sampai saat ini. Beberapa bangunan itu diantaranya Gedung Taspen, Gedung Jiwasraya, gedung SMK 3, gedung Dinas Perhubungan, RSUD Simeulue, Dinas Kesehatan Simeulue, dan kantor Bappeda Simeulue. Setelah bencana itu, kini bangunan yang menggunakan konstruksi karya anak bangsa itu diantaranya Stadion Olahraga Simeulue, Kantor Kejati NAD, Labkesda Banda Aceh, dan lain-lainnya.

Konstruksi Sarang Laba-Laba juga telah teruji gempa di Padang, Sumatra Barat, pada 2009. Beberapa diantaranya meliputi kantor DPRD, Dinas SDA, Kantor TVRI, Basko Mall Padang, sejumlah fakultas dan masjid di Universitas Negeri Padang, Universitas Bung Hatta, Rusunawa Andalas, Hotel Sijunjung, dan Hotel Kharisma (Bukit Tinggi).

Filosofi konstruksi sarang laba-laba, jelas Agus B Sutopo, merupakan konstruksi pondasi dangkal yang kaku, kokoh, menyeluruh tetapi ekonomis dan ramah gempa.

"Konstruksi ini dirancang untuk mampu mengikuti arah gempa baik horisontal maupun vertikal karena menggunakan media tanah sebagai bagian dari struktur pondasi," jelas Agus kepada Kompas.com di Jakarta, Senin (18/11/2013).

Sebelumnya, pada seminar bertajuk mitigasi bencana diselenggarakan Universitas Nasional Jakarta (UNJ), Kamis (14/11/2013) lalu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif meminta kepada daerah di wilayah gempa untuk meningkatkan pengawasan bangunan. Menurut dia, bicara masalah gempa berarti bicara mengenai bangunan.

Syamsul mengatakan, sejauh ini justru bangunan sekolah di daerah gempa yang menggunakan konstruksi tahan gempa. Selain dapat memberikan perlindungan bagi penghuninya, bangunan ini juga dapat dipakai sebagai tempat evakuasi saat terjadi bencana.

Ia berharap, Pemda secara berkala harus memberikan edukasi tidak hanya ke masyarakat, tetapi juga kepada siswa sekolah mengenai mitigasi yang kerap terjadi di daerahnya. Di Jepang, kebijakan mitigasi bencana sangat ketat bahkan untuk mendirikan bagunan baru prosedurnya sangat ketat dan harus dipatuhi.

Konstruksi tahan gempa

Sementara itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, banyak Pemda di kawasan rawan bencana masih lemah dalam membuat peraturan (Perda) mengenai mitigasi bencana. Aturan tersebut termasuk soal implementasi tata ruang berbasis gempa, dalam upaya mengendalikan izin dan pengawasan bangunan tahan gempa. Sutopo mengatakan, masih banyak rumah dan bangunan di Indonesia yang belum sesuai konstruksi tahan gempa padahal terletak di lokasi rawan bencana.

"Memang, ada kendala karena biayanya lebih mahal untuk membangun konstruksi tahan gempa, tetapi seharusnya hal tersebut bukan persoalan apabila melihat bangunan rumah tahan gempa sebagai investasi," kata Sutopo kepada Antara.

Tak heran, lanjut Sutopo, seringkali ditemui setiap kali terjadi gempa selalu muncul banyak korban.

"Ini juga terkait dengan sosial budaya masyarakat di daerah bencana," jelasnya.

Ia mengakui, sampai saat ini banyak masyarakat masih mengadopsi konstruksi biasa atau standar pada hunian mereka di kawasan rawan gempa.

Sementara itu,ahli gempa dari Universitas Osaka Jepang, Yasushi Sanada, membenarkan adanya prosedur yang sangat ketat. Hal itu dilakukan karena pemerintah Jepang sangat perhatian terhadap keselamatan penghuninya di negara yang kerap dilanda bencana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com