Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Penyelamatan" Candra Naya di Tengah Pesatnya Pembangunan

Kompas.com - 17/11/2013, 13:22 WIB
Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komitmen tinggi pengembang properti sangat diperlukan untuk ikut menyelamatkan situs-situs bersejarah di tengah pesatnya pembangunan kota dengan alasan modernisasi. Salah satu contoh saat ini adalah penyelamatan bangunan cagar budaya Candra Naya oleh PT Bumi Perkasa Permai.

Saat ini Gedung Candra Naya menyatu dengan superblok Green Central City di Jalan Gajah Mada Nomor 188, Jakarta Barat. Sebagai pengembang superblok tersebut, PT Bumi Perkasa Permai tetap mempertahankan keberadaan situs tersebut sebagai bagian dari "isi" superblok Green Central City. 

Marketing Manager PT Bumi Perkasa Permai Chris Tejasukmana mengungkapkan, bangunan berumur dua abad itu kini dijadikan ikon utama Green Central City sehingga kawasan ini akan menjadi salah satu landmark Jakarta Kota. Saat ini keberadaan Candra Naya telah dipayungi hukum UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

"Fisiknya memang superblok Green Central City, tapi spiritnya, jiwanya, masih Candra Naya," ujar Chris kepada Kompas.com di Jakarta, Minggu (17/11/2013).

Candra Naya merupakan bekas rumah Khouw Kim An atau dikenal dengan mayor Tionghoa (Majoor de Chineezen) pada 1910-1916 dan 1927-1942. Bangunan ini didirikan pada 1807 oleh Khouw Tian Sek yang merupakan seorang tuan tanah untuk menyambut kelahiran anaknya, Khouw Tjeng Tjoan, pada 1808.

"Kami ingin mempertahankan keselarasan antara gedung modern dengan cagar budaya sehingga memberikan nuansa yang unik dan tiada duanya di kawasan Jakarta Kota. Apalagi, salah satu daya tarik masyarakat tinggal di superblok ini karena dianggap sebagai lokasi yang memberikan kemakmuran karena dulu Candra Naya milik orang kaya," kata Chris.

Untuk tujuan tersebut, lanjut Chris, beberapa upaya dilakukan Bumi Perkasa Permai adalah membangun kembali bangunan teras samping yang sempat dibongkar pada waktu sebelumnya. Ini dilakukan untuk mempertahankan ciri khas bangunan khas Tionghoa yang masih utuh.

"Nah, kalau dibangun kembali bangunan sayap dan gazebonya, serta lingkungannya ditata dengan apik sebagai kawasan China Town, maka daya tarik Jakarta tidak akan kalah dengan kota-kota lainnya di dunia," ujar Chris.

Untuk mendukung upaya itu, berbagai kegiatan rutin pun digelar di Candra Naya. Terakhir, pada Juni 2013 lalu, Bumi Perkasa Permai menggelar acara Candra Naya Batavia Festival dalam rangka memperingati ulang tahun ke-486 Kota Jakarta. Acara ini digelar bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat cinta budaya, seperti Koko-Cici Jakarta, Asosiasi Peranakan Indonesia Tionghoa (Aspertina), Perempuan Perhimpunan Tionghoa Indonesia (Pinti), Generasi Muda Indonesia Tionghoa (Gema Inti), Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI DKI), Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok (PPIT), dan Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesia (IPTI).

"Rencananya tahun depan kami akan menggelar lagi berbagai kegiatan di Candra Naya agar bangunan ini tetap hidup," tambah Chris.

Superblok

Saat ini, proyek superblok Green Central City yang dibangun di atas lahan seluas 14.000 meter persegi (m2) itu tengah memasuki tahap finishing di apartemen Tower Cerberra. Sementara Tower Adenium sudah dihuni.

"Total unit apartemen berjumlah 844 unit, ditambah unit penthouse yang secara keseluruhan sudah terjual 85 persen," ujar Andy K Natanael, Managing Director Urban Development PT Modernland Realty Tbk, perusahaan yang bekerja sama dalam memasarkan Green Central City.

Andy menambahkan, selain dua menara apartemen di superblok ini, juga terdapat tower hotel yang telah dioperasikan oleh jaringan hotel international Novotel sejak awal 2013 lalu. Adapun Tower Cerberra terdiri dari 220 unit.

Untuk apartemen di Tower Cerberra, lanjut Andy, pihaknya saat ini masih memasarkan tipe 1 bedroom dengan luas mulai 36 m2 seharga Rp 695 juta, tipe 2 bedroom 44 m2 seharga Rp 915 juta, dan tipe 3 bedroom mulai 82 m2 seharga Rp 1,59 miliar.

"Lokasinya jelas sangat strategis karena berada di salah satu kawasan segitiga bisnis tersibuk di Ibu Kota, yakni Jalan Gajah Mada, Jalan Mangga Dua, dan Jalan Pasar Pagi. Ketiga jalan ini kan sudah lama tersohor karena ciri khas masing-masing. Kalau Mangga Dua itu terkenal sebagai pusat bisnis pakaian, di Pasar Pagi tersohor sebagai sentra perdagangan tekstil dan alat tulis kantor. Sementara kita tahu kawasan Gajah Mada terkenal sebagai pusat perdagangan elektronik terbesar," kata Andy.

Lebih lanjut Andy mengatakan, dengan hadirnya moda transportasi umum bus transjakarta saat ini, apartemen 24 lantai tersebut ideal untuk mereka yang bekerja di kawasan Harmoni, Jalan Merdeka Barat, Timur, Utara, dan Selatan, serta Jalan Sudirman dan Thamrin. Dengan menggunakan bus transjakarta, penghuni apartemen hanya membutuhkan waktu 10-15 menit untuk sampai ke kantor.

"Ini solusi paling ekonomis bagi mereka yang selama ini tinggal di Bodetabek, tapi bekerja di koridor Gajah Mada, Hayam Wuruk, Thamrin, dan Sudirman. Kalau Senin sampai Jumat mereka bisa tinggal di apartemen ini, sementara Jumat malam hingga Minggu mereka bisa kembali ke rumahnya di pinggir pusat kota," kata Andy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com