Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ah... Pemerintah Kurang "Political Will" Mengurus Perumahan Rakyat!

Kompas.com - 21/10/2013, 18:16 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Perumahan Rakyat Mohammad Yusuf Asy'ari, Pemerintah, khususnya Presiden RI, kurang memiliki political will atas persoalan perumahan rakyat. Demikian hal itu dia sampaikan pada tasyakuran gelar doktornya di Jakarta, Senin (21/10/2013) siang.

Yusuf mengaku menghabiskan waktu tiga tahun dalam mengerjakan disertasinya pada Program Doktor Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Dalam kesempatan tersebut, Yusuf membeberkan temuan dan saran-sarannya kepada rekan dan pers.

Dalam penelitian yang dituangkan dalam disertasinya, Yusuf menemukan delapan hal. Pertama, Yusuf menemukan bahwa kehadiran lembaga-lembaga yang berurusan dengan kebijakan perumahan di tingkat nasional dianggap cukup memadai untuk dapat menghasilkan rumusan regulasi urusan perumahan rakyat. Kedua, Republik Indonesia menganut sistem bi-kameral. Hingga saat ini, posisi DPD inferior dibandingkan dengan DPR.

"Ketiga, kurangnya political will dari Presiden atau Pemerintah dalam mengatur dan mengurus perumahan rakyat," kata Yusuf.

Keempat, Yusuf mengatakan bahwa dalam masalah desetralisasi teritorial masih banyak ditemui aturan pelaksanaan yang belum dibuat. Bahkan, lanjut dia, ada ketidakcocokan antara PP 38/2007 dan PP 41/2007.

Kelima, Yusuf menilai bahwa Kemenpera adalah lembaga ujung tombak untuk masalah implementasi kebijakan perumahan rakyat. Keenam, dilihat dari aspek desentralisasi fungsional, Perum Perumnas adalah satu-satunya BUMN yang diserahi tugas sebagai provider perumahan rakyat. Sementara ihwal peran Perum Perumnas ini, Yusuf mengungkapkan saat ini ada keragu-raguan pemerintah aras peran Perumnas.

"Tampaknya, posisi dan peran Perumnas diragukan. Dari wawancara saya dengan Dahlan Iskan, dia juga lagi mikir-mikir peran Perumnas. Tapi, dia juga sedang mikir-mikir apa peran semua BUMN. Masa depan Perumnas ini agak repot," kata Yusuf.

Namun, Yusuf melanjutkan, dilihat dari kepentingannya, Perumnas adalah satu-satunya provider perumahan rakyat sehingga sangat dirasakan kepentingannya.

"Ke depan, saya usulkan jangan diragukan kepentingannya, tapi diperkuat. Kalau Perumnas tidak dibantu, dia tidak akan bisa eksis dengan baik. Kemudian, masih diberi beban profit," katanya.

Sementara temuan ketujuh, Yusuf menemukan bahwa dari aspek desentralilasi teritorial, eksistensi kelembagaan untuk implementasi kebijakan perumahan di daerah otonom masih lemah.

"Dari segi implementasi kebijakan perumahan rakyat, di daerah tidak jelas posisi Dinas Perumahan. Kalau toh ada, dia ada di bagian paling bawah. Urusannya hanya urusan perizinan. Ini yang menyebabkan peran Pemda mengenai urusan perumahan tidak berjalan baik," ujarnya.

Yusuf mencontohkan Kota Depok. Menurutnya, Depok tidak memiliki anggaran perumahan. Urusan perumahan sepenuhnya diserahkan kepada pengembang. Adapun dalam hal ini pemerintah daerah hanya mengambil fungsi enabled, tapi tidak akan pernah berkontribusi dalam pengurangan backlog.

Terakhir, dia juga menemukan bahwa faktor-faktor yang potensial berperan penting dalam urusan perumahan rakyat tercatat sekurang-kurangnya 20 faktor yang berpengaruh.

"Keduapuluh faktor itu kalau dikelola dengan baik akan membantu pengelolaan perumahan rakyat. Kalau tidak dikelola dengan baik akan menghambat," tandasnya.

Belakangan, Yusuf menyebutkan masalah-masalah tersebut di antaranya terdapat masalah pertanahan, pembiayaan, dan kelembagaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com