Bisnis mal, misalnya. Jauh sebelum dibangunnya Margo City dan Depok Town Square yang sejak 2005 berdiri berhadap-hadapan di Jalan Margonda Raya, pusat belanja terbesar di Depok cuma dikuasai oleh dua mal saja, yaitu Plaza Depok dan Mal Depok.
Memang, selama kurun 2005 sampai 2006, Depok mulai menggeliat. Seiring dibukanya ruas jalan menuju tol Cijago, pembangunan pusat belanja pun bertambah pesat plus deretan ruko-ruko di sepanjang jalur protokol tersebut.
Daya tarik tol sanggup mempercepat berubahnya wajah Depok. Menjual daya tarik akses tol Cijago dan tol Desari, tadi misalnya, proyek besar lain yang bertumbuhan kemudian adalah hunian vertikal, yang hingga saat ini masih tergolong "produk baru". Proyek besar tersebut meliputi Apartemen Margonda Residence 1-5, Apartemen Taman Melati, Park View Condominium, Saladdin Square, serta Cinere Bellevue Suites.
Semua itu belum terhitung pembangunan ruko-ruko atau pusat belanja di sepanjang jalan Margonda Raya sebagai "jantung" Kota Depok.
Kepada para wartawan di Balaikota Depok, Selasa (13/08/2013) silam, Kepala Bagian Pemerintahan Kota Depok, yang juga Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Dudi Miradz mengatakan, empat jalan tol tersebut saat ini tengah dalam program percepatan pembangunan. Program percepatan digulirkan setelah didorong melalui surat yang dilayangkan Kementerian Pekerjaan Umum kepada Pemerintah Kota Depok.
Rencanannya, pembangunan tol Cici akan diawali pada November 2013 nanti. Sementara itu, untuk tol Cina, progresnya sudah mencapai 81 persen sehingga pihak P2T Depok terus berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk membantu arahan soal peta bidang.
"Harus ada percepatan, karena targetnya tahun 2013 tuntas. Segmen Bogor sudah mencapai 95 persen. Sementara segmen Depok baru 81 persen. Kementrian PU sudah surati Sekda untuk percepatan," ujar Dudi.
Jalur Jalan Margonda Raya yang semula cuma terbagi atas 2 jalur, perlahan tapi pasti mulai diperlebar hingga terakhir menjadi 4 jalur di kanan dan di kiri. Ini sekaligus stimulan bagi pemegang modal, seperti pengusaha mal dan apartemen tadi, yang terus saja melihat Depok sebagai kawasan dengan potensi investasi menjanjikan.
Akan tetapi, dampak akselerasi pembangunan ruang komersial ini menyulap tatanan Depok menjadi semrawut. Depok seolah berkembang tanpa cetak biru yang jelas dan berorientasi jangka panjang.
"Saya tidak tahu siapa dan apanya yang salah, tapi seharusnya tidak seperti ini mengatur sebuah kota yang padatnya seperti Jakarta. Ini bukan permainan Leggo yang kalau salah tinggal cabut partikelnya dan pasang lagi dengan partikel yang lebih pas," ujar seorang warga.
Warga lain menimpali, bahwa selama lima tahun menjadi warga Depok membuatnya berkesimpulan kota ini tumbuh tanpa konsep yang jelas. Alih-alih menjadi se-"gaul" kota tetangganya, Jakarta, Depok menjadi kota yang serba tanggung.
Lihat saja, Margonda yang penuh sesak dan tidak karuan dengan aneka tempat nongkrong. Sementara daerah-daerah lain seperti Depok II, Beji, Juanda, dan lain-lain seperti daerah tanggung yang tidak jelas "pergerakannya".
"Mau jadi kota banget, tanggung. Jadi kampung, gak juga. Bingung, kan?," tambahnya.