Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI Rate Naik, Sektor Perumahan Tak Terganggu

Kompas.com - 13/09/2013, 09:59 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kembali naiknya suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 7,25 persen, Kamis (12/9/2013), dianggap berbagai kalangan tidak akan mengganggu sektor properti, terutama perumahan. Pasar perumahan tetap besar, karena selisih antara rumah terbangun dan kebutuhan sebanyak 15 juta unit. Tahun depan, bahkan akan bertambah menjadi 15,65 juta unit.

Hal tersebut dikemukakan Pengamat Properti, Panangian Simanungkalit kepada Kompas.com, Jumat (13/9/2013). Menurutnya, kebutuhan perumahan tidak terlalu terganggu, karena pihak perbankan juga sudah berpengalaman menghadapi kenaikan BI Rate.

CIMB Niaga, contohnya. Bank swasta asing ini sudah menaikkan suku bunga, bahkan sejak pertengahan Agustus 2013 dengan besaran 50 basis poin.

"Kenaikan BI Rate tidak perlu dikhawatirkan. Bagi kalangan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sudah tersedia fasilitas KPR subsidi dengan bunga tetap 15 tahun. Nah, yang harus diperhatikan adalah menjaga dan mempertahankan daya beli kalangan MBR ini. Selain itu, pemerintah harus mendorong dan memonitor pasokan rumah untuk MBR. Merekalah yang selalu jadi kontributor terbesar angka back log di Indonesia. Dari back log 15 juta unit, 75 persen berasal dari MBR," paparnya.

Jadi, lanjutnya, suku bunga naik atau turun, harga rumah akan tetap naik. Bahkan semakin tidak terjangkau. Tidak ada waktu yang tidak tepat dalam membeli rumah, karena harganya pasti naik dengan rerata 10 persen sampai 15 persen.

Hal senada diungkapkan CEO dan Presiden Direktur Relife Property, Ghofar Rozaq Nazila. Pengembang perumahan menengah bawah menilai prospek bisnis perumahan tetap bagus dan menarik, kendati suku bunga KPR mengalami lonjakan akibat perubahan BI Rate.

"Mungkin dalam jangka pendek penjualan kami akan sedikit terganggu karena bunga KPR naik dan pengetatan kredit dari perbankan, tapi jangka menengah dan panjang masih sangat menjanjikan," ujar Ghofar.

Pihaknya tidak merasa khawatir, karena dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, gejolak tak hanya berasal dari perubahan suku bunga. Melainkan juga kenaikan tarif BBM, inflasi, dan bahkan krisis finansial global. Oleh karena itu, diperlukan strategi khusus yang lebih segmented agar pengembang dapat bertahan di tengah kondisi apa pun.

"Strategi yang kami tempuh adalah penguatan kerjasama dengan pihak perbankan, penguatan (manajemen) internal, pengetatan manajemen arus kas dan kerapian administrasi," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau