Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Kementerian Perumahan Rakyat...

Kompas.com - 10/09/2013, 13:02 WIB
Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerhati properti dari Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, menyayangkan peran Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) lebih banyak bersifat mikro. Untuk urusan penyediaan perumahan rakyat dengan skema KPR FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), Kemenpera lebih banyak sibuk mengurusi pameran-pameran rumah bersubsidi tersebut.

"Ke mana saja tim ahli Kemenpera untuk dapat membuat kebijakan perumahan yang pro-rakyat? Tanpa mengurangi niat baik pemerintah menyosialisasikan FLPP; tetapi prinsipnya adalah, sebagai pemangku kebijakan publik, seharusnya pemerintah (Kemenpera) bertindak sebagai regulator, bukan sebagai penyelenggara pameran. Tak ada urgensinya Kemenpera sebagai penyelenggara pameran atau event organizer," ujar Ali dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (10/9/2013).

Ali mencatat, sejak penggantian Menteri Perumahan Rakyat dari Suharso Monoarfa ke Djan Faridz, relatif tidak ada kebijakan masuk akal dan seharusnya dijalankan oleh Kemenpera. Alih-alih malah menghentikan penyaluran FLPP pada akhir 2011 lalu, sampai saat ini pemerintah seakan tidak mengindahkan apa yang terjadi di masyarakat dan cenderung tidak mengerti bagaimana harus melakukan atau membuat kebijakan pro-rakyat dan pro-pasar.

"Mungkin ada benarnya bila banyak pihak yang mengatakan bahwa pemerintah kita saat ini merupakan pemerintah autopilot, termasuk masalah perumahan rakyat. Ada atau tidaknya Kementerian Perumahan Rakyat saat ini ternyata tidak ada pengaruhnya," kata Ali.

Dia menambahkan, sangat tidak efektif bila Kemenpera berjalan tanpa arah dan tujuan jelas. Terlebih lagi, sejak dulu Indonesia tidak punya blue print perumahan rakyat dan tetap berjalan tanpa arah. Beberapa hal yang tidak berjalan dengan baik dan tanpa arah itu antara lain:

- Program 1.000 menara setelah 6 tahun berjalan sejak 2007 sampai saat ini tidak ada perubahan atau penyempurnaan. Program ini dibiarkan menjadi permasalahan yang tak kunjung terselesaikan. Banyaknya peraturan dan batasan yang seharusnya menjadi pekerjaan rumah Menpera saat ini tidak dilakukan.

- Konsep FLPP yang seharusnya menjadi dana yang terus tumbuh untuk penyediaan dana rumah rakyat ternyata tidak dilanjutkan sebagaimana konsepnya terdahulu sehingga pelaksanaan FLPP menjadi tidak jelas.

- Penyaluran FLPP yang sarat dengan kepentingan pihak perbankan.

- Janji Menpera Djan Faridz sejak awal 2012 untuk membebaskan biaya perizinan, PAM, dan PLN sampai saat ini tidak pernah terlaksana.

- Kerja sama untuk penyediaan tanah dengan beberapa pemda hanya produk MoU dan tidak ada realisasi.

- Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis untuk UU Hunian Berimbang dan UU Rusun pun sampai saat ini belum ada dan tidak mendapat perhatian dari Kemenpera.

- Pengaturan dana bantuan PSU yang belum lancar, dan lainnya. 

"Sangat ironis melihat pekerjaan rumah utama Kemenpera tidak diselesaikan. Di sisi lain, Kemenpera malah melakukan sosialisasi pembelanjaan iklan di media massa untuk bantuan rumah swadaya dan melakukan pameran-pameran membuang anggaran. Apakah ada yang salah dalam cara berpikir Kemenpera saat ini?" ujar Ali. 

Ali mengatakan, bantuan rumah swadaya relatif dapat menjadi program kerja sama dengan Kementerian Sosial. Hal tersebut bukan tugas utama Kemenpera. Ia bilang, sangat disayangkan sebuah kementerian tidak tahu prioritas dalam melakukan pekerjaannya.

"Sebagai Menpera seharusnya dapat memegang amanah karena UU Dasar 1945 jelas disebutkan bahwa pemerintah sebagai penanggung jawab penyediaan rumah rakyat. Bila Kemenpera tidak berfungsi dengan sebagaimana mestinya, maka sebaiknya perlu sebuah reformasi mengganti kementerian yang ada dengan lembaga yang lebih dapat bertindak lebih efektif untuk rakyat yang lebih sejahtera," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau