Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengembang Tentang Reformasi Agraria

Kompas.com - 03/09/2013, 08:12 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

NEW DELHI, KOMPAS.com - Setelah lebih dari satu abad, tepatnya 119 tahun, India melaksanakan regulasi pertanahan produk era kolonial Inggris, mereka sekarang bakal punya penggantinya. 

Reformasi agraria yang sudah berlangsung selama beberapa tahun itu dan tersusun dalam draf Undang-undang pertanahan baru, akhirnya disahkan oleh majelis rendah Parlemen India pada Kamis (29/8/2013) lalu.

Aturan baru ini, dirancang untuk memastikan bahwa pemilik lahan atau petani mendapat kompensasi yang cukup ketika tanah mereka digunakan untuk pembangunan. Mereka, terutama yang berada di perdesaan, akan mendapatkan bayaran empat kali nilai pasar yang berlaku di daerah perdesaan dan dua kali harga pasar di daerah perkotaan.

Undang-undang baru ini juga mengikat pemerintah, negara dan perusahaan swasta yang memperoleh tanah harus mengalokasikan anggaran untuk membangun permukiman bagi warga atau pemilik yang lahannya telah diakuisisi. Tak sebatas itu, revisi aturan ini juga mengharuskan perusahaan swasta mendapat persetujuan dari 80 persen anggota keluarga yang lahannya kena gusur, agar bisa melanjutkan proyeknya.
 
Meskipun reformasi agraria ini dimaksudkan untuk membuat aturan yang lebih jelas dan mempercepat proses pembebasan lahan, namun para pelaku industri properti justru menentangnya. Mereka beranggapan bahwa peraturan ini akan memicu biaya pembangunan,  dan harga properti, semakin membengkak. Selain itu, berpotensi menyebabkan penundaan proyek.
 
President of the Confederation of Indian Industry (CII), S Gopalakrishnan, mengatakan biaya yang lebih tinggi ini bisa membuat proyek dan industri menjadi tidak layak dan memicu ekonomi biaya tinggi di India secara keseluruhan. Sehingga menyebabkan penundaan karena harus mendapatkan persetujuan dari begitu banyak pemilik lahan.

Hal senada diutarakan Managing Director of Land Service Jones Lang LaSalle India, Mayank Saksena. Menurutnya, bagi pengembang, biaya tanah akan meningkat secara signifikan, dan akan mempengaruhi biaya proyek dan selisih keuntungan.

"Valuasi tanah sudah tinggi dan akan semakin melambung ketika pembebasan lahan menjadi lebih sulit. Siapapun tanpa land bank yang ada, sekarang akan mengalami peningkatan biaya lebih besar untuk melakukan sebuah pengembangan," katanya.
 
Selain itu, proses pembebasan lahan bisa memakan waktu hingga lima tahun. Menurut Chairman The Federation of Indian Chambers of Commerce and Industry, Gopala Krishnan, reformasi akan berlaku retrospektif dalam kasus-kasus tertentu.

"Penerapan secara retrospektif dari RUU itu akan sangat mempengaruhi proyek industri yang sedang berlangsung. Lamanya proses pembebasan lahan akan mengakibatkan penundaan dan over budget meningkat," kata Gopalakrishnan.

Reformasi tanah juga bisa mengakibatkan pengembang terlibat dalam perselisihan, karena beberapa orang dalam keluarga yang lahannya tergusur memiliki pandangan dan pendapat yang berbeda.

COO Hindustan Construction Company (HCC), Rajgopal Nogja, menilai, dengan bergulirnya isu ini secara terbuka, ada risiko yang sangat tinggi secara litigasi. Investor yang telah membenamkan modalnya dalam jumlah besar harus ekstra hati-hati.

Silang pendapat yang terjadi di India, tampaknya tak begitu berpengaruh terhadap kepastian diberlakukan tidaknya RUU ini. Kendati masih harus disetujui oleh majelis tinggi parlemen sebelum bisa diundangkan, namun biasanya, ini hanya sebuah formalitas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com