Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangunan Properti Kembali Memakan Korban....

Kompas.com - 23/07/2013, 16:22 WIB
Tabita Diela

Penulis

Sumber Dailymail

kotaku.com Meiju tinggal tanpa pasokan air maupun listrik. Aliran air telah dimatikan pada bulan Januari, sementara listrik dipadamkan pada Februari.

kotaku.com Tempat tinggal yang teralienasi dari lingkungan sekitar disebut

kotaku.com Kasus

KOMPAS.com - Sekali lagi, pesatnya pembangunan properti di China memakan korban. Kali ini,  terjadi di Rui'an, Provinsi Zhejiang, China. Seorang penduduk bernama Zheng Meiju menolak pindah dari rumahnya lantaran tidak puas dengan jumlah kompensasi yang ditawarkan. Akibat tindakan protesnya tersebut, Zheng Meiju harus tinggal di dalam gedung apartemen yang telah dihancurkan sebagian.

Meiju tinggal tanpa pasokan air maupun listrik. Aliran air telah dimatikan pada bulan Januari, sementara listrik dipadamkan pada Februari. Ia dituntut untuk beradaptasi dengan lingkungan "baru". Sejak pemutusan tersebut, Zheng Meiju tentu harus mengumpulkan sendiri air bagi keperluan sanitasi, memasak, membersihkan rumah, dan bahkan minum.

Setiap hari Meiju harus pergi ke rumah temannya untuk mengisi ember-ember air. Ia harus  mengambil air setiap hari dengan perjalanan bolak-balik yang memerlukan waktu 20 hingga 30 menit. Cuaca panas tidak mempermudah keadaan. Sumber lain menyebutkan bahwa Meiju sering menghabiskan waktu di tempat temannya pada siang hari, serta kembali ke rumahnya pada malam hari.

"Saya harus kembali ke rumah tersebut setiap hari, berjaga-jaga jika mereka meruntuhkan rumah saya secara diam-diam," was was Meiju.

Situs berita China, XinhuaNet mempublikasikan foto-foto gedung tempat tinggal Meiju. Tempat tinggalnya, yang kini disebut dengan "nail house", tampak seperti gedung terbelah dua. Tidak hanya sanitasi rumah tersebut yang kini dipertanyakan, keamanannya juga demikian.

Secara spesifik, Meiju mengutarakan alasan tindakannya tersebut. Ia bukan penduduk lokal, karenanya mendapat kompensasi dari perusahaan konstruksi lebih sedikit jika dibandingkan dengan penduduk lokal. Masalahnya, dia tidak memiliki cukup uang untuk mencari tempat tinggal lain. Selain Meiju, ada pula kasus-kasus lain yang tidak disebabkan karena masalah uang.

Meiju tidak sendirian. Selama paruh pertama 2013 ini, beberapa berita seputar aksi protes warga China atas kompensasi bangunan yang kurang dari ekspektasi menghias koran-koran setempat, bahkan portal berita dunia. Praktik semacam ini bermula pada tahun 1990-an. Perusahaan-perusahaan konstruksi tidak mengusir pemilik rumah, namun tetap "menekan" mereka untuk meninggalkannya.

Berkat media sosial, kenyataan tersebut mendapat sorotan lebih tajam. Hal ini sebenarnya tidak menyelesaikan masalah. Perusahaan konstruksi, pengembang, dan sokongan pemerintah pada perusahaan-perusahaan tersebut terpaksa menunggu hingga pemilik rumah bersedia meninggalkan rumahnya. Hasilnya, China memiliki "nail house", rumah-rumah yang berdiri dengan canggung di antara bangunan-bangunan modern, mewah, atau bahkan jalan raya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Dailymail

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com