JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa waktu yang lalu, Gubernur DKI
Jakarta Joko Widodo sempat menekankan pentingnya mengedepankan kebudayaan
Betawi. Bentuk pengutamaan tersebut, antara lain penggunaan baju daerah bagi pegawai pemprov, hingga pembuatan gedung-gedung berarsitektur khas Betawi. Interpretasi
arsitektur khas Betawi tersebut salah satunya sudah diimplementasikan dalam Jakarta Box Tower di pusat
kota Jakarta.
Meski dipandang sebagai iktikad baik pelestarian budaya, namun masih keraguan pada akademisi dan praktisi di bidang
arsitektur. Benarkah arsitektur khas Betawi tepat dipatenkan sebagai
identitas Jakarta? Apakah tidak ada ruang bagi arsitektur daerah lain untuk berkembang di kota ini? Lagipula, seberapa urgensi pembangunan gedung dengan arsitektur Betawi, mengingat identitas
Kota Jakarta tidak hanya dibentuk dari arsitektur semata.
Pertanyaan ini menjadi salah satu "motor penggerak" dalam
focus discussion group bertajuk "
Identitas Kota Jakarta" yang diselenggarakan Ikatan
Arsitektur Indonesia (IAI) di Jakarta Design Center, Kamis (27/6). Diskusi tersebut dihadiri perwakilan Pemda DKI Jakarta Poernomo Singgih, Akademisi dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna, Akademisi dari ITB Ismeth Belgawan Harun, budayawan dari Lembaga Budaya Betawi Tatang Hidayat, serta arsitek Achmad Noerzaman.
Dalam diskusi tersebut, Noerzaman mengungkapkan Jokowi sempat bimbang, tepatkah menerapkan arsitektur Betawi pada kota Jakarta yang tidak hanya milik orang Betawi. Menurutnya, lebih tepat bila Jakarta tidak hanya menerapkan arsitektur khas Betawi, namun juga arsitektur nusantara.
Hal senada disampaikan oleh Poernomo. Ia mengatakan, sulit menginterpretasikan identitas Jakarta dalam bangunan-bangunan.
Arsitektur Betawi itu kalau diatur dengan sangat rigid akan mematikan kreatifitas. Sementara di sisi lain, identitas sangat kompleks jika dirumuskan dalam satu kesepakatan.
"Saya pikir, bukan hal yang salah jika kita punya satu ciri, tapi jangan sampai kota menjadi sangat monoton. Saya tidak ingin orang dipaksa, lalu menjadi terpaksa. Kalau ini kita terapkan dalam konteks kreatifitas, kita harus hati-hati. Jangan sampai mengebiri kreatifitas," tandas Purnomo.
Benang merah diskusi ini mengemuka bahwa ciri khas kota Jakarta memang tidak hanya terbatas pada arsitektur Betawi. Perilaku, kebiasaan, serta nilai yang dianut masing-masing pribadi masyarakat Jakarta jauh lebih dapat menciptakan "ambience", nuansa khas Jakarta.
Oleh karenanya, pembangunan nilai-nilai yang dianut masyarakat sama, bahkan mungkin lebih penting ketimbang bangunan. Pemaksaan lewat berbagai peraturan dapat menciptakan kebiasaan dan pada akhirnya "melahirkan" budaya. Budaya ini, menurut para ahli, memerlukan insentif dan disentif untuk menjaganya sesuai dengan aturan yang berlaku.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.