Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Lewatkan, Candra Naya Batavia Festival di Superblok Green Central City!

Kompas.com - 21/06/2013, 18:57 WIB
Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Candra Naya Batavia Festival kembali digelar meriah di kawasan cagar budaya peninggalan bersejarah Candra Naya, Green Central City, Jl Gajahmada 188, Jakarta Barat. Festival ini diselenggarakan mulai Jumat (21/6/2013) hingga Minggu (23/6/2013) dalam rangka memperingati ulang tahun kota Jakarta ke-486.

"Juga untuk melestarikan kekayaan budaya kita, baik bangunan Candra Naya itu sendiri, maupun budaya Betawi yang tumbuh dan berkembang," ujar Chief Operating Officer Green Central City, Martono Hadipranoto kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (21/6/2013).

Martono kembali mengungkapkan, gedung bersejarah Candra Naya kini berada di dalam kompleks Green Central City, yaitu kawasan superblok hunian baru di kawasan Jakarta Kota. Selain menawarkan investasi hunian, lanjut dia, keberadaan Candra Naya sebagai warisan sejarah memberikan nilai tersendiri.

"Candra Naya dipilih untuk festival ini karena kita tahu perkembangan budaya Betawi sebagian dilahirkan di sini sejak abad-18 silam dan ini akan menjadi agenda tahunan," kata Martono.

Martono menambahkan, pihaknya menggelar festival bersama-sama lembaga swadaya masyarakat cinta budaya seperti Koko-Cici Jakarta, Aspertina (Asosiasi Peranakan Indonesia Tionghoa), PINTI (Perempuan Perhimpunan Tionghoa Indonesia), Gema Inti (Generasi Muda Indonesia Tionghoa), PSMTI DKI (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia), PPIT (Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok), IPTI (Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesia), daln lainnya. Ia berharap, festival ini menjadi keriaan bersama masyarakat Jakarta.

Sekilas Candra Naya

Gedung ini awalnya bernama Landhuis Kroekoet yang knii dilindungi oleh Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Menilik keberadaannya, Candra Naya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan seni dan budaya Betawi di Batavia di masa silam. 

Budaya Betawi merupakan budaya yang mestizo, terbentuk karena percampuran dari berbagai pengaruh kekayaan budaya, baik tradisional Jawa, Sunda, Cina, Belanda, maupun berbagai pengaruh budaya dan seni bangsa lain yang pernah berada di kawasan "Jayakarta’" ini. 

"Kita kenal tanjidor yang mendapat pengaruh kuat dari Belanda. Ada juga gambang kromong sebagai hasil perkawinan seni dari Tiongkok, juga Keroncong Tugu yang mendapat pengaruh kuat dari seni musik bangsa Portugis, serta musik rebana dari Arab. Belum lagi bicara kulinernya, tentu perlu diwariskan," kata Martono. 

Setelah keluarga tuan tanah Khouw, salah satu keturunan pemilik Candra Naya, yaitu Khouw Kim An, diangkat Belanda sebagai Majoor de Chineezen. Sejak itu, Khouw Kim An menjadi pemimpin masyarakat Cina pada 1910-1916 dan 1927-1942. Khouw Kim An sendiri pernah menjadi tawanan ketika Jepang menduduki Indonesia.

Usai Perang Dunia II, gedung Candra Naya dimanfaatkan untuk kegiatan Yayasan Sin Ming Hui (Terang Hati), yaitu semacam perkumpulan olah raga, kemudian berubah menjadi poliklinik, klub fotografi, dan sebagainya. Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia, fungsi bangunan banyak digunakan sebagai tempat kegiatan sosial budaya.

"Karenanya, Candra Naya Batavia Festival ini sangat penting karena Candra Naya sendiri adalah sejarah," kata Martono.

Bagi masyarakat Jakarta dan sekitarnya yang tertarik, selama tiga hari ke depan, mulai pukul 10.00 sampai 19.00, festival ini akan menyuguhi aneka kuliner khas Betawi, teater budaya Betawi, tarian-tarian Barongsai, Wushu Pan Guangyao Laoshi, Angklung  Mei Zou Sukabumi, Tanjidor dan Palang Pintu, tari Betawi, Ondel-ondel, Pameran Kaligrafi, serta Lukisan Kain sepanjang 30 meter. Para pengunjung juga bisa menikmati "’foto bergaya Tiongkok kuno" di stan pakaian Tionghoa atau mengikuti Ramah Tamah Koko dan Cici 2013.

Sebagai puncak acara, Minggu (23/6/2013) sore, festival akan ditutup dengan penyusunan Seribu Bungkus Bakcang Replika Monumen Nasional oleh Koko  Cici Jakarta. 

"Pembuatan replika Monas dari tumpukan 1000 bakcang dalam Bakcang Shake ini adalah yang pertama kali ada, dan merupakan simbol solidaritas dan penghargaan yang sangat tinggi terhadap Jakarta yang sangat kaya dengan budaya," kata Yeslin Ongly, Ketua Panitya Bakcang Shake.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com