Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catat... Pemerintah Janji "Tahan" Suku Bunga KPR Bersubsidi!

Kompas.com - 14/06/2013, 10:23 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perumahan Rakyat berjanji untuk menahan tingkat suku bunga kredit pemilikan rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah walaupun suku bunga acuan BI (BI Rate) naik menjadi 6 persen. Bank tengah menunggu dampak kenaikan suku bunga itu.

Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz, di Jakarta, Kamis (13/6/2013), menyampaikan komitmen untuk mempertahankan tingkat suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Saat ini, KPR bersubsidi melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dipatok memiliki tingkat suku bunga tetap (fixed rate) sebesar 7,25 persen per tahun untuk tenor pinjaman 20 tahun.

KPR bersubsidi ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan maksimum Rp 3,5 juta per bulan untuk kepemilikan rumah tapak dan maksimum Rp 5,5 juta per bulan untuk kepemilikan rumah susun.

"Apabila terjadi koreksi pada BI Rate (suku bunga acuan), kami berupaya mudah-mudahan suku bunga KPR bersubsidi tidak ikut naik," ujarnya.

Meski demikian, Djan Faridz sebelumnya telah menyampaikan rencana pemerintah untuk menaikkan harga patokan rumah bersubsidi sebagai antisipasi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (Baca: Waduh... Patokan Harga Rumah Murah Naik!).

Harga maksimum rumah tapak bersubsidi saat ini dipatok di kisaran Rp 88 juta-Rp 145 juta per unit, sedangkan rumah susun bersubsidi maksimum Rp 144 juta per unit. Adapun besaran kenaikan harga patokan rumah tersebut masih dikaji.

Naiknya suku bunga acuan BI dikhawatirkan turut mengerek kenaikan suku bunga pinjaman perbankan. Namun, jika kenaikan suku bunga terjadi, tidak akan serta-merta atau segera. Bank masih menunggu, sejauh mana dampak kenaikan BI Rate itu.

Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menyampaikan, bank tetap memperhitungkan risiko akibat kenaikan bunga pinjaman.

"Kalau bank menaikkan suku bunga pinjaman, tetapi ada potensi kredit bermasalah naik, lebih baik bank menekan margin tanpa menaikkan suku bunga," ujar Sigit.

Komponen suku bunga antara lain biaya dana, biaya operasional pemberian kredit, dan margin. Bank terutama akan menghitung, apakah biaya dana meningkat akibat kenaikan suku bunga acuan BI.

Berisiko

Kenaikan biaya dana itu mungkin terjadi apabila bank meningkatkan suku bunga simpanan. Meski demikian, menurut Sigit, menaikkan suku bunga pinjaman dalam kondisi perekonomian yang tidak menentu seperti saat ini cukup berisiko.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja menyatakan saat ini akan melihat kondisi lebih dulu. Sejak Mei 2013, BCA sudah menaikkan suku bunga deposito.

"Kalau laju pinjaman tetap kencang, padahal mau agak menekan laju pinjaman, terpaksa suku bunga pinjaman dinaikkan," kata Jahja.

Namun, tegas Jahja, langkah itu tak akan dilakukan sekarang. Perbankan akan melihat suasana dan kondisi perekonomian pasca-kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi lebih dulu.

Paparan Bank Indonesia, pertumbuhan kredit tahunan mencapai 21,9 persen per April 2013, turun dibandingkan posisi Maret 2013 yang sebesar 22,2 persen.

"Pertumbuhan kredit yang melambat ini sejalan dengan perlambatan ekonomi domestik," kata Direktur Departemen Komunikasi Peter Jacobs. (LKT/IDR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com