Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KONSULTASI INVESTASISteven Eric Lazuardi
Sekilas tentang Steven The Steven Eric Lazuardi adalah konsultan Hokiplus. Lahir di Jambi, 2 Januari 1975, Steven mendalami ilmu china kuno dari nenek dan orangtuanya.Ia beberapa kali tampil di televisi swasta.

Pemilik Shio Macan, Seorang "Leader" dan Pebisnis yang Kalem

Kompas.com - 12/06/2013, 11:51 WIB

Oleh The Steven Eric Lazuardi

Tanya: Bapak Erik, saya mau tanya, kira-kira pekerjaan apa yang cocok untuk saya? Seandainya saya ingin mendirikan usaha, kira-kira harus di bidang apa? Usia saya 24 tahun, saya lahir pada 5 Agustus1986.

Terima kasih!

(Bagus Diantoro/Tulung Agung/dianzo_86@yahoo.co.id)

Jawab

Terima kasih atas pertanyaan Bapak. Semoga, Bapak Bagus Diantoro dan sekeluarga
selalu sehat walafiat dan dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Dalam menapak karir, dunia pekerjaan kantoran maupun wirausaha mempunyai tantangan
tersendiri untuk meraih kesuksesan. Seperti halnya bisnis di bidang properti,  yang saat ini banyak orang mempertanyakan apakah harga tanah dan rumah sudah terlalu mahal.

Memang, eskalasi kenaikan harga dalam dunia properti yang signifikan membuat banyak
investor ragu berinvestasi. Seperti halnya yang terjadi pada 6 tahun terakhir ini,
harga-harga ruko di daerah Jakarta, terutama di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara, telah
menapaki harga Rp 6 miliar lebih dan harga tanah per meter mencapai Rp 20 jutaan lebih.
Bahkan, hal itu juga terjadi di kawasan Pantai Indah Kapuk dan beberapa daerah lainnya,
karena Jakarta menjadi patokan kenaikan untuk harga tanah maupun rumah di kawasan lainnya.

Memang, meskipun di daerah lainnya masih banyak peluang membeli tanah dan rumah dengan harga murah, berdasarkan pantauan, sejumlah daerah strategis juga mengalami kenaikan signifikan.
Kenaikan terjadi di daerah pusat keramaian atau di daerah yang mempunyai lokasi strategis,
seperti dekat mal dan pusat perbelanjaan. Daerah-daerah yang memiliki area komersil selalu menjadi daerah incaran yang sedap bagi para investor.

Pertanyaannya, apa yang menjadi patokan harga properti bila disebut mahal? Ini menjadi pertanyaan
sejumlah kalangan, karena slogan yang selalu digaungkan para developer adalah 'beli sekarang,
bulan depan harga akan naik'.

Semua hal ini menjadi sebuah dilema bagi kaum pebisnis, terutama di usaha perdagangan perorangan seperti penyewaan ruko yang harganya terus naik setiap tahun. Bisa dibayangkan, bila harga sewa sebuah ruko mencapai harga Rp 300 juta per tahun di daerah yang telah disebutkan tadi, maka berapa omzet penjualan harus dicapai si penyewa? Sementara itu, di sisi lain seorang pengusaha dibebankan dengan banyaknya pengeluaran lain, mulai biaya sewa gedung, tenaga kerja, pajak, maintanance, persaingan dagang, dan lain-lainnya.

Inflasi terus terjadi dan uang yang dimiliki akan berkurang dari nilainya terhadap barang
yang bisa dibeli. Kebutuhan hidup kian hari juga semakin bertambah. Sejumlah pengusaha pun
menjadi stres.

Patokan NJOP atau Nilai Jual Objek Pajak yang ditentukan oleh pemerintah sepertinya sudah tidak
bisa menjadi acuan jelas lantaran banyaknya spekulan properti. Harga properti semakin hari semakin
tak terkendali, bahkan mencapai sebuah titik jenuh.

Saat ini, kenaikan harga properti juga ada kaitannya dengan turunnya harga emas. Emas dan tanah
selalu berbarengan, demikian juga dengan harga dolar. Semua ini adalah kantong investasi bagi
investor.

Harga properti tidak akan bubble atau mengelembung bila suku bunga pinjaman banking, terutama KPR, tidak naik. Ini adalah anggapan dari sejumlah investor properti. Namun, pengeluaran yang berlebihan suka membuat sejumlah pengusaha meraih keuntungan. Terbukti, dengan banyaknya kios, rumah ataupun rukan tidak dihuni oleh majikannya karena sulitnya menyewakan real estatenya. Oleh karena itu, perlu hati-hati dalam berinvetasi dan menjadi pebisnis yang meninggalkan banyak hutang di mana-mana.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com