KOMPAS.com - Lagi, China membuat berita. Laman-laman popular tak pernah absen mengabarkan fenomena yang terjadi di Negeri Tirai Bambu ini. Setelah heboh dengan gedung kantor mirip kelamin pria, kini tren terbaru yang terjadi di sana adalah tingginya tingkat perceraian.
Ya fenomena anyar di Beijing ini sangat menarik diikuti. Apa sebab? karena perceraian di kalangan pasangan muda tersebut terjadi bukan karena percekcokan akibat ketidakcocokan atau kekerasan dalam rumah tangga. Melainkan dipicu oleh kondominium.
Pertanyaan menggelitik adalah, kenapa harus bercerai? Begini ceritanya; Pemerintah China, seperti dilaporkan kantor berita CNN, telah memberlakukan aturan pengenaan pajak tambahan sebesar 20 persen pada setiap keluarga (rumah tangga) yang menjual rumah atau kondominium kedua. Selain itu, pemerintah setempat juga membatasi kepemilikan properti individual di mana satu keluarga hanya boleh memiliki satu hunian. Jelas kebijakan ini menimbulkan konsekuensi "menggelikan". Ribuan pasangan pun pergi ke kantor catatan sipil guna mendapatkan surat cerai. Mereka memilih untuk bercerai supaya bisa menginvestasikan uangnya di kondominium tanpa batasan dan pengenaan pajak tambahan.
Sebagaimana kita ketahui pasar properti China mengalami perubahan sangat pesat. Ditandai harga properti yang sangat tinggi. Agar lajunya terkendali, pemerintah setempat melakukan langkah-langkah prevensi sebelum gelembung properti terjadi dan pecah sehingga menyeret sektor ekonomi lainnya yang berpotensi mengancam stabilitas sosial. Salah satu cara untuk melakukan itu adalah meningkatkan pajak atas transaksi real estat. Pada 1 Maret 2013, Dewan Negara China di Beijing pun mengenakan pajak tambahan sebesar 20% atas penjualan rumah kedua dan menaikkan pajak hingga 60% pada pasangan yang membeli rumah kedua.
Sebetulnya, sangat beralasan pemerintah setempat mengerem laju properti. Karena saat ini pasar properti di sana sedang dalam momentum buyer's market. Mereka tidak akan membiarkan rakyat China memarkir uangnya lebih dari 50.000 dollar AS (Rp 483,5 juta) di luar negeri untuk investasi. Oleh karena itu, belanja properti di negeri sendiri merupakan alternatif investasi terbaik saat ini. Khususnya di negara di mana kepemilikan properti sebagai aset, masih dianggap sebagai fenomena baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.