JAKARTA, KOMPAS.com - Pasokan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah masih sangat kurang di tengah semarak pertumbuhan properti. Pengembang perumahan diingatkan untuk tetap peduli memasok rumah murah.
Hal itu dikemukakan Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) Sri Hartoyo dalam pembukaan pameran properti REI Expo ke-26 2013 di Jakarta, Sabtu (4/5/2013). Pameran properti yang diselenggarakan Realestat Indonesia (REI) itu dijadwalkan berlangsung pada 4-12 Mei 2013.
Hingga triwulan I-2013, Januari-Maret, penyerapan rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah sebanyak 22.385 unit senilai Rp 1,121 triliun atau hanya 18,5 persen dari target pemerintah sebanyak 121.000 unit pada tahun ini. Total anggaran untuk penyerapan kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi sebesar Rp 10 triliun yang dihimpun dari dana pemerintah Rp 7 triliun dan perbankan Rp 3 triliun.
Sri mengemukakan, penyerapan rendah disebabkan pasokan rumah sederhana bersubsidi, baik rumah susun maupun rumah tapak, masih sangat sedikit. Hal itu antara lain dipicu masalah harga tanah yang mahal, khususnya di DKI Jakarta.
Selain itu, usulan Kemenpera untuk menaikkan patokan harga rumah susun bersubsidi yang bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) final 1 persen hingga kini belum dikabulkan Menteri Keuangan. Patokan harga rumah susun bersubsidi diusulkan naik dari Rp 4 juta per meter persegi menjadi Rp 7 juta per meter persegi. Jika ukuran rumah subsidi 36 meter persegi, harganya diusulkan naik dari Rp 144 juta per unit menjadi Rp 252 juta.
Berdasarkan pantauan Kompas, rumah-rumah di wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat yang ditawarkan dalam REI Expo ke-26 2013 didominasi rumah dengan harga mulai dari Rp 300 juta hingga miliaran rupiah per unit. Sri mengakui, kebutuhan rumah di Indonesia sangat tinggi dan kelas menengah terus berkembang sehingga produk rumah menengah atas semakin banyak peminatnya. Namun, tidak seluruh masyarakat yang giat mencari rumah berpenghasilan menengah atas.
"Pemerintah tidak alergi dengan rumah mewah dan menengah, tetapi sebaiknya ada peluang yang sama bagi seluruh lapisan masyarakat untuk memiliki rumah. Berilah kesempatan bagi masyarakat untuk memperoleh info penyediaan rumah subsidi," ujar Sri.
Regulasi
Ketua Dewan Pimpinan Pusat REI Setyo Maharso mengemukakan, harus ada konsistensi pemerintah untuk mengeluarkan regulasi yang pro masyarakat berpenghasilan rendah. Selama ini koordinasi antarpemerintah masih minim sehingga membingungkan dunia usaha.
"Kalau regulasi tersendat-sendat, jangan salahkan pengembang jika enggan memasok rumah sederhana subsidi," ujarnya.
Menurut Setyo, ketika pemerintah menghentikan sementara regulasi fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) bersubsidi tahun lalu, pengembang rumah murah lantas beralih ke rumah menengah. Ternyata, rumah menengah pun terserap habis.
"Kalau rumah menengah saja laku habis, buat apa jual yang murah?" ujarnya.
Sementara itu, grup pengembang besar asal Jakarta semakin ekspansif untuk membangun rumah menengah atas ke daerah-daerah, di antaranya Ciputra Group, Lippo Group, dan Agung Podomoro Group. Hal itu dipicu tingginya permintaan rumah di daerah, migrasi penduduk, bertumbuhnya tingkat pendapatan, dan suku bunga kredit perumahan yang kompetitif dari perbankan.
Tren pengembangan properti ke daerah kian marak dalam tiga tahun terakhir. Sentra penjualan properti REI di luar Jawa meliputi Riau, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Rumah yang laku keras terutama di kisaran harga Rp 200 juta-Rp 600 juta per unit. Harga rumah di daerah-daerah juga terus menunjukkan kenaikan. (LKT/K02/* )
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.