Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Andy K Natanael: "Siapa Bilang Properti Kita di Titik Jenuh?"

Kompas.com - 19/09/2012, 13:57 WIB

KOMPAS.com - Sebagai seorang pemasar properti yang tengah "naik daun", Andy K. Natanael (41) mengaku berani menjamin kondisi properti di Indonesia saat ini dan ke depan sangat baik. Chief Marketing Officer di PT Modernland Realty Tbk ini mengaku tidak setuju jika ada yang mengatakan, bahwa harga properti saat ini terus meningkat tetapi pembelinya semakin menurun.

"Memang, di beberapa tempat harga properti sudah mencapai titik jenuh. Tapi, harus juga diingat, bahwa konsumen kita masih banyak sekali yang mempunyai rasa bangga untuk bisa mendapatkan properti. Itu potensinya," kata Andy kepada Kompas.com.

Andy, secara retoris mengatakan, untuk apa sebetulnya alasan orang membeli barang atau produk. Menurut dia, ternyata ada empat hal atau alasan orang membeli sesuatu barang atau produk, terutama properti. 

"Pertama, orang membeli karena need, atau karena alasan kebutuhan.

"Saya beli baju ini karena saya memang butuh, terserah mau bajunya warna apa, saya harus beli karena butuh baju. Begitu juga kalau perut sedang lapar, apa saja di meja makan bisa kita lahap, yang penting makan, karena kita memang sedang butuh makan," kata Andy.

Alasan kedua adalah want atau ingin. Andy membedakan alasan ini dengan need.

"Saya butuh baju, maka saya beli baju, di situ ada kebutuhannya. Saya butuh baju untuk kerja, tapi saya ingin warna putih. Berarti sudah ada keinginan, sehingga alasannya bukan cuma butuh. Di situ ada dua alasan mengapa saya beli baju," ujarnya. 

Alasan ketiga, lanjut Andy, orang membeli karena love, lantaran cinta atau sayang.

"Anda membelikan baju untuk isteri Anda karena cinta. Anda membelikan isteri bunga atau berlian, itu kan juga karena cinta. Tapi, hasilnya akan berbeda kalau Anda membelikannya karena butuh. Kalau demikian, Anda membeli karena terpaksa," katanya sambil terbahak.

Alasan keempat, tutur Andy, adalah membeli karena prestise, karena mempertahankan gengsi. 

"Kalau kita sudah tahu keempat alasan itu, kita enak sekali menjual produk properti kita. Itu alasan saya kenapa tidak setuju properti kita mengalami titik jenuh dan terjadi bubble (menggelembung)," kata Andy.

"Anda lihat sendiri, orang-orang di perbankan itu ahli hitung-hitungan ekonomi. Sampai hari ini, perbankan masih memberikan fixed tingkat bunga KPR dua tahun. Nah, kalau mereka sudah menghitung akan terjadi bubble, mana berani mereka kasih fixed dua tahun," ujarnya. 

Selain itu, menurut Andy, pemerintah pun mengerti bahaya kondisi properti yang mendekati bubble. Tak heran, kata dia, pemerintah menetapkan uang muka (DP) rumah 30% untuk semua unit rumah yang luas bangunannya di atas 70 meter persegi.

"Nah, sementara yang namanya pengusaha itu juga harus pintar, harus selalu inovatif dan kreatif, sehingga dibuatlah misalnya unitnya hanya 69,5 meter persegi. Itu di bawah 70 meter persegi, kan?" kata Andy, kembali terbahak.

Untuk itu, Andy melanjutkan, dirinya mengatakan kondisi properti Indonesia saat ini tetap aman dalam arti flat atau datar. Semua butuh terobosan kreatif dari semua pihak.

"Kalau dibilang booming tidak, dikatakan bubble juga tidak," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com