JAKARTA, KOMPAS.com - Rumah murah versi Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz dengan sistem beton pracetak memang sulit untuk direnovasi ulang. Namun, konsep ini rupanya cocok diproduksi secara massal.
Demikian diungkapkan oleh Ridwan Kamil, arsitek dari PT Urbane Indonesia, di Jakarta, Rabu (18/4/2012). Menurutnya, kesulitan renovasi dikarenakan cetakannya berasal dari pabrik. Ketika rusak, langkah yang bisa dilakukan dengan menambal sulam akan mengurangi sisi estetikanya.
"Kualitasnya memang kurang bagus. Kalau rusak lalu mau diganti nanti tergantung pada finishingnya. Pracetak dengan diekspos akan kelihatan mana yang asli dan mana tambalan" kata Ridwan.
Meski demikian, menurut pria yang akrab disapa Emil ini, sistem beton pracetak cocok dikampanyekan untuk perumahan rakyat berskala besar.
"Pracetak itu dipakai karena alasan kecepatan. Orang ingin cepat membangun, maka pakai sistem ini. Cocok untuk perumahan rakyat dengan skala besar, tapi tidak tepat untuk rumah pribadi karena konstruksinya jadi lebih mahal," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, rumah dengan sistem beton pracetak seharga Rp 25 juta yang digagas Menpera Djan Faridz sempat menuai kritik dari para pengembang. Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI), Setyo Maharso, pada akhir Maret 2012 lalu mengatakan, rumah murah Menpera memiliki konstruksi berbeda sehingga menyulitkan pemilik rumah untuk merenovasi.
Selain konstruksi, pengembang juga meragukan "murahnya" harga rumah tersebut. Setyo mengatakan, bila dihitung dengan memasukkan keramik, plafon, dan atap asbes, harganya jelas melebihi Rp 25 juta.
"Kalau dihitung-hitung harganya Rp 32 juta, sama seperti yang dibuat oleh para pengembang sebelumnya," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.