Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sensasi "Desert Safari" di Qatar

Kompas.com - 16/04/2012, 22:39 WIB

KOMPAS.com - Pertama kali menjejakkan kaki di Qatar saat pesawat Qatar Airways mendarat di bandara Internasional Doha, Jumat (6/4/12), bayangan bahwa negeri itu hanya akan menyajikan pemandangan padang pasir langsung sirna. Ternyata, barisan lampu menghiasi kota Doha, ketika kami yang tergabung dalam tim Honda untuk nonton langsung MotoGP Qatar, melakukan perjalanan sekitar 15 menit dari bandara menuju hotel Ramada Plaza, Doha.

Terangnya lampu yang memenuhi setiap sudut kota, membuat Qatar seperti tak tidur meskipun waktu sudah menunjukkan pukul 22.30. Padahal, jumlah kendaraan dan orang yang lalu-lalang tak seramai ketika saya berada di Jakarta. Cuacanya pun tak seperti yang dibayangkan sebelumnya, karena ternyata cukup dingin lantaran angin yang berembus terbilang kencang.

Mungkin karena kami datang saat Qatar sedang mengalami musim semi, sehingga suhu udara berkisar antara 20 - 30 derajat celcius. Padahal, negara dengan luas hanya 11.437 kilometer per segi itu memiliki iklim ekstrem, di mana saat musim dingin bisa lebih rendah dari 10 derajat celcius, sedangkan saat musim panas lebih dari 30 derajat celcius, yang artinya sangat panas.

Ketika bangun pagi, semuanya menjadi lebih jelas. Ternyata, negara yang sedang gencar melakukan pembangunan sebagai persiapan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 tersebut menyulap kondisi alamnya yang serba pasir itu menjadi deretan gedung tinggi nan megah. "Semua itu hanyalah bagian dari kampanye menyambut Piala Dunia, meskipun gedung-gedung itu tak dipakai untuk aktivitas," ujar Johny, WNI yang sudah 6 tahun bekerja di Qatar.

Memang, Doha berubah menjadi kota modern. Limpahan gas dan minyak bumi membuat mereka dengan mudah mewujudkan apa yang menjadi keinginan. "Saking kayanya, uang dari FIFA (Federasi sepak bola dunia) sebagai hak tuan rumah, dikembalikan. Bahkan, stadion-stadion yang sekarang dibangun akan dibongkar lagi saat Piala Dunia selesai," tambah Johny.

Ya, itulah Qatar yang sangat "sombong" karena memiliki kekayaan alam melimpah. Wajar jika negara yang terletak di sebuah semenanjung kecil di Jazirah Arab ini memberikan gaji yang tinggi kepada para pekerjanya, di mana pegawai terendah di lingkungan pemerintahan mendapat bayaran sekitar 8.000 dollar AS. Luar biasa!

Maka, wajar jika mereka memiliki beberapa bangunan mewah yang sempat kami kunjungi. Tempat-tempat itu antara lain Museum of Islamic Art, yang di dalamnya terdapat koleksi tentang Islam, yang barang-barangnya berasal dari Spanyol, Mesin, Iran, Irak, Turki, India, dan Asia Tengah. Museum dengan luas 45.000 meter per segi ini dibangun di atas air dan dikelilingi taman.

Selain itu ada desa budaya, yaitu Katara Village, yang terletak antara Doha West Bay dan Mutiara. Banyak organisasi Qatar yang berkantor di sini, termasuk Perkumpulan Engineering Qatar, Qatar Fine Arts Society, Visual Art Centre, Qatar Photographic Society, Childhood Cultural Centre, Theatre Society and Qatar Music Academy.

Bangunan mewah lainnya adalah pusat perbelanjaan Villaggio Mall, yang terletak di Zona Aspire di ujung barat Doha. Di dalam mall ini terdapat banyak toko yang menjual barang-barang merek terkenal di AS, Inggris, Italia, dan Jerman. Yang lebih menarik, desainnya cukup mengagumkan karena langit-langit mall satu lantai ini dibikin seolah-olah kita berada di alam terbuka, dan ada grand canal sehingga pengunjung bisa naik sampan ketika menikmati mall yang luas ini.

Namun yang membuat saya sangat terkesan ketika berada di Qatar adalah wisata padang pasir alias desert safari. Negara dengan jumlah penduduk 1,8 juta jiwa tersebut (sensus 2011) memanfaatkan kondisi alamnya itu untuk membuat wisatawan selalu mengingatnya.

Nama padang gurun tempat yang terletak 70 kilometer dari Doha adalah Khor Al Udaid, yang ada di wilayah selatan Qatar. Menempuh perjalanan sekitar setengah jam dari Doha, kami sampai di kawasan itu, yang disebut-sebut sebagai wisata gurun pasir terbaik di seluruh negeri Arab.

"Setiap wisatawan yang datang ke Qatar pasti ingin merasakan safari gurun pasir karena di sinilah wisata gurun terbaik, meskipun ada juga wisata padang pasir di negara lain di Arab," jelas pemandu wisata asal Nepal yang menemani kami, Harry.

Sebelum memulai safari padang pasir, saya dan beberapa rekan mencoba hiburan lain yaitu menunggang unta, setelah membayar 20 Riyal Qatar (sekitar Rp 50.000). Usai merasakan sensasi berada di punggung binatang padang pasir tersebut meskipun tak lebih dari lima menit, kami memulai petualang padang pasir menggunakan mobil yang diperuntukkan medan berat. Total, ada tujuh mobil yang dipakai rombongan kami.

Ban mobil terlebih dahulu digembosi biar mencapai kondisi ideal untuk melintasi padang pasir. Setelah itu perjalanan yang menegangkan dimulai. Mirip reli Dakar, mobil melewati medan berpasir yang tidak berujung. Beberapa manuver pun dilakukan saat mobil melintasi jalur miring ataupun menuruni jalur yang terjal.

"Aduh, bikin jantung ini mau copot saja. Sopir sampai stres mendengar kami semua berteriak," ujar Reni, ibu rumah tangga yang ikut dalam mobil untuk rombongan wanita.

Safari gurun pasir ini berlangsung selama sekitar tiga jam. Pada pukul 13.00, kami kembali ke Doha, dengan lebih dulu singgah ke base camp para pemandu wisata di padang gurun itu, yang terletak di bibir pantai. Biaya safari ini tak bisa dipastikan, karena tergantung agen dan musim.

"Saya tidak tahu berapa biaya pasti untuk wisata ini. Biasanya sudah diatur oleh agen wisatanya, dan bayaran itu sudah termasuk penggunaan mobil," jelas Harry.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com