Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dulu Penjual Sepatu, Kini CEO Sukses

Kompas.com - 09/11/2011, 17:51 WIB

KOMPAS.com - Bak kacang tak lupa kulitnya, Go Hengky Setiawan mengaku tak bisa melupakan masa mudanya di tahun 70-an. Berkeliling Pulau Jawa, bahkan sampai ke Bali membawa koper-koper berisi sepatu kulit yang akan dijualnya ke toko-toko. Usianya waktu itu masih 18 tahun, baru lulus SMA.

Lahir di Ambulu, Jember, Jawa Timur, Go Hengky Setiawan tumbuh di Surabaya. Sejak duduk di bangku sekolah dasar (SD) hingga SMA, ia besar dan menempuh pendidikannya di kota tersebut. Meski terhitung keluarga pengusaha, anak ke-10 dari 11 bersaudara ini lebih memilih menjadi wirausahawan ketimbang kuliah yang berbiaya besar.

"Saya memang tidak kuliah. Tahun 1977 itu, begitu lulus langsung dagang sepatu. Saya berdua sopir keliling Jawa. Satu kali kami berdua pernah ngebut dengan mobil malam-malam dari Solo ke Salatiga. Itu untuk mengejar waktu, takut tokonya sudah tutup," kenang Hengky, panggilan akrabnya.

Hengky mengakui, usaha home industry yang dijalaninya itu memang butuh perjuangan. Setelah lebih kurang lima sampai enam tahun berjalan, usaha itu akhirnya kandas. Kredit macet menjegal keuntungannya.

"Ternyata bisnis sepatu memang tidak gampang. Banyak toko yang utang bayar, sementara lama-lama modal saya habis. Bagaimana tidak, wong ongkos produksinya dibayar kontan, tapi begitu pembayarannya malah diutangi terus," kata lelaki kelahiran 8 Januari 1957 ini.

Kredit macet tak bisa dihindari. Banyak toko langganannya ingkar janji dengan mengulur-ngulur waktu pembayaran yang mestinya maksimal jatuh tempo hanya tiga bulan. Di sisi lain, pabriknya terus produksi dan tetap mengeluarkan ongkos operasional. Hengky pun memutuskan menutup pabrik sepatu itu.

Kapok? Nyatanya, tidak. Selepas itu, Hengky banting stir ke bisnis furnitur. Ia mendirikan toko di Surabaya.

"Saya menjual barang-barang furnitur milik kakak dari kakak ipar saya. Furniturnya dari Taiwan," tutur Hengky.

Hasilnya, bisnis ini pun tidak sukses ia jalani. Sampai akhirnya, pada 1988, Hengky memutuskan pindah ke Jakarta. Di kota ini, ia malah terjun ke bidang properti. Ia ikut pamannya, Mukmin Ali Gunawan, pemilik Bank Panin yang juga berbisnis properti.

"Properti itu bisnis yang bagus, karena sejak dulu harga tanah tidak pernah turun dan tak bisa lagi diproduksi," ujarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com