Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komodo, Tetaplah Menjadi Keajaiban Dunia

Kompas.com - 06/06/2011, 18:13 WIB

Siang itu, serombongan orang dalam kelompok yang berbeda mengunjungi sebuah bangunan di kawasan Hoschgasse, Zurich, Swiss. Bangunan dengan halaman rumput yang mengelilinginya itu tak menonjol. Namun, inilah alamat yang digunakan New7Wonders Foundation, penyelenggara pemilihan Tujuh Keajaiban Alam Baru.

Meski menjadi alamat New7Wonders Foundation, pada awal Mei itu tak ada kegiatan apa pun di lokasi tersebut. Semua pintu dan jendelanya tertutup rapat. Tak ada papan nama atau tulisan yang berkaitan dengan New7Wonders Foundation. Hanya ada tulisan Heidi Weber Haus von Le Corbusier.

Seorang warga Zurich yang tengah berada di Hoschgasse menyebutkan, bangunan itu kadang dikunjungi orang karena arsitek bangunannya Le Corbusier. Dia seorang arsitek Swiss yang juga menjadi perencana kota, pelukis, dan pemahat. Le Corbusier populer lewat perannya dalam modernisme.

Tahun 1967 bangunan itu berdiri dan menjadi museum atau galeri pribadi Heidi Weber. Entah apakah ada hubungan antara Heidi Weber dengan Bernard Weber, Presiden dan Penggagas New7Wonders Foundation.

Namun yang jelas, pada kertas yang ditempelkan di salah satu kaca bangunan itu hanya tertulis, museum dibuka bulan Juli, Agustus, September, setiap Sabtu-Minggu, pukul 14.00-17.00. Tanpa ada tulisan atau pertanda apa pun tentang keberadaan New7Wonders Foundation di lokasi itu.

”Saya ngobrol dengan beberapa jurnalis dari media massa di Swiss, ternyata tak satu pun dari mereka yang tahu atau bercerita tentang New7Wonders Foundation. Kalau benar dikenal di sini, biasanya mereka memberi selamat (untuk Indonesia lewat Dubes RI di Swiss) karena Komodo (Taman Nasional Komodo/TNK) masuk nomine,” kata Djoko Susilo, Duta Besar Indonesia untuk Swiss yang ditemui di Kedutaan RI di Bern, Swiss.

Serombongan mahasiswa jurusan arsitektur dari Finlandia yang awal Mei itu mengunjungi galeri Heidi Weber juga tak tahu kaitan New7Wonders Foundation dengan museum pribadi tersebut. ”Kami hanya ingin melihat karya Le Corbusier,” kata seorang mahasiswa.

Serombongan kecil lain pengunjung galeri pribadi itu berasal dari Indonesia. Mereka mengunjungi tempat itu berkaitan dengan New7Wonders Foundation, lembaga yang menyelenggarakan pemilihan ”Tujuh Keajaiban Alam Baru” lewat voting (jajak pendapat) di dunia maya.

”Vote Komodo”

Sejak akhir tahun 2007, TNK menjadi salah satu kawasan yang dikampanyekan untuk dipilih sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia atau New7Wonders (N7W). Dalam situsnya, New7Wonders Foundation antara lain menyebutkan, deklarasi ke-7 keajaiban alam baru itu akan diumumkan pada 11-11-2011.

Semula terdapat 77 lokasi yang terdaftar, namun setelah terseleksi dan hasil voting, maka terpilih 21 lokasi, termasuk TNK. Selain Tujuh Keajaiban Alam Baru, di situs itu juga termuat, antara lain, tentang Animals of N7W of Nature dan Flower & Plants of N7W of Nature.

Nah, untuk mendukung agar TNK menjadi salah satu dari Tujuh Keajaiban Alam Baru versi New7Wonders Foundation, Kementerian Budaya dan Pariwisata (Kembudpar) selama sekitar tiga tahun mengeluarkan dana miliaran rupiah untuk membiayai promosi dan kampanye ”Vote Komodo” di banyak tempat.

Bahkan Indonesia disebut-sebut bakal menjadi tuan rumah untuk pengumuman pemenang Tujuh Keajaiban Alam Baru itu. Masalah muncul setelah New7Wonders Foundation mensyaratkan Kembudpar menyediakan sekitar 45 juta dollar AS sebagai tuan rumah pengumuman Tujuh Keajaiban Alam Baru. Rinciannya, dana ”tanda jadi” sebagai tuan rumah 10 juta dollar dan sisanya untuk penyelenggaraan acara. Kembudpar menilai permintaan New7Wonders Foundation itu tak realistis.

Nyata di dunia maya

Berawal tahun 2007 Kembudpar mendaftarkan tiga lokasi untuk Tujuh Keajaiban Alam Baru, yakni TNK, Danau Toba, dan Gunung Anak Krakatau. Untuk keikutsertaan itu, setiap lokasi yang diajukan kepada New7Wonders Foundation dikenai biaya administrasi 199 dollar AS. Artinya, untuk pendaftaran tiga lokasi itu Kembudpar mengeluarkan 597 dollar AS.

Ketika itu disebutkan ada 440 lokasi dari 220 negara yang menjadi nomine Tujuh Keajaiban Alam Baru. Pada Juli 2009, dari Indonesia hanya TNK yang masuk nomine dan menjadi salah satu dari 28 finalis Tujuh Keajaiban Baru. Masuknya TNK disebutkan sebagai hasil voting yang berlangsung lewat dunia maya, www.new7wonders.com.

Situs New7Wonders Foundation itu, seperti juga situs lainnya, dilengkapi sistem voting yang bisa dibuat dan diakses orang. Untuk memopulerkan TNK, Kembudpar sebenarnya bisa membuat sendiri situsnya, lalu mengampanyekan situs tersebut guna menarik pengunjung agar mengenal lebih jauh TNK atau tempat tujuan wisata lain di Nusantara.

Namun, ”keterikatan” pada Tujuh Keajaiban Alam Baru rupanya membuat pembicaraan Kembudpar dan New7Wonders Foundation mengarah pada kemungkinan Indonesia menjadi tuan rumah pengumuman perhelatan itu. Desember 2010 muncul persyaratan dari New7Wonders Foundation agar Indonesia membayar ”tanda jadi” 10 juta dollar AS. Ini membuat Kembudpar ”terenyak”.

Apalagi, akhir Desember 2010 TNK pun diancam akan dieliminasi sebagai finalis. Alasan New7Wonders Foundation, tak ada finalisasi atas kemungkinan Indonesia menjadi tuan rumah pengumuman Tujuh Keajaiban Alam Baru.

Dengan semua kerumitan itu, sebenarnya masuk atau tidaknya TNK dalam Tujuh Keajaiban Alam Baru versi New7Wonders Foundation bisa menjadi pembelajaran betapa penting mengecek ulang tawaran ”kompetisi” sekaligus memahami latar belakang dan kualitas penyelenggaranya. Adakah manfaatnya untuk bangsa ini? Apa beda voting situs itu dengan SMS dalam acara Indonesian Idol misalnya?

Apa pun yang terjadi, TNK tetaplah menjadi keajaiban dunia. Meski menarik sebagai tujuan wisata, sebaiknya konservasi dan habitat TNK dijaga dan menjadi pertimbangan yang penting agar tetap lestari. (Chris Pudjiastuti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com