Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agus Susanto: Kopi Luwak, Brand Lokal yang Mengglobal

Kompas.com - 25/05/2011, 19:35 WIB

KOMPAS.com - Siapa bilang produk dalam negeri kalah dengan produk luar negeri? Kafe Kopi Luwak mungkin bisa jadi salah satu contoh betapa tempat ngopi ini bisa bersaing dengan tempat ngopi global seperti Starbucks ataupun Coffee Bean. Kopi Luwak kini menjadi brand Indonesia yang disegani, yang mampu bersaing dengan dua brand ini.

Lihatlah, kini di mal-mal terkemuka di Jakarta dan beberapa kota di Indonesia, Kopi Luwak hadir di tengah-tengah brand lainnya seperti Starbucks. Sampai Mei 2011, ada 10 gerai Kopi Luwak di Jakarta dan 10 gerai lainnya di luar Jakarta.

Kopi Luwak awalnya nama merek kopi milik pengusaha asal Semarang, Tan Hak See, yang dimulai tahun 1965 silam. Kopi ini dijual di Pasar Peterongan, Semarang, dengan alat sederhana. Sejak tahun 1999, Kopi Luwak menjadi brand premium. Kini Kopi Luwak makin dikenal dan digemari. Ketenaran Kopi Luwak bahkan pernah dibahas oleh Oprah Winfrey, host televisi terkenal dari Amerika Serikat. 

Untuk mengembangkan bisnis Kopi Luwak, Agus Susanto melibatkan anak-anak dan menantunya yaitu Henry Fernando (33) menantu pertama, yang bertanggung jawab operasional kafe dan istrinya, Melia Susanti (33), anak pertama Agus Susanto memiliki hobi memasak. Henry mendalami bisnis di University of San Fransisco, Amerika Serikat.

Selain itu, Agus Susanto didukung juga oleh dua anak lainnya nya yaitu Jeffry Susanto (30) yang bertanggung jawab dalam produksi kopi, dan Vivien Susanti (26) yang menangani promosi dan desain kafe-kafe Kopi Luwak. Semuanya saling mendukung untuk membesarkan Kopi Luwak. Kopi Luwak akan terus membuka gerai baru di Indonesia, dan merambah mancanegara.

Berikut ini wawancara dengan Agus Susanto, pemilik Kopi Luwak, didampingi menantunya Henry Fernando, bersama Robert Adhi Ksp di gerai Kopi Luwak, Plaza Indonesia, Jakarta, Rabu (25/5/11).

Bagaimana awal mula bisnis Kopi Luwak?
Kopi Luwak awalnya nama merek kopi milik papa saya, Tan Hak See, yang dimulai tahun 1965 silam. Dulu papa membuat kopi dengan alat sederhana dan menjualnya di Pasar Peterongan Semarang. Ukurannya cuma 9 x 25 meter. Papa mengajak dua anaknya, termasuk saya, untuk ikut memasak kopi giling dan mengepaknya. Para pembeli Kopi Luwak umumnya dari luar kota dan biasanya untuk oleh-oleh.

Setelah saya lulus dari SMA Karangturi Semarang, saya mulai terlibat mengembangkan usaha pemasaran dan meningkatkan kualitas kopi sesuai perkembangan zaman. Pada tahun 1980-an, pembuatan Kopi Luwak mulai dengan mesin buatan Jerman sehingga produksinya bisa tiga sampai lima ton per hari. Ketika masih dibuat manual, produksinya hanya 800 kilogram per hari. Kopi Luwak merupakan blending dari beragam rasa sehingga tidak monoton.

Apa yang Anda lakukan untuk memperluas bisnis ini?
Untuk memperkuat brand image, saya memperluas bisnis ini dengan membangun sejumlah kafe di Jakarta dan Semarang. Awalnya saya membangun kafe Kopi Luwak di Bandara Ahmad Yani tahun 2002 dan kemudian di Java Mall di Semarang tahun 2003. Kopi Luwak pernah dibuka di Makro dan Hero Puri Anjasmoro, Semarang, namun karena sulit berkembang, akhirnya yang kini masih bertahan hanya di Bandara Ahmad Yani dan Java Mall di Semarang.

Setelah itu saya dibantu dua putri saya Melia Susanti dan Vivien Susanti, putra saya Jeffry Susanto, dan menantu saya Henry Fernando, memperluas pembangunan kafe itu di Jakarta dengan membuka di Mal Kelapa Gading, Atrium Senen, Mal Ciputra Grogol, Blok M Plaza. Bertambahnya mal-mal baru di Jakarta, membuat kami juga membuka gerai Kopi Luwak di Grand Indonesia, Plaza Indonesia (extension), Pacific Place, Rasuna Epicentrum, Central Park, dan FX Sudirman.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau