KOMPAS.com - Michael Riady (30) adalah generasi ketiga keluarga Riady, cucu taipan Mochtar Riady dan keponakan James Riady, yang sudah lama terjun dalam bidang properti. Saat ini selain sebagai CEO St Moritz, Michael Riady juga mendapat tugas baru sebagai CEO Lippo Shopping Malls.
Sebelumnya Michael pernah "berkeliling" bekerja di berbagai proyek properti Lippo, mulai dari Metropolis Town Square dan WTC Matahari Serpong di Tangerang, Cibubur Junction di Jakarta Timur, Bandung Indah Plaza di Bandung, Kemang Village di Jakarta Selatan, St Moritz di Jakarta Barat, dan kini bertanggung jawab mengelola mal-mal Lippo. Ia menargetkan Lippo memiliki 50 mal sampai tahun 2015 mendatang.
Michael seakan tak pernah berhenti belajar mendalami properti di perusahaan yang didirikan kakeknya, Mochtar Riady. "Yang membuat seorang pemimpin berbeda dengan orang biasa adalah pemimpin selalu belajar dengan keras. Pemimpin tidak pernah berhenti belajar. Contohnya Michael Jordan. Setiap hari tetap bermain basket. Sudah jago pun tetap main basket," kata Michael memberi analogi.
Lahir di Jakarta, September 1980, Michael mengenyam pendidikan TK dan SD reguler di Singapura, SMP Jakarta International School (JIS) di Kelapa Gading Jakarta. Sempat mengenyam pendidikan SMA Pelita Harapan kelas I, Michael pindah kuliah ke Los Angeles, Amerika Serikat. Dia mengambil jurusan keuangan di California State University, dan sempat bekerja di AIG dan lembaga sekuritas, lalu pindah ke law firm, khusus bidang hukum properti. Akhir tahun 2003, Michael kembali ke Indonesia, dan langsung bergabung dengan PT Lippo Karawaci Tbk sampai saat ini. Tahun 2010, Michael melanjutkan pendidikan S2-nya di University of California, Los Angeles (UCLA) Amerika Serikat, dan National University of Singapore bidang Strategic Management.
Berikut ini wawancara eksklusif dengan Michael Riady, CEO St Moritz dan CEO Lippo Shopping Malls di Jakarta, oleh Robert Adhi Kusumaputra dari Kompas.com.
Sampai Maret 2011, bagaimana perkembangan terakhir St Moritz? Juni 2010, kami baru meluncurkan menara keempat St Moritz, The New Royal. Ini melengkapi tiga menara sebelumnya yang sudah diluncurkan. The New Royal produk terbaru dengan private lift. Kami mengincar anak-anak muda yang baru lulus kuliah dan baru kerja. Dari 220 unit yang diluncurkan, 60 persen langsung terjual pada hari itu.
Awal 2011, kami melakukan topping off kondominium Ambassador. Dan kini kami mempersiapkan menara kelima yang lebih inovatif dengan skygarden, private swimming pool, dan bernuansa villa. Jadi begitu keluar ruamg tamu, penghuni kondo sudah bisa menikmati garden. Atau bisa pilih yang memiliki kolam renang, bernuansa villa, atau loft dua tingkat. Kami menawarkan banyak pilihan karena selera pembeli berbeda-beda. Kami akan meluncurkan menara kelima yang inovatif ini semester kedua tahun 2011 ini.
Apa rencana St Moritz berikutnya? Kami merencanakan membangun satu menara perkantoran, satu bangunan hotel, dan satu menara kondominium lagi. Kami menargetkan membangun itu semua awal tahun 2012.
Siapa pembeli kondominium St Moritz? Para pembelinya sebagian besar orang Jakarta dan rata-rata end-user. Mengapa kondo St Moritz laris karena di daerah sekitar ini belum ada apartemen yang memadai. Banyak keluarga yang anak-anak mereka sudah lulus, sudah bekerja, dan ingin tinggal dekat dengan orangtua. Sebanyak 90 persen pembelinya warga Jakarta Barat. Mereka tinggal di Permata Buana, Kebon Jeruk, Daan Mogot, Tomang dan sekitarnya. Jadi segmen pasar St Moritz adalah warga Jakarta Barat.
Kami tidak ingin memakan pasar pengembang lain karena pangsa pasar mereka berbeda dengan pangsa pasar St Moritz. Lokasi CBD Jakarta Barat berada di jantung permukiman. Jadi kami saling melengkapi. Kami garap pasar sendiri, pengembang lain garap pasar mereka sendiri. Kalau kanibal, mending kami tunggu dulu.
Anda optimistis dengan St Moritz? Kapan St Moritz selesai seluruhnya? Saya optimistis dengan St Moritz. Akses ke daerah ini akan makin mudah jika jalan tol JORR Ulujami-Kebon Jeruk selesai. Dan sekarang jalan tol Jakarta-Tangerang sedang diperlebar kiri-kanan.
Kami menargetkan St Moritz akan selesai seluruhnya akhir tahun 2015, atau empat tahun dari sekarang. Namun awal memulai St Moritz, itu yang susah. Bertemu dengan para tenant, orang hotel. Tapi setelah izin administrasi beres, kami tinggal membangun dan menjualnya.
St Moritz ini titik beratnya bukan superblok tapi mal. Kami akan membangun mal terluas di Indonesia dengan luas 500.000 m2. Superblok dengan kondominium, hotel, dan gedung perkantoran dibangun, untuk melengkapi mal. Jadi mal hal yang utama. Nanti lihat sendiri bentuk mal ini pada tahun 2015.
Jaringan hotel mana yang akan beroperasi di St Moritz? Lippo memang punya brand hotel Aryaduta, tapi hotel yang akan dibangun di St Moritz bukan brand Aryaduta. Bukan Aryaduta tidak bagus tapi karena Aryaduta punya segmen sendiri. Nah, segmen pasar St Moritz berbeda. Kami rasional saja dan ingin memenuhi ekspetasi customer St Moritz. Kami tidak ingin ada conflict of interest. Kalau memang tidak perlu Foodmart atau Hypermart, ya kami tak perlu memaksakan ada itu semua di properti Lippo. Jadi semua kita rangkul.
Anda mendapat tugas baru sebagai CEO Lippo Shopping Malls. Lippo belum lama ini menandatangani kerja sama dengan raksasa ritel Indonesia, Mitra Adiperkasa. Apa yang diperoleh kedua belah pihak? Betul, saya mendapat tugas baru sebagai CEO Shopping Malls, dan tugas pertama saya adalah melakukan kerja sama dengan PT Mitra Adiperkasa atau MAP pada Januari 2011. Pada tahap pertama, MAP akan membuka Debenhams di mal St Moritz dan Kemang Village masing-masing seluas 17.000 m2. Kami senang bisa bekerja sama dengan MAP yang memiliki brand lebih dari 90 merek.
Mal St Moritz dengan tiga lantai dijadwalkan beroperasi Juni-Juli 2013. Department store ada dua, Debenhams dan Matahari, untuk segmen pasar yang berbeda. Nanti rencananya Hypermart yang sudah ada lebih dulu, akan dibongkar, dan lokasinya dijadikan lokasi mal. Luas Mal St Moritz nantinya total mencapai 500.000 m2. Modelnya seperti Plaza Senayan, lebih simpel. Parkir mal memenuhi standar Pemda, yaitu sekitar 4.000 mobil. Kami mengantisipasi hal ini mengingat banyak warga yang tinggal sekitar daerah ini, mempunyai mobil.
Mengapa Lippo makin agresif membangun dan mengoperasikan mal? Sebenarnya semua orang punya kelebihan masing-masing. Setiap pasar ada opportunity. Kami memilih membangun mal. Grup Mulia misalnya memilih bangun perkantoran.
Jadi ini alasannya mengapa Lippo agresif membangun mal. Pertama, kita lihat ekonomi Indonesia, 60 persen GDP karena konsumsi. Kedua, ada tren pergeseran konsumsi dari ritel tradisional ke ritel modern. Ada tren ke sana. Ketiga, orang Indonesia umumnya suka mal, suka berbelanja. Dan satu keluarga menikmati jika pergi ke mal bersama. Inilah beda mal di Indonesia dan di Singapura. Di Indonesia, mal isinya lengkap buat keluarga.
Alasan keempat, industri ritel domestik dan internasional tertarik pada Indonesia. Coba Anda lihat, Debenhams, Zara dam lainnya ada di Indonesia. Dan ada merek-merek tertentu yang tidak dijual di Hong Kong, di China.
Dan menurut saya, Indonesia memang hebat. Coba sekarang kita lihat brand J.Co ada di Singapura dan Malaysia. J.Co kan milik orang Indonesia, Johnny Andrean. Tidak Cuma itu, banyak anak muda Indonesia yang baru lulus dari luar negeri, bersemangat mengembangkan usaha mereka sendiri, membangun bisnis mereka, seperti misalnya Sour Sally. Mereka punya jiwa wirausaha yang luar biasa.
Dan untuk seorang wirausaha, kata kuncinya adalah ekspansi. Mengapa? Karena mereka tak bisa hanya buka satu toko di satu tempat. Mereka baru bisa mencapai titik impas kalau buka 20 toko, baru dapat sedikit untung kalau punya 30 toko, dan baru dapat untung jika buka 50 toko. Nah mereka butuh mal, karena di sanalah mereka membuka gerai-gerai barunya. Mereka harus melakukan ekspansi jika usaha mau berkembang. Faktor-faktor inilah yang membuat prospek mal tetap bagus.
Hambatan apa yang muncul dalam membangun dan mengelola mal? Membangun dan mengelola mal bukan hal yang gampang, Mal paling sudah dikelola. Kalau urus hotel, tinggal terima tamu. Nah, mengelola mal harus memahami konsepnya terlebih dahulu. Dan ini butuh skill yang luar biasa. Dan Lippo justru mau masuk ke bisnis yang susah dikerjakan. Mulai dari financial, perizinan, pengetahuan konsep mal. Harga tanah juga relatif mahal. Lalu mengapa Lippo tetap fokus ke mal? Karena kami berkeyakinan prospek mal bagus.
Bagaimana Anda atau Lippo bisa sangat yakin pada prospek mal? Kami harus mencari lokasi yang pas. Contohnya Kemang. Di daerah itu sebelumnya belum punya mal yang memadai. Juga Lampung dan Ambon. Banyak kota di luar Jawa yang sebelumnya tak ada mal. Padahal semut sudah ada. Begitu kita kasih gula, semut langsung berdatangan. Kami yakin mal-mal ini akan ramai. Jadi opportunity itu ada.
Saya baru kembali dari India, yang termasuk BRIC. Dan saya berkesimpulan bahwa Indonesia lebih maju 40 tahun dari India dalam soal ritel dan mal. Merek dan brand internasional yang bisa ditemukan di banyak mal di Indonesia, tidak ada di India. Tapi India punya kelebihan lain, yaitu bidang IT. Di Bangalore, semua soal IT ada di sana. Jadi masing-masing ada kelebihan. Nah, Indonesia punya kelebihan dalam bidang wirausaha.
Saya suka berwirausaha. Entrepreneurship. Saya sangat mendukung dunia wirausaha. Di Amerika itu namanya SMI, dan di Indonesia, UKM, usaha kecil dan menengah. Sektor ini harus didukung penuh karena mereka backbone dan fondasi perekonomian.
Jika orang punya duit hanya disimpan, itu tidak baik juga. Kalau orang punya jiwa wirausaha, mereka akan membangun bisnis. Kita perlu wirausaha. Negeri ini perlu banyak wirausaha. Dan saya merasa terkesan dengan wirausaha-wirausaha muda yang saya temui, usia masih 25-30 tahun, mereka jalankan dari nol, tapi sudah punya banyak outlet. Jadi orang Indonesia punya kelebihan, yaitu jiwa wirausaha. Ini yang harus ditumbuhkan terus untuk memperkuat ekonomi Indonesia
Anda menargetkan membangun 50 mal sampai tahun 2015? Ya benar. Kami menargetkan membangun 50 mal sampai tahun 2015, atau 80 mal sampai tahun 2020. Perusahaan yang sehat kan selalu menaikkan target dua kali lipat.
Kami ingin mencontoh Westfield di Australia, Simons di Amerika, dan Capital Land di Singapura. Jadi Lippo sudah jelas, benchmark sudah jelas, visi kami mau kemana. Jadi kalau sudah komit, Lippo serius danm agresif mengembangkan mal. Kalau hanya sekadar bangun kan gampang. Membuat penyewa datang, pengunjung datang, itu butuh keahlian dan seni tersendiri.
Kami akan menjadi pemain sektor ritel di kelas menengah dengan Matahari dan Hypermart. Kami tak mau main di kelas high-end. Kami ingin menjadi terbesar, tapi tak mau hanya main di kelas high-end. Jika main di kelas middle, kami didukung para tenant dan investor.
Kami sangat yakin karena pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai 15 persen. Harus taruh di mana duit-duit itu? Sektor properti yang paling prospektif. Investor asing sudah punya alasan mengapa datang ke China dan India, karena penduduk kedua negara itu lebih 1 miliar. Dan jika bangun mal, pasti ramai. Lippo sebenarnya grup paling konservatif. Tapi kalau kami sudah sepakat, kami harus lebih agresif dari orang lain. Harus 100 kali lebih agresif.
Konservatif dalam arti fokus. Kalau kami sudah pegang komitmen, kami bisa buka 30 Times Bookstore dalam setahun misalnya. Ini yang membuat para tenant menilai Lippo serius.
Kami mendengar kisah-kisah sukses pengembang yang membangun mal. Dan mengapa kami berani? Kami sudah men-set up platform agar putaran uang lebih cepat. Banyak pengembang lain membangun mal tapi tak bisa menjualnya dan modal baru balik 9-10 tahun.
Tapi Lippo sudah men-set up platform sehingga dalam dua tahun sudah untung dan modal sudah kembali. Itu kelebihan Lippo. Mau membangun 50 mal pun, jika sudah punya platform yang jelas, skill yang memadai, semuanya tidak susah.
Pola seperti apa yang Lippo lakukan dalam urusan mal ini? Kami bisa mengakuisisi lahan, bisa BOT, bisa mengakuisisi dan bekerja sama. Intinya 50 mal sampai tahun 2015. Dan tuga saya berpikir terus agar target ini tercapai. Saat ini sudah 25 mal yang dimiliki Lippo, dan akan bertambah 25 mal lagi dalam empat tahun ke depan, sampai 2015.
Bagaimana Anda bisa menjadi CEO Lippo Shopping Malls? Saya bekerja sebagai profesional. Saya ditugaskan oleh keluarga untuk mengurus mal. Jadi saya sudah seperti tentara. Tak ada diskusi lagi. Awal November, saya menjadi CEO Lippo Malls, menggantikan profesional sebelumnya. Dan saya terima tugas ini karena saya yakin saya dapat menyelesaikan tugas-tugas ini. Dan pertama-tama karena saya memang suka pada properti. Sejak kuliah saya sudah suka bidang properti. Minat saya pada bidang properti, dan saya rasa saya kapabel di bidang ini daripada saya masuk bidang IT. Saya cepat menangkap pengetahuan properti.
Saya menekuni mal, saya menganalisis kisah-kisah sukses pengusaha mal, dan sekarang saya kenal sebagian besar peritel di Indonesia. Saya perbanyak network. Dan ke depan, saya akan membangun banyak shopping malls, apakah itu di Indonesia, atau di luar negeri.
Anda tampaknya makin sibuk setelah menjabat CEO Lippo Malls... Iya benar. Dalam satu hari, saya bertemu 10 peritel, seminggu bertemu 50 peritel, sebulan 200 orang. Semuanya retailers. Bulan April 2011, kami akan melakukan kerja sama dengan peritel lain. Jadi waktu saya, dalam satu hari ini, 70 persen untuk retailers, 20 persen untuk memikirkan strategi bisnis, dan 10 persen untuk Anda, Mas Adhi...hahaha... (Robert Adhi Kusumaputra)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.