oleh Robert Adhi Ksp
HOTEL murah, budget hotel, cheap hotel kini makin menjamur di Indonesia. Makin banyak investor dan manajemen hotel menjadikan hotel bintang dua ini salah satu andalan pendapatan.
Intiland, perusahaan pengembang terkemuka belum lama ini meluncurkan produk barunya yang dinamakan Whiz Hotel. Hotel ini hotel bintang dua plus atau acap disebut budget hotel.
Intiland memilih Malioboro, Yogyakarta sebagai lokasi Whiz pertama karena melihat perkembangan jumlah wisatawan di kota gudeg ini terus meningkat. Tahun 2010 ini, jumlah turis diprediksi mencapai 1,7 juta orang.
Mengapa Intiland memilih budget hotel? Menurut CEO Intiwhiz Moedjianto Soesilo, dari hasil survei yang dilakukan selama dua tahun, ternyata okupansi hotel tertinggi adalah hotel bintang dua dan tiga, bukan hotel bintang empat, apalagi bintang lima. Hal yang sama ditegaskan Presiden Direktur Intiland Lennard Ho.
Intiland memang pemain baru dalam industri perhotelan. Namun demikian Intiland sudah mencanangkan akan membangun 60 hotel bintang dua plus ini di berbagai kota di Indonesia dalam waktu 5 tahun ke depan.
Grup Santika milik Kompas Gramedia lebih dulu membangun Amaris, budget hotel di Panglima Polim Jakarta pada 27 September 2007. Grup Santika lalu membangun Amaris Banjar (Kalimantan Selatan), Amaris Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Amaris Panakukang, Makassar (Sulawesi Selatan), Amaris Cimanuk (Bandung), dan Amaris Palangkaraya (Kalimantan Tengah).
Hanya dalam waktu relatif singkat, Amaris sudah menyebar ke berbagai kota di Indonesia. Bulan Agustus ini, Grup Santika meluncurkan Amaris ke-8 di Jalan Diponegoro, Yogyakarta.
Sementara jaringan hotel Accor dari Perancis, sejak lama memiliki produk hotel bintang dua, yaitu Formule-1. Di Jakarta, hotel ini dibangun di kawasan Menteng. Namun jumlah Formule-1 malah tidak berkembang. Dan tampaknya baru sekarang Accor mengambil lagi pangsa pasar hotel bintang dua itu.
Selama ini Formule-1 banyak ditemukan di Eropa (Perancis, Spanyol, Inggris, Jerman, Belanda, Swedia, Beligia, Swiss) sampai Brasil, Afrika Selatan, dan Indonesia. Jumlahnya saat ini sekitar 350-an.
Di Indonesia, seorang pengusaha yang bergerak di bidang perhotelan, Imelda Sundoro yang memiliki Hotel Novotel Solo, Ibis Solo, Novotel Semarang, dan Grand Phoenix Yogyakarta dalam perbincangan dengan penulis beberapa waktu lalu mengatakan, dia melihat banyak hotel bintang lima di Jakarta yang sepi alias okupansi rendah.
Lalu Bu Imelda berpikir mengapa dia tidak membangun hotel bintang dua, hotel murah dan bersih, tapi okupansinya pasti tinggi. Karena itulah Bu Imelda bersama mitranya, Accor, membangun Hotel Formule-1 di beberapa lokasi.
Tahun 2011, Imelda Sundoro membangun empat hotel Formule-1 di Sunset Boulevard (Bali), Jalan Pierre Tendean (Semarang), Jalan Solo (Yogyakarta), dan Jakarta Barat. Tahun 2012, Imelda akan membangun Hotel Formule-1 di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan.
Simpel Pemain baru lainnya dalam industri hospitality adalah Tauzia Hotel Management yang dikenal dengan brand Harris. Presdir Tauzia, Marc Steinmeyer belum lama ini juga meluncurkan budget hotel dengan brand Pop Harris.
Hotel Pop Harris, hotel bintang dua yang dikemas menjadi budget hotel ini, akan beroperasi di Denpasar, Bali, September 2010. Setelah itu Pop Harris akan dibuka di Bandung, Semarang, Makassar, Surabaya, Jakarta Airport, Manado, Kuta Bali (2011), Denpasar Jl HOS Cokroaminoto, Yogyakarta (2012).
Desain Pop Harris sengaja bernuansa pop agar kesannya santai. Pop Harris juga dibangun dengan prinsip efisiensi dan eco-friendly. Bukan hanya pada bangunan, juga pada tempat tidur, toilet, dan atap gedung hotel.
Menurut Direktur Tauzia Christophe Glass, Pop Harris menyediakan tempat tidur king size, harga terjangkau (Rp 300.000-an), easy booking, fasilitas free wifi, free cable TV dengan 60 channel, keamanan dengan CCTV, dan makan pagi nasi jinggo atau nasi bogana.
Budget hotel makin tren karena okupansi yang tinggi. Selain praktis dan efisien, hotel ini tidak membutuhkan banyak biaya maintenance tinggi untuk kolam renang dan ballroom, yang biasanya dibebankan pada konsumen dalam tarif kamar.
Tanpa kerumitan itu, manajemen hotel cukup menyediakan kamar berukuran minimal 16 m2, bisa digunakan single maupun twin, dilengkapi toilet dan kamar mandi dengan shower, AC, TV kabel, dan jaringan internet dengan biaya terjangkau.
Hotel Whiz di Yogyakarta misalnya, memiliki 17 pegawai tetap dan 17 lainnya tenaga outsourcing, yang mengurus 102 kamar di enam lantai hotel yang berlokasi di kawasan Malioboro. Dengan investasi Rp 50 miliar (tidak termasuk tanah) atau Rp 80 miliar (berikut tanah), Intiland menargetkan mencapai titik impas 5 tahun sampai 8 tahun.
Budget hotel memang makin diminati investor karena modal cepat kembali. Hotel semacam ini dicari business travelers, yang jumlahnya makin banyak di Indonesia.
Budget hotel juga dicari para wisatawan baik domestik maupun asing. Ketika penulis mendapat kesempatan pertama menginap di Whiz Jogja, beberapa orang asing backpacker sudah datang, meskipun hotel itu belum dibuka untuk umum.
Selain itu, target pasar budget hotel ini juga adalah mereka yang berpergian rombongan baik untuk berlibur maupun keperluan dinas, keluarga yang menikmati liburan, asosiasi olahraga yang menggelar pertandingan, dan lainnya. Tarif semalam antara Rp 300.000-an dan Rp400.000 sudah termasuk pajak masih dianggap pas.
Investor maupun manajemen hotel pun optimistis budget hotel mereka mendulang uang dengan cepat. Tanah yang dibutuhkan tidak terlalu luas, antara 1.200 m2 dan 2.000 m2, namun lokasinya harus di downtown, di pusat kota. Anda juga tertarik?
*) Robert Adhi Ksp, Editor Kanal Properti Kompas.com, juga penulis buku "Panggil Aku King" (biografi legenda bulutangkis Indonesia Liem Swie King) dan buku "Banjir Kanal Timur, Karya Anak Bangsa".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.