Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Skema Baru Pembiayaan Pengaruhi Realisasi Perumahan 2010

Kompas.com - 02/08/2010, 11:01 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com - Skema baru pembiayaan dan kenaikan harga Rumah Sederhana Sehat (RSh) yang digulirkan pemerintah cukup berpengaruh terhadap realisasi pertumbuhan sektor perumahan pada 2010. 

"Sampai saat ini pengembang lebih banyak menahan dulu, menunggu kejelasan regulasinya tentang teknis pelaksanaan program fasilitas likuidasi (FL), tentu saja hal ini berakibat para pertumbuhan perumahan di Jabar dan umumnya di Indonesia," kata Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Jawa Barat, Hari Raharta dalam diskusi dengan Forum Diskusi Wartawan Ekonomi Bandung (Fordisweb) di Aula Lemlit Universitas Padjadjaran di Bandung, akhir pekan lalu.

Sebelumnya pemerintah memberlakukan skema subsidi uang muka perumahan untuk jenis RSh, namun tahun 2010 ini pemerintah mengubah dengan sistem fasiltas likuidasi yakni dengan subsidi pada bunga cicilan kredit.

Hari Raharta menyebutkan, perubahan regulasi tentang subsidi tersebut mengakibatkan pengembang menunggu kepastian skema baru dari pemerintah disamping memberlakukan harga baru.

"Pengaruh perubahan skema itu cukup besar dan stagnan. Di Jawa Barat realisasi pertumbuhan perumahan semester pertama 2010 hanya 30 persen dari target 50 ribu rumah baru" kata Hari. Jumlah tersebut jauh menurun dibandingkan periode sama tahun 2009. Padahal idealnya harus bisa merealisasikan sekitar 50 persen dari target. Ia pesimis bisa meraih target 50.000 rumah pada akhir 2010.

"Bilapun skema fasilias likuidasi sudah mendapatkan Skep Menpera pada Agustus 2010 nanti, kami rasa cukup berat pertumbuhan perumahan langsung melejit, biasanya perlu penyesuaian. Cukup berat untuk merealisasikan target tahun 2010, apalagi konsentrasi masyarakat ke Ramadhan dan Lebaran 2010," kata Hari Raharta. 

Hal sama juga diungkapkan oleh ketua Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat Indonesia (AP2ERSI) Ferry Sandiana yang menyebutkan perlunya konsolidasi dan sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat, provisi dan kabupaten/kota. 

Dalam pertemuan yang dihadiri asosiasi pengembang perumahan serta Dinas Pemukiman dan Perumahan Jawa Barat itu juga mendesak optimalisasi Tim Percepatan Pembangunan Perumahan Rakyat yang telah terbentuk sejak 2007 lalu. 

"Tim Percepatan Pembangunan Perumahan Rakyat harus berperan dalam proses mempercepat pertumbuhan perumahan, salah satunya untuk mempermuhan perizinan yang selama ini menjadi kendala bagi pengembang," kata Ferry Sandiana.

Baik Hari Raharta maupun Ferry Sandiana sepakat agar Tim Percepatan Pengembangan Perumahan yang saat ini tidak bergerak sama sekali untuk lebih proaktif karena masalah kekurangan perumahan terus meningkat.

Data terakhir, kekurangan perumahan di Jabar saat ini mencapai 1,077 juta rumah, dengan asumsi 2014 bebas kekurangan perumahan, maka Jabar dituntut untuk mampu membangun 300 ribu hingga 400 ribu rumah di Jabar.

"Tim Percepatan itu jelas harus bergerak dan ditunggu aksinya. Jangan sampai tim yang sudah dibentuk itu hanya perangkat yang tidak termanfaatkan. Program percepatan pembangunan perumahan perlu arah dan target jelas, dan itu bisa diarahkan oleh Tim Percepatan," kata Ferry Sandiana. 

Sementara itu Sekretaris Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Wawan Darmawan menyebutkan, perlunya sikap proaktif dari para bupati dan walikota dalam memfasilitasi perumahan. Pasalnya perumahan merupakan kebutuhan daerah masing-masing. 

"Perlu ada keberpihakan bupati/walikota terhadap sektor perumahan, bahkan perlu alokasi anggaran yang memadai untuk sektor perumahan. Selain itu bupati/walikota perlu memfasilitasi kemudahan perizinan pembangunan perumahan yang selama ini menjadi kendala bagi pengembang," kata Wawan Darmawan. 

Ia mengaku risih, karena kenyataan di lapangan mendapat perizinan bagi pemukiman itu masih menjadi begitu sulit dengan proses yang harus melalui birokrasi yang berbelit-belit, meski daerah itu sudah dilengkapi dengan sistem pelayanan perizinan satu pintu. 

"Skema baru yang memberlakukan persyaratan NPWP untuk pengajuan kredit perumahan kemungkinan jadi masalah, terutama mereka yang berpenghasilan dibawah Rp2 juta," kata Wawan.

Persyaratan NPWP adalah mereka yang memiliki penghasilan di atas Rp2 juta. Artinya kesempatan sebagian besar masyarakat yang berkerja di sektor non formal yang berpenghasilan di bawahnya cukup sulit mendapatkan fasilitas itu. 

Sementara itu Kepala Bidang Perumahan Dinas Permukiman dan Perumahan (Diskimrum) Jabar Bambang Rianto menyatakan setuju mengoptimalkan kinerja Tim Percepatan Pembangunan Perumahan Jabar. Namun ia mengakui tim itu kesulitan mendapatkan budget anggaran operasionalnya. 

"Kami berharap peran Tim Percepatan Perumahan itu bisa maksimal, namun yang jelas Diskimrum Jabar siap mengambil peran itu," kata Bambang Rianto menambahkan.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com