Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjelang Tiga Abad Gedung Eks Stadhuis Batavia

Kompas.com - 29/06/2010, 13:32 WIB


KOMPAS.com -- Tak sampai dua pekan mendatang, tepat tiga abad usia gedung Museum Sejarah Jakarta (MSJ). Gedung yang sekarang ada, tak lain adalah gedung bekas Stadhuis Batavia atau Balai Kota Batavia. Ada dua versi tentang kapan gedung tersebut mulai digunakan sebagai balai kota.

 

Menurut Hans Bonke dan Anne Handojo dalam buku “Dari Stadhuis Sampai Museum”, peresmian gedung itu  menjadi balai kota terjadi pada 7 Juli 1710. Sementara dalam buku Adolf Heuken, “Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta”, disebutkan, tanggal 10 Juli 1710 gedung itu diresmikan sebagai Balai Kota Batavia.

 

Tanggal 10 Juli itu memang diperkuat dengan prasasti batu yang terpampang di sisi kiri pintu masuk ke halaman dalam MSJ. Di situ tertulis jelas bahwa pembangunan dimulai pada 25 Januari 1707 di masa Gubernur Jenderal Joan van Hoorn dan Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck yang kemudian meresmikan pada 10 Juli 1710. Peletakan batu pertama dilakukan oleh putri van Hoorn, Petronella Wilhelmina, pada pagi hari 25 Januari 1707.

 

Batu pertama itu kini masih bisa dilihat di tembok depan MSJ persis di samping kiri atas toko suvenir MSJ. Di sana masih terlihat tulisan yang dipahat pada batu dan menunjukkan bahwa batu pertama dibenamkan pada 25 Januari 1707. Demikian pula batu di atas pintu masuk MSJ. Di sana tertulis 2 Desember 1707.  

 

Bagaimanapun, Juli mendatang merupakan hari besar bagi gedung tersebut karena bertahan selama 300 tahun. Lantas akankah masa tiga abad itu lewat begitu saja? Boleh jadi jawabannya, ya.

 

Merayakan tiga abad gedung bekas Balai Kota Batavia tak berarti mengamini penjajahan. Terima tidak terima, gedung itu kini menjadi peninggalan bagi Jakarta yang kemudian jadi salah satu ikon kota ini. Gedung itu menyimpan banyak kisah bahkan lebih dari tiga abad lalu.

 

Pasalnya, sebelum akhirnya dibangun gedung yang kini masih berdiri, sejak 1626 sudah dibangun balai kota kedua menggantikan balai kota lama di dalam kompleks Kastil Batavia (kini di sekitaran Jalan Tongkol, Jakarta Utara). Di gedung itulah JP Coen dimakamkan sebelum jasadnya dipindah ke gedung yang kini menjadi Museum Wayang.

 

Kisah cinta Sara Specx dan Pieter Cortenhoeff yang berakhir di hukuman gantung dan cambuk, kisah-kisah tahanan dan eksekusi hukuman mati, kisah penahanan Untung Suropati, Pangeran Diponegoro menjadi bagian kisah gedung tersebut – meski peristiwa tersebut terjadi pada gedung lama, “di bawah” gedung yang kini masih berdiri.

 

Bagi mahasiswa/i arsitektur, arsitektur bangunan itu tentu bisa jadi bahan penelitian, khususnya hubungan dengan Paleis op de Dam di Amsterdam dan beberapa balai kota lain yang dibikin berdasarkan Paleis op de Dam.

 

Bandingkan dengan pembangunan di masa modern ini, khususnya pembangunan gedung sekolah yang lebih mudah ambruk meski belum lima tahun dibangun. Padahal biayanya setinggi langit. Sekali lagi, mau tidak mau, terima tidak terima, bangunan masa silam yang masih bertahan hingga tiga abad ini kini adalah milik kita bersama. Sebuah desain karya bangsa Belanda dengan bantuan peluh bangsa pribumi.

 

Stadhuisplein atau alun-alun luas yang dulu merupakan bagian dari stadhuis dan bagian dari kisah eksekusi hukuman para terpidana mati, kini selalu “disemuti” warga. Stadhuisplein di masa kini, menjadi Taman Fatahillah, adalah salah satu tempat favorit bagi warga, tak terbilang jumlahnya dan terus bertambah. Khususnya mereka yang ingin mencari untung. Untung dalam banyak hal, termasuk keuntungan dalam bentuk uang.

 

Tiga abad gedung bekas Balai Kota Batavia, kurang dari dua pekan mendatang, sebuah angka yang memperlihatkan panjangnya kisah gedung itu sendiri. Sebuah angka yang perlu dirayakan, meski bukan dalam bentuk perayaan asal jadi. Perayaan akan sebuah karya yang mampu menembus masa 300 tahun.

 

 

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau