Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Siapkah Kita jika Orang Asing Memiliki Apartemen?

Kompas.com - 28/05/2010, 08:31 WIB

Oleh Tjahja Gunawan Diredja

KOMPAS.com — Keinginan para pemangku kepentingan di bidang properti agar orang asing bisa memiliki properti (apartemen mewah) di Indonesia di satu sisi memang bagus bisa menambah kegiatan di sektor riil dan menambah penerimaan pajak bagi negara. Namun, apakah para pelaku usaha di sektor properti sudah siap menghadapi persaingan dengan pelaku usaha asing yang masuk untuk membangun apartemen mewah di Indonesia?

Jangan-jangan nanti pengembang di dalam negeri hanya menjadi penonton atau hanya menjadi "mitra tidur" dari pengembang asing itu. Jika pemerintah membuka keran kepemilikan apartemen mewah oleh orang asing, sudah dapat diperkirakan industri properti Indonesia akan mengalami booming apalagi kondisi perekonomian nasional saat ini dalam kondisi yang bagus.

Jika keran kepemilikan properti untuk orang asing dibuka, diyakini bahwa permintaan terhadap apartemen mewah akan melonjak drastis karena harga properti di Indonesia sangat murah di dunia.

Imbal hasil (yield) investasi properti di Indonesia bisa mencapai 11 persen. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia memang memungkinkan pemilikan properti bagi orang asing di Indonesia. Dalam PP ini, hak pakai properti oleh warga asing dibatasi 25 tahun, dan dapat diperpanjang 20 tahun, dan selanjutnya 25 tahun.

Namun, ketentuan tersebut dinilai para pemangku kepentingan di sektor properti memberi dampak opportunity loss yang sangat besar bagi pemerintah, industri properti,dan masyarakat. Jika kepemilikan properti komersial di Indonesia bisa dibuka secara luas untuk orang asing, sangat boleh jadi laju pertumbuhan properti di negara-negara tetangga akan terhambat.

Potensi kepemilikan properti komersial oleh orang asing ini ibarat bendungan yang bila dibuka pintu airnya akan deras sekali arus uang orang asing masuk ke Indonesia. Dampak berantainya,  akan semakin menggairahkan sektor riil di dalam negeri dan yang terpenting bisa membuka lapangan kerja lebih banyak lagi.

Belum akomodatif
Walaupun PP No 41/1996 telah terbit lebih dari 13 tahun lalu, implementasinya belum menampakkan hasil sesuai tujuan yang diharapkan. Hal iu terjadi karena aturan tersebut belum akomodatif, kompetitif, dan memberikan kepastian hukum.

Ada beberapa hal yang masih perlu diperjelas, misalnya adanya multitafsir atas kata "WNA yang berkedudukan di Indonesia". PP ini hanya mengatur mengenai WNA, bagaimana dengan badan hukum asing? PP ini hanya mengatur tentang rumah tempat tinggal/hunian, bagaimana dengan yang bukan hunian?

Hal lain yang belum jelas, rumah tempat tinggal/hunian yang dapat dimiliki WNA dapat terjadi di atas tanah hak pakai (HP) atas tanah negara atau HP atas hak milik, bagaimana kemungkinannya dengan HP atas tanah hak pengelolaan (HPL)? Klasifikasi tempat tinggal adalah bukan rumah sederhana sehat (RSH), apakah kriteria lain, misalnya rumah susun sederhana milik (rusunami), batasan harga minimal tidak perlu diatur?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com