Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kehangatan di Rumah Ary Sutedja

Kompas.com - 14/03/2010, 11:52 WIB

KOMPAS.com - Pianis Ary Sutedja (44) membutuhkan kedekatan dengan keluarga besarnya, termasuk orangtua dan mertua. Bagi perempuan yang baru saja menggelar konser musik klasik ”Bicentennial Chopin” di Jakarta ini, keterhubungan itu harus terwakili melalui desain rumah.

Ary percaya bahwa anggota keluarga yang saling terhubung akan memberikan energi positif. ”Kita merasa selalu dikelilingi oleh orang-orang yang kita cintai,” kata Ary.

Karena itulah Ary mewujudkan konsep keterhubungan itu pada rumahnya yang berada di Kompleks Witanaharja, Pamulang, Banten. Bersama suaminya, Mikhail David (49), Ary tidak hanya membangun rumah untuk keluarga inti mereka, tetapi juga menyatukan rumah orangtua Mikhail dan orangtua Ary dengan rumah mereka.

”Mikhail ini orang Yunani, jadi kami memiliki budaya yang sama, yaitu menganut sistem kekeluargaan,” kata Ary, Kamis (11/3), ketika menerima kami di rumahnya. Menurut Ary, kalau pasangan lain yang baru menikah biasanya ingin jauh-jauh dari mertua, ia dan Mikhail justru sebaliknya. Bagi pasangan itu, kehadiran orangtua tidak akan mengganggu privasi mereka dalam berumah tangga.

Rumah yang ditempati Ary luas lahannya mencapai 2.400 meter persegi. Namun, Ary dan suaminya tidak tahu lagi berapa luas bangunannya karena rumah itu terus direnovasi. Sejauh pengamatan, kira-kira dua pertiga luas areal itu tertutup bangunan dua lantai.

Rumah Ary ini jauh dari kesan kokoh bangunan beton yang menjulang tinggi. Rumah berstruktur baja ini dindingnya lebih banyak menggunakan tempered glass, yaitu kaca yang diolah khusus sehingga tidak remuk bila pecah. Sebagian lantai rumah Ary juga terbuat dari kaca, sebagian lagi lantai kayu dan keramik.

”Saya suka sekali kaca karena kaca bisa tembus sinar dan memunculkan efek pantulan yang indah,” kata Mikhail. Seluruh isi rumah memang didesain oleh Mikhail yang sejak muda menekuni seni visual.

Taman gantung
Kembali ke soal menjaga privasi, Ary dan Mikhail memberi tempat bagi Maryam Ioanna David (73), ibu kandung Mikhail di lantai dua. Rumah Maryam itu seperti bangunan yang berdiri langsung di atas tanah karena dilengkapi dengan taman yang luas lengkap dengan halaman rumputnya.

Ary menyebut taman di lantai dua itu dengan sebutan hanging garden atau taman gantung. Di halaman rumput lantai atas itu ada tujuh lubang kaca, yang fungsinya semacam genteng kaca. Selain untuk menyalurkan sinar matahari ke ruangan di bawahnya, dari lubang kaca itu Maryam bisa melihat aktivitas cucunya di lantai bawah. Rumah Maryam ini terhubung dengan anak tangga ke ruang tamu Ary.

Sebagai rasa cinta terhadap ibunya, Mikhail yang anak tunggal ini membangun kamar berbentuk tabung yang seluruh dindingnya terbuat dari kaca tidak tembus pandang. Seperti sebuah restoran mewah yang ada di bilangan Sudirman, Jakarta, kamar Maryam ini bisa berputar pelan dengan mesin khusus yang dipasang di bawah lantai.

”Supaya mami bisa terhibur dengan pemandangan yang berganti-ganti setiap hari,” kata Ary. Kamar berputar itu persembahan cinta mereka berdua terhadap Maryam yang sempat terpuruk ketika rumah mereka terbakar pada tahun 2005. Kebakaran itu ikut menghanguskan 150 lukisan karya Maryam yang seorang seniman lukis.

Ary dan Mikhail juga memelihara keterhubungan mereka dengan orangtua Ary. Setelah pasangan itu menikah pada tahun 1995, orangtua Ary ikut pindah rumah yang lokasinya persis di samping rumah Ary. Ary lalu membuat jalan setapak yang langsung menembus ke ruang tamu kediaman orangtuanya.

Protes anak
Keterhubungan yang coba dibangun Ary bisa juga dirasakan oleh anak-anaknya, Elmira (12) dan Elias (9). Anak-anak ini sempat protes ketika Ary membangun kamar bagi dirinya dan suaminya di salah satu sudut areal rumahnya.

Soalnya, kamar seluas 150 meter persegi itu tidak memiliki selasar yang terhubung ke bangunan induk sehingga anak-anak harus melalui halaman rumput bila ingin ke kamar Ary. Begitu Mikhail membangun selasar beratap, anak-anak tidak lagi protes. ”Dengan selasar, anak-anak merasa terhubung dengan kami,” kata Ary.

Rumah yang ditempati Ary sekarang ini awalnya adalah rumah Mikhail bersama ibunya yang dibeli tahun 1987. Setelah menikah, Ary diboyong tinggal bersama Mikhail. Ketika kebakaran besar melanda rumah itu, Ary, Mikhail, dan kedua anaknya tengah berada di Yunani.

Pada peristiwa itu, bagian atas rumah mereka habis terbakar. Meski begitu, Ary dan Mikhail tak ingin pindah. Menurut keyakinan Ary yang berdarah Bali, api justru menyucikan rumah mereka sehingga memiliki aura baik bila ditempati kembali.

Meski rumah itu mencerminkan kedekatan, baik Ary maupun Mikhail merasa memiliki ruang untuk privasi mereka masing-masing. Mikhail mewujudkan ide-ide liarnya ke dalam interior rumah. Sementara Ary diberi ruang-ruang khusus untuk meletakkan tiga pianonya.

Salah satu piano besar berukuran 2,75 meter diletakkan di ruang tamu yang menghadap ke taman. Di situ, Ary bia melamun bebas mencari inspirasi.

Seni barang bekas
Memasuki rumah Ary, kesan bahwa rumah itu adalah ”rumah seniman” sangat kental. Benda-benda bernilai seni, yang sebagian besar merupakan karya suaminya, terpajang di berbagai sudut ruangan.

Tak hanya berfungsi untuk memperindah rumah, karya-karya Mikhail ini juga memiliki fungsi. Salah satunya adalah pipa-pipa berdiameter kecil yang dibentuk menjadi spiral, ditempatkan di dekat ruang tamu. ”Hiasan” itu ternyata pipa yang mengalirkan gas untuk pemanas air di kamar anak.

Di sisi lain ruangan, bentuk pipa ini lebih unik lagi karena dibentuk melengkung seperti tangkai bunga, lalu ditempeli cobek di ujung-ujungnya. ”Cobeknya bisa diartikan kalau pemilik rumah, terutama saya, adalah penyuka sambal. Tetapi sebenarnya itu pipa gas juga. Semacam practical art deh,” kata Ary.

Karya seni yang dibuat Mikhail tidak selalu terbuat dari materi yang mahal. Banyak di antara karyanya yang dibuat dari barang bekas, misalnya meja di ruang tamu dan ruang makan. Di ruang tamu, kaki meja terbuat dari drum bekas minyak yang diberi warna hitam. Bagian dalam drum diberi batu untuk pemberat. Dengan menempatkan kaca di bagian atasnya, jadilah sebuah meja yang artistik.

Meja makan juga dibuat serupa. Kakinya terbuat dari barang bekas, yaitu besi bekas meja makan lama yang terbakar.

Di kamar anak, sang pemilik rumah memanfaatkan pintu geser seperti yang biasa dipakai di toko-toko kelontong untuk penyekat ruangan. Pintu yang biasanya berwarna abu-abu ini dicat warna hijau sehingga tampilannya lebih cantik.

Roda dokar juga bisa ”disulap” menjadi aksesori di ruang tamu. Ketika dokarnya hancur karena selalu terguyur hujan, satu roda dokar yang masih utuh dijadikan hiasan. Mikhail mengatakan, roda itu bermakna seperti kehidupan yang selalu berputar.

”Kami, terutama Mikhail, memang punya prinsip agar tidak banyak membuat sampah. Barang bekas sebisa mungkin dimanfaatkan kalau masih bisa dipakai. Makanya, di gudang banyak tersimpan barang-barang bekas,” kata Ary.

Selain berprinsip memanfaatkan barang bekas, desain rumah juga dibikin agar penghuninya bisa merasa dekat dengan alam, yang diwakili pepohonan dan air. Pohon beringin dan kelapa tumbuh di sekitar rumah. Sementara unsur air diwakili lewat kolam renang, air mancur, dan air terjun. Melalui suara air terjun, suara bising dari kendaraan yang lalu lalang di depan rumah bisa ”disamarkan”. (Lusiana Indriasari/Yulia Sapthiani/KOMPAS Minggu)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com