Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hendro Gondokusumo: Intiland Pionir Reklamasi di Asia Tenggara

Kompas.com - 16/02/2010, 22:23 WIB

 KOMPAS.com - HENDRO Gondokusumo (60), founder Grup Intiland dan Vice President Commissioner Intiland bicara tentang proyek Regatta di tepi laut yang didesain Atkins -yang juga perancang The Burj Khalifa Dubai, juga bicara tentang gagasannya membangun Intiland Tower dengan desain green building, dan tentang keberaniannya membangun proyek reklamasi Pantai Mutiara yang merupakan pertama di Asia Tenggara.

Berikut ini wawancara eksklusif Robert Adhi Ksp dari Kompas.com dengan Hendro Gondokusumo, founder Grup Intiland, Vice President Commissioner Intiland, dan juga Chairman Jakarta Property Club di salah satu proyek terbarunya, 1Park Residences di Gandaria, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (15/2/10) pagi.

Hendro Gondokusumo lahir di Malang, Jawa Timur tahun 1950 sebagai anak ketiga dari delapan bersaudara. Pada usia 17 tahun, Hendro sudah tinggal di Jakarta, ikut ayah dan pamannya berdagang. Dari delapan bersaudara itu, anak laki-laki hanya dua orang, dan Hendro anak lelaki tertua.

Jenis usaha keluarga Gondokusumo waktu itu berdagang hasil bumi, namun Hendro mengaku tidak tertarik pada bisnis itu. Ketika tahun 1972, ayah dan pamannya beralih bisnis ke bidang properti, Hendro pun ikut memulai bisnis ini dari nol. "Saya sama sekali tak punya pengetahuan dan pengalaman dalam bidang properti," cerita Hendro.

Proyek properti pertama yang digarap perusahaan ayah dan pamannya di Cilandak, Jakarta Selatan. Proyek perumahan ini dibangun untuk memasok kebutuhan karyawan Pertamina saat itu.

Proyek kedua, Taman Harapan Indah di kawasan Angke, Jakarta Barat dibangun tahun 1974. "Meskipun proyek Cilandak belum selesai, kami sudah memulai proyek baru di Angke. Untuk kawasan Kota, kami merupakan perusahaan properti pertama yang membangun perumahan di sana," kata Hendro.

Namun Hendro mengaku tidak mudah memasarkan produk properti kepada para pedagang Pasar Pagi. "Susah banget. Mereka maunya tinggal di ruko. Kalau ada pembeli yang mengetuk pintu pukul 12 malam, mereka turun dan buka toko. Benar-benar sengsara saat memasarkan rumah-rumah Taman Harapan Indah," ungkapnya.

Hendro memutar otaknya. Akhirnya sebagai salesman, dia pun mencari jalan berkumupul dengan para pedagang Pasar Pagi itu. "Sebelumnya, saya sudah jelaskan tapi pedagang-pedagang itu tetap bersikukuh untuk tidak membeli rumah di Taman Harapan Indah. Alhasil, tahap pertama sebanyak 40 unit pun, sulit terjual. Kalau terjual hanya satu, itu tak cukup untuk membayar bunga pinjaman. Setelah saya ngumpul dengan mereka, ada satu pedagang yang mau pindah, dan akhirnya pedagang lainnya ikut. Buat kami, rasa kebersamaan pedagang Pasar Pagi itu memudahkan kami memasarkan Taman Harapan Indah dengan cepat. Setelah laku, kami bangun perluasannya," urai Hendro.

Proyek properti inilah cikal bakal Intiland. Setelah itu, banyak properti lainnya yang dibangun di Jakarta, termasuk di Teluk Gong, Permata Indah I dan II, Perumahan Mutiara, Taman Mutiara, selanjutnya reklamasi Pantai Mutiara yang dilakukan tahun 1980-an.

Reklamasi Pantai Mutiara pada tahun 1980-an merupakan reklamasi pertama di Asia Tenggara. Kok Pak Hendro berani mengambil keputusan melakukan reklamasi Pantai Mutiara pada saat itu?
Banyak orang bertanya pada saya, kok saya berani mati dengan membangun proyek reklamasi Pantai Mutiara. Ini memang proyek reklamasi pertama di Asia Tenggara. Pada tahun 1980-an, Singapura belum melakukan reklamasi untuk perumahan. Biasanya reklamasi di Singapura untuk pelabuhan.

Di Indonesia, kawasan pesisir pantai kurang diperhatikan. Ini warisan Belanda yang lebih mengutamakan pembangunan di daratan.

Padahal menurut saya, reklamasi merupakan konsep yang bagus. Ada yang tidak percaya, ada yang memuji. Tapi yang pasti waktu itu saya sudah mantab membangun reklamasi Pantai Mutiara. Mengapa? Saya melihat, di luar negeri, pantai sebenarnya kawasan paling mahal. Kalau pengusaha properti sudah berhasil melakukan reklamasi, jika diukur dalam bidang pendidikan, artinya pengusaha itu sudah lulus PhD. Tapi kalau hanya membangun rumah, ya itu cukup SD.

Reklamasi Pantai Mutiara dikembangkan seluas 110 hektar. Saya dinilai banyak orang, "berani mati". Bayangkan, tingkat kesulitan dalam pembangunan reklamasi sangat tinggi. Kita melakukan reklamasi di satu titik, besoknya bisa bergeser sejauh 14 meter. Tapi saya bersyukur, tidak ada pekerja yang menjadi korban kecelakaan kerja.

Kedalaman reklamasi di Pantai Mutiara mencapai 3 meter sampai 5 meter. Yang menjadi persoalan, pesisir Jakarta semuanya lumpur. Ini beda dengan Singapura, di dasarnya merupakan bebatuan. Di Australia, di bawahnya pasir. Tapi di Jakarta, di bawahnya lumpur.

Kalau kami hanya sekadar reklamasi, tidak akan kuat. Jadi kami bekerja sama dengan universitas di Singapura membuat konsep dengan menurunkan karung goni hingga 10 meter-15 meter. Konsep ini mirip dengan sumbu kompor. Kami mencari cara agar air dalam lumpur dapat disedot keluar. Tekniknya banyak sekali dan mahal. Ini karena kami ingin yang terbaik, kami coba dengan berbagai konsep. Kami datangkan pasir dari pulau-pulau di Indonesia. Sungguh ini bukan pekerjaan yang mudah.

Kami pengembang pertama yang menggunakan tiang pancang untuk membangun rumah. Soal banjir, memang ada, karena air pasang sering mendadak naik. Tadinya saya tidak setuju dengan sistem polder, tapi sekarang kami membuat polder agar dapat memompa air yang cenderung terus naik.

Setelah sukses dengan reklamasi Pantai Mutiara, Intiland membangun proyek prestisius lainnya, Regatta di lahan reklamasi paling ujung. Kabarnya arsitek Regatta sama dengan arsitek yang merancang The Burj Khalifa di Dubai?
Benar, Regatta berlokasi di ujung Pantai Mutiara dan merupakan bagian dari reklamasi. Kami membangun 10 menara apartemen dan satu hotel bintang lima di kawasan itu. Arsitek yang merancang Regatta, memang sama dengan yang merancang The Burj of Arab, sekarang menjadi The Burj Khalifa, yaitu Atkins dari Inggris.

Kami melihat proyek The Burj Khalifa yang juga dibangun di lahan reklamasi. Kami minta arsitek yang sama karena Atkins itu kan perusahaan besar dengan 300-an arsitek. Kalau tidak, saya tidak mau. Akhirnya arsitek The Burj Khalifa itu sendiri yang datang ke Jakarta dan merancang Regatta.

Intiland Tower, yang sebelumnya dikenal dengan nama Dharmala Intiland, yang dibangun tahun 1980-an sudah memikirkan konsep hemat energi...
Tahun 1980-an, Intiland Tower dibangun mulai dari nol di tangan saya. Awalnya ada arsitek asal Amerika, Rudolph yang belum pernah tahu tentang Indonesia. Lalu saya ajak dia ke Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, dan Bali. Saya bilang mengapa kita harus memindahkan gedung-gedung yang ada di New York dan Tokyo ke Jakarta, padahal Jakarta punya ciri khas cuaca sendiri.

Kita lihat, rumah-rumah di Indonesia memiliki ciri atap miring. Dua ribu tahun lalu belum ada arsitek dan pemilik rumah belum mengenal desain. Kemungkinan besar dulu atap rumah rata, tapi karena sering hujan dan atap bocor, atap dimiringkan. Lalu kami berpikir, mengapa Intiland tidak mendesain gedung seperti itu? Saya tanya Rudolph apakah dia bisa merancang gedung seperti yang bayangkan, dia menjawab bisa. Dan seperti Anda lihat sendiri, Intiland Tower yang dibangun tahun 1980-an sudah green building.

Kami tak perlu menggunakan kaca rayban sehingga penggunaan listrik tidak banyak, demikian pula penggunaan AC lebih hemat 25 persen.

Ada yang bilang desain Intiland Tower memberi fengshui yang bagus. Saya kira tidak begitu. Saya tidak pernah memikirkan gedung ini akan mematikan gedung-gedung sekitarnya. Kebetulan gedung-gedung sekitar Intiland Tower adalah gedung-gedung bank. Nah saat krisis ekonomi tahun 1997 terjadi, banyak bank yang kolaps. Kalau ditanya mengapa Sampurna Tower harus menggunakan benda tertentu untuk menangkal gedung Intiland, saya juga tidak tahu.

Sebenarnya Intiland Tower memiliki arsitektur yang sangat sederhana. Saat ini Intiland Tower dijadikan obyek penelitian dan pembahasan para mahasiswa arsitektur Indonesia.

Apakah Intiland tetap menerapkan prinsip green building dalam produk-produk properti lainnya?
Kalau Anda lihat desain apartemen 1Park Residences yang akan kami bangun di Gandaria, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ini, Anda dapat melihat sendiri bagaimana kami menerapkan prinsip green building. Sebagian besar dinding apartemen ini berupa kaca. Ini akan menghemat penggunaan listrik. Jadi suasana kamar apartemen lebih benderang, tidak gelap seperti apartemen lainnya. Kami tidak memiliki koridor sehingga jika Anda lihat kamar berukuran 90 m2 atau 138 m2, kondisinya tetap lapang dan luas. Untuk mendesain apartemen ini, saya banyak terlibat.

Saya memang tak punya latar belakang arsitektur. Namun kadang-kadang kalau saya datang ke lokasi proyek, saya ajak istri saya dan meminta dia memberi masukan dan komentar. Dia ngotot WC tidak boleh dibangun di dalam kamar tidur. Dia kan sehari-hari ada di rumah, jadi dia tahun apa yang sebenarnya dibutuhkan di dalam rumah. Ibu rumah tangga memang memberi sentuhan, termasuk dalam interior. Jadi Anda bisa lihat sendiri, kamar apartemen 1Park Residences seluas 138 m2, tapi tetap kelihatan luas.

Seperti kita tahu, industri properti kolaps saat krisis ekonomi tahun 1997. Bagaimana Intiland dapat keluar dari krisis itu dan kini berkibar kembali?
Ketika krisis ekonomi terjadi tahun 1997, saya memberikan dua opsi, melakukan PHK atau memotong gaji. Akhirnya yang diputuskan adalah memotong gaji, dan gaji yang dipotong adalah gaji direksi. Sebab tidak mungkin gaji karyawan yang dipotong. Saya bilang sama karyawan, tidak ada PHK. Tapi kepada mereka yang mau keluar, kami tidak berikan pesangon. Kalau di luar tak dapat kerjaan, silakan kembali. Kita sama-sama susah. Semua direksi tak ada yang keluar, kecuali satu orang ke Kanada karena ada masalah lain.

Situasi yang terjadi saat itu adalah tak ada orang yang mau membeli properti setelah terjadi kerusuhan. Banyak karyawan yang tak bisa jualan dan tak ada kerjaan. Tapi kami kan punya banyak tanah kosong. Nah, saya minta supaya di tanah-tanah kosong itu karyawan menanam jagung. Kami lakukan itu agar karyawan kami yang jumlahnya 2.000 orang, punya aktivitas. Karyawan kami menjual tanaman hidroponik. Ya, saya nombok-nomboki, ya sudahlah. Yang penting kami bisa survive dalam kondisi ini.

Kondisi ini cukup lama. Setelah masuk BPPN, tahun 2002-2003, Intiland mulai hidup kembali. Intiland menjadi perusahaan terbuka dan sekarang berkibar lagi. Anda bisa lihat sendiri, apartemen 1Park Residences ini belum dibangun tapi sudah banyak yang membeli. Nama Intiland kembali berkibar lagi.

Saya ingin menceritakan bahwa keputusan yang saya ambil waktu krisis ekonomi tahun 1997-1998 adalah keputusan yang tepat. Saya tidak mem-PHK karyawan satu orang pun. Bayangkan jika kami mem-PHK 100 orang misalnya, 1.900 karyawan lainnya tidak bekerja dan menunggu waktu kapan akan di-PHK, lalu cari-cari kerjaan di luar. Perusahaan ini mau jadi apa?

Anda bisa bayangkan, tanah Intiland banyak dan ada di mana-mana. Karyawan kami dapat menjaga tanah-tanah kosong itu. Mereka rajin melihat tanah kosong supaya tidak diserobot orang. Kami bebaskan lahan cukup banyak.

Apakah ada rencana Intiland membangun perumahan skala luas di masa mendatang?
Selama ini Intiland membangun properti di lahan yang tidak terlalu luas. Tetapi dalam waktu dekat kami akan memiliki kawasan di lahan antara 500 hektar dan 1.000 hektar. Saya belum dapat menyebutkan lokasinya, tapi ada di sekitar Jakarta.

Intiland juga sebenarnya membangun rumah murah di Pacitan, Jawa Timur. Itu program yang tidak untung. Yang penting, kami melihat apa yang dapat dilakukan di daerah.

Pak Hendro sebagai generasi kedua sudah sukses membawa Intiland menjadi perusahaan properti yang terkemuka. Nah, generasi ketiga keluarga Gondokusumo juga mulai memimpin Intiland dengan masuknya putra Anda sebagai Direktur. Bagaimana masa depan Intiland kelak?
Sebagai anak ketiga dari delapan bersaudara dan sebagai anak lelaki tertua dari dua lelaki keluarga Gondokusumo, saya yang aktif terjun dalam bisnis properti. Saya mewariskan kepada anak saya, yang sekarang menjadi salah satu direktur di perusahaan ini. Dia memang generasi ketiga keluarga Gondokusumo.

Bagaimana masa depan Intiland? Yang penting bagi saya adalah Intiland itu perusahaan publik yang terbuka. Saya ingin Intiland bertahan sepanjang masa, long live, langgeng, seperti perusahaan di luar negeri, yang mampu bertahan lebih dari 100 tahun. Saya ingin Intiland bermanfaat bagi bangsa dan negara, termasuk ikut menciptakan lapangan kerja.

Saya ingin Intiland menjadi tempat yang bagus bagi karyawan bekerja, tempat yang bagus bagi pemegang saham untuk berinvestasi. Intiland menuju lebih profesional. Saya katakan kepada stakeholders, siapa pun yang memiliki kualifikasi menjadi CEO, harus diberi kesempatan, asal profesional.

Saya memulai bisnis ini sejak usia 17 tahun. Saya belajar dari orangtua dan paman. Saya belajar banyak dari mereka. Dulu Intiland ini perusahaan keluarga. Kami punya jiwa wirausaha yang kuat. Sekarang perlu profesional karena setelah perusahaan berkembang, keluarga tak bisa lagi menangani sehingga kami mencari profesional untuk menangani proyek-proyek properti. Sekarang Intiland butuh profesional yang memiliki otak wirausaha.

Saya mendorong staf Intiland yang ingin maju untuk maju. Mengapa? Saya mulai dari nol. Pengetahuan saya tentang real estate nol. Bahkan saya tak pernah bermimpi suatu hari saya memimpin perusahaan properti ini. Tapi ketika pada usia 20 tahun, saya dilepas untuk mengurusi bisnis properti, saya lakukan dengan sepenuh hati.

Apa kegiatan Pak Hendro saat ini?
Saya masih memantau perusahaan (Intiland) dan ikut organisasi Jakarta Property Club, klub para owner properti Indonesia.Saya juga aktif dalam Himpunan Pengusaha Indonesia Tionghoa, yang diketuai Pak Taher dari Mayapada. Organisasi ini memberikan beasiswa kepada anak-anak Indonesia.  (Percakapan dengan: Robert Adhi Ksp)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com