Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hidup Nyaman di Kota Mandiri

Kompas.com - 26/10/2009, 07:57 WIB

KOMPAS.com — Kebutuhan orang terhadap rumah selalu tumbuh setiap tahun. Lajunya sering lebih cepat ketimbang pasokannya, apalagi lahan perumahan makin terbatas, khususnya di tengah kota.

Kalaupun mencari lahan jauh di pinggir kota, pengembang juga tidak mudah mencari lahan yang pas dengan mempertimbangkan akses ke lokasi. Beruntung bagi pengembang yang sudah lebih dulu bermodalkan lahan luas. Sebab, dengan modal itu, pengembang bisa lebih mudah untuk membuat rencana besar (masterplan) pengembangan menjadi sebuah kawasan kota mandiri.

Konsep kota mandiri memang belum banyak di Indonesia. Salah satu perintisnya adalah BSD City. Kawasan di Serpong, Tangerang, itu mulai dikembangkan sejak tahun 1984 dengan total area seluas 6.600 hektar. Saat ini, pembangunan baru sampai pada tahap I dengan perkiraan luas lahan 1.500 hektar, dari tiga tahap yang direncanakan.

Sukses dengan konsep ini, pengembang lain mencoba mengembangkan konsep serupa. Salah satunya Grup Lippo di Karawaci, Tangerang, Kota Deltamas, Kawasan Jababeka, Citra Raya, dan Jakarta Garden City. Ada juga beberapa proyek di luar Jakarta, seperti Citraland, Surabaya.

Membangun kota mandiri dengan luas lahan sampai ribuan hektar memang butuh dana tidak sedikit. Karena itu, pengembang biasanya membangun secara bertahap. Modal dasar pengembang adalah biaya pembebasan tanah yang relatif murah. Sebab, proses pembebasannya biasanya sudah jauh-jauh hari, meskipun pembangunannya baru belakangan.

Peran pemerintah besar

Meski butuh modal besar, berbekal lahan luas, pengembang bisa menyiasati dengan menggandeng investor untuk proyek-proyek tertentu. “Kita tidak mungkin menyediakan semua kebutuhan dana. Kita bisa rangkul investor untuk pengembangan tiap proyek,” ungkap Lilly Tjahnadi, Deputi Direktur Pemasaran dan Pengembangan Bisnis Komersial Duta Pertiwi.

Saat ini, Duta Pertiwi memiliki dua kota mandiri, yakni BSD City di Tangerang dan Kota Deltamas Cikarang. Lantaran luasnya lahan, pengembangan kota mandiri memang tidak lepas dari peran pemerintah.

“Perlu keikutsertaan pemerintah karena urusannya lebih sulit,” ungkap Harun Hajadi, Direktur Pengelola Grup Ciputra. Selain itu, kota mandiri pun biasanya harus bergantung dulu pada kota terdekat yang sudah lebih dulu ada. “Kalau tiba-tiba dibangun jauh dari kota, pasti akan sulit,” tambahnya.

Meski begitu, dengan keterbatasan lahan perumahan seperti sekarang, pengembang yang memiliki kota mandiri bakal tampil ke depan. Seiring dengan proyeknya yang terus berkembang, nilai tanah dan bangunan juga ikut naik.

Di BSD City, misalnya, harga tanah pada tahun 2004 masih sekitar Rp 750.000 per meter persegi dan bangunan sekitar Rp 2 juta per meter persegi. Tahun ini, harga tanah sudah mencapai Rp 2,7 juta per meter persegi dan harga bangunan sudah mencapai 3,2 juta per meter persegi.

Pengamat properti Ali Tranghada memperkirakan bahwa, ke depan, dengan berbagai fasilitasnya, kota mandiri lebih bakal diminati konsumen. “Tanpa ada fasilitas terintegrasi, konsumen tak bakal memilih kawasan itu,” ungkapnya.

Semua fasilitas terpenuhi dalam kompleks

Sebuah kawasan disebut sebagai kota mandiri jika memenuhi beberapa kriteria. Misalnya, luas kawasan paling tidak 1.000 hektar. Selain itu, pengembangan kawasan itu juga menerapkan konsep terintegrasi dan memberi kontribusi bagi pengembangan kawasan di tempat lain.

Pengembangan kota mandiri pun mampu mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan sekitarnya. Misalnya, penyerapan tenaga kerja dan pengembangan ekonomi masyarakat. “Salah satu ukurannya, harga tanah di sekitar kawasan itu ikut naik,” ungkap Harun Hajadi, Direktur Pengelola Grup Ciputra.

Lebih dari itu, keunggulan kota mandiri sesungguhnya adalah memiliki fasilitas lengkap selayaknya sebuah kota. Mulai dari fasilitas umum, perkantoran, pusat bisnis dan perdagangan, dan pusat hiburan. “Semua fasilitas lengkap. Mulai kebutuhan harian hingga untuk bekerja,” ungkap Idham Muchlis, Manajer Senior Komunikasi Perusahaan BSD City.

Dengan berbagai fasilitas itu, kebutuhan para penghuni di kawasan itu terpenuhi. Menurut pengamat properti Ali Tranghada, salah satu perangsang pertumbuhan kota mandiri adalah perkembangan sektor bisnis dan perdagangan. “Dari proses yang alamiah, pengembang mempercepat hingga tumbuh pesat,” ungkapnya.

Berbagai fasilitas itu secara langsung menguntungkan para konsumen dan investor yang membeli proyek-proyek di kota mandiri. Sebab, seiring berkembangnya kawasan, nilai jual tanah dan bangunan di kawasan itu juga akan meningkat.

Alhasil, sebagai wahana investasi, membeli rumah di kota mandiri bakal lebih menguntungkan ketimbang kompleks baru yang masih minim fasilitas. Meski cukup menguntungkan, tapi tak mudah mengembangkan kota mandiri dengan cepat. “Salah satu kendalanya adalah ketersediaan lahan yang luas dengan biaya yang lebih terjangkau,” kata Harun. (Bagus Marsudi/Epung Saepudin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com