Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tan Gwan Hien, Kesetiaan Seniman Peranakan

Kompas.com - 28/01/2009, 02:12 WIB

Ardus M Sawega

Sebagian orang tua masih menganggap kesenian identik dengan ledek atau badut. Berkesenian dianggap tak bisa menjamin kebutuhan hidup. Itulah yang sering didengar Tan Gwan Hien dari para anak didiknya.

Itu pula ”tantangan” yang dihadapi Gwan Hien, panggilannya, dalam regenerasi kesenian di kalangan peranakan, sebutan bagi keturunan Tionghoa yang lahir dan dibesarkan di Indonesia. Tak heran kalau dari warga Perkumpulan Masyarakat Surakarta atau PMS (organisasi sosial masyarakat Tionghoa di Kota Solo) yang mau menggulati kesenian Jawa makin berkurang dalam 20 tahun terakhir.

”Situasi sekarang memang berbeda dibanding ketika saya kecil dulu,” tutur Gwan Hien yang lahir di Klaten, Jawa Tengah.

Ia belajar menari Jawa karena memang menyukainya, tanpa paksaan. Baginya, kesenian memberi rasa percaya diri, martabat, dan meluaskan pergaulan.

Gwan Hien berkenalan dengan kesenian Jawa saat masih di kelas lima SD. Ia belajar menari dari pamannya, guru tari Jawa di kelompok Mekar Sari, Demang Tjoe Thiam Soe di Klaten. Tahun 1962 ia belajar pada guru tari Mangkunegaran, Demang Poncosewoko, Padmomartoyo, dan Atmomartoyo, sebab keluarganya tinggal di Kampung Widuran, Solo.

Ketika bergabung dengan PMS, ia belajar pada empu tari Keraton Kasunanan RNg Wignyohambekso (yang juga guru penari Sardono W Kusumo) dan Mulyoharsono. Sebagai kelengkapan seorang penari, ia ikut belajar gamelan pada kelompok Darmo Budoyo, juga komunitas Tionghoa.

”Hanya sebatas menguasai gending sebagai dasar saya untuk menguasai tari Jawa. Saya tak mahir menabuh gamelan,” ungkapnya.

Setelah menguasai tari berikut gending Jawa, sejak 1976 Gwan Hien lalu menjadi guru tari honorer di berbagai sekolah di Solo, mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Ia juga menjadi pelatih tari tetap di PMS hingga hari ini.

Di samping itu, sejak 1983 sampai 2003 ia menjadi pegawai negeri sipil di Taman Budaya Jawa Tengah yang berkedudukan di Solo, hingga pensiun dengan golongan II-A.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com