Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Jenis Karpet

Kompas.com - 08/01/2009, 14:58 WIB

KARPET yang dibuat dengan tangan atau hand-made memiliki harga lebih mahal dibanding karpet yang dibuat dengan mesin. Kualitas boleh dikatakan setara, tapi umumnya berbeda kekuatan rajutannya. Karpet pabrikasi relatif lebih kuat. Soal motif, karpet hand-made tak pernah memiliki motif yang sama persis.

Motif menjadi sosok karpet yang paling mudah dikenali. Secara umum, motif karpet dibedakan dua jenis: klasik dan modern. Motif klasik biasanya memiliki banyak hiasan. Konkretnya, motif klasik ini mirip-mirip karpet Persia, sementara motif modern terlihat lebih sederhana. Biasanya itu merupakan perpaduan garis dan warna yang lebih tegas.

Ketika berbicara tentang karpet, orang lebih sering melihatnya dari ukuran ketebalan. Rata-rata orang mencari karpet yang tebal karena terasa lebih empuk ketimbang yang tipis. Tebal tipis karpet ini ada karena perbedaan material dan strukturnya.

Gianto Trisno, pemilik Aristocrat Furniture Carpet Accessories, mengatakan bahwa tebal tipis karpet itu ada karena proses pembuatannya. Ia menyebutkan ada beberapa teknik pembuatan, antara lain loop, heat set, dan falt woofen. "Teknik-teknik ini menghasilkan karpet dengan berbagai kualitas dan ketebalan," katanya. Contoh, dengan teknik heat set, kita dapat menghasilkan karpet shaggy (berbulu gimbal) dan standar.

Dari sisi yang lain, menurut Prapanca Muchtar, desainer interior yang juga Direktur Q Space, ditinjau dari konstruksinya, karpet terbagi menjadi dua bagian, ada yang tufted (berumbai) dan dianyam. Umumnya orang menggunakan karpet dengan konstruksi berumbai karena karpet ini empuk ketika diinjak.

Soal material, ada lima jenis yang tersedia, yakni sutra, wol, nilon, polipropeline, dan kulit. Bahan sutra bisa dibilang paling mahal dari semua bahan pembentuk karpet lainnya. Itu karena sutra memiliki kelebihan dari segi bahannya, yakni halus dan warnanya kuat. Karena sangat mahal maka karpet jenis ini hanya digunakan pada ruang-ruang tertentu dan cuma menjadi aksen. Harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Material pembentuk yang tak kalah bagus adalah wol. Benang material ini kuat, warnanya cerah, dan ketahanan warnanya tinggi. Diinjak pun karpet jenis ini begitu nyaman. Namun, karpet jenis ini terbilang mahal.

Kelas di bawahnya adalah nilon. Karpet dengan bahan ini cukup baik jika ruang itu sering terkena kotoran. Umumnya, kotoran tidak dapat melekat pada bahan nilon sehingga, ketika dibersihkan dengan vacuum cleaner, kotoran akan mudah terisap atau terangkat. Kelebihan lain dari karpet ini, bulu-bulunya yang berdiri juga tidak mudah jatuh. Karpet pun selalu terasa empuk. Dengan bahan nilon, warna karpet akan terlihat cerah maka sering digunakan pada area publik di rumah.

Jika ingin karpet dengan harga yang lebih terjangkau, tak salah jika pilihan Anda pada karpet dengan bahan polipropeline. "Harga karpet dengan bahan ini bisa setengahnya dari harga karpet berbahan nilon," ungkap Prapanca. Walau tak mahal, karpet ini terbilang cukup kuat. Kelemahannya, benang pembentuk karpet mudah jatuh dan warnanya gampang memudar. Karpet pun cepat "menangkap" debu.

Karpet jenis lainnya adalah dari bahan kulit. Kelembutan kulit dan eksklusivitas materialnya membuat karpet jenis ini terbilang mahal, apalagi sekarang ada tren karpet dengan banyak bulu. Namun, karpet jenis ini mudah terkena debu dan cukup sulit untuk mengangkat debu tersebut. Untuk itu, karpet jenis ini sebaiknya ditempatkan di area semipublik dan area privat.*

Jones/Tatang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com