Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duh, Arsitek Lokal Tak Laku di Negeri Sendiri

Kompas.com - 16/06/2012, 14:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengembang-pengembang besar di Indonesia, terutama Jakarta, seringkali lebih memilih jasa arsitek asing ketimbang lokal dalam mendesain proyek properti mereka. Padahal, arsitek dari Indonesia telah mampu membuktikan diri di kancah internasional.

"Ini menjadi sebuah cerminan ketidakpercayaan para pengembang terhadap arsitek lokal. Tetapi, tidak bisa disangkal pula karena tuntutan investor, maka mereka menggunakan arsitek asing. Kami tidak menuntut, tapi memang perlu waktu untuk membuktikannya,” kata Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jakarta Her Pramtama ketika dihubungi Kompas.com di Jakarta, Jumat (15/6/2012) petang.

Pramtama mengatakan, kebutuhan dana dari investor luar negeri membuat pengembang menggunakan tenaga perencana, pelaksana, serta perawatan dari luar negeri. Namun, kondisi ini harusnya bisa disikapi secara bijak oleh pemerintah. Menurutnya, pemerintah perlu membuat aturan serta kebijakan terkait peran arsitek lokal.

"Di Singapura dan Malaysia, pemerintahnya membuat aturan yang melibatkan arsitek lokal dalam pembangunan properti. Ketika arsitek asing masuk, mereka diharuskan bermitra dengan arsitek lokal sehingga membuat arsitek belajar serta menunjukkan kemampuannya. Pemerintah harusnya membuat regulasi tepat untuk ini, jangan sampai arsitek Indonesia jadi penonton di rumahnya sendiri," ujarnya.

Pramtama menilai arsitek Indonesia maju dalam bidang seni dan kreativitas. Tanpa bermaksud menyombongkan diri, hal tersebut sudah pernah dibuktikan lewat karya-karya arsitektur yang telah terbangun. Pada era Presiden Sukarno, misalnya, telah bermunculan karya mercusuar di Kota Jakarta. Sebut saja Gedung DPR/MPR di Senayan, Stadion Gelora Bung Karno, Masjid Istiqlal, serta Wisma Nusantara.

"Bahkan Wisma Nusantara pada waktu itu menjadi gedung tertinggi pertama dan sempat menjadi pilot project di Jepang. Saat itu bahkan ajang penghargaan belum ada, namun karya-karya arsitektur ini layak diapresiasi sampai sekarang," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com