DEPOK, KompasProperti - Harga lahan yang melambung di kota-kota besar memaksa pembangunan hunian dilakukan secara vertikal.
Secara ekonomi, hunian vertikal memang lebih efisien mengingat dalam satu lahan bisa dibangun lebih banyak unit daripada rumah tapak.
Mahalnya harga lahan ini tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga mulai menyebar ke kota penyangganya seperti Depok.
"Kita enggak bisa pungkiri (pilihan) orang terbelah antara yang cari landed dan apartemen," ujar General Manager Marketing Grand Depok City Tony Hartono kepada KompasProperti, Minggu (7/5/2017).
Meski demikian, Tony mengatakan, dari segi kebutuhan, rumah masih lebih sering dicari ketimbang hunian vertikal dalam hal ini apartemen.
Di Depok, satu unit apartemen luas maksimalnya hanya 30-38 meter persegi. Kalau rumah tapak, lahan yang didapatkan bisa 120 meter persegi.
Baca: Sekali Lagi, Ini Syarat mendapatkan Rumah DP 1 Persen
Dari segi harga, Tony mengklaim antara apartemen dan rumah juga berbeda jauh.
"Jika apartemen per meter persegi rata-rata Rp 15 juta, kita masih Rp 5 juta," sebut Tony.
Ia menambahkan, keunggulan memiliki rumah juga karena bisa dikembangkan kembali. Sedangkan apartemen mungkin hanya cukup untuk pasangan suami-istri.
Namun ketika sudah memiliki anak, apartemen akan terasa sempit. Belum lagi, jika ada saudara atau kerabat yang ingin bertandang.
"Selain itu, apartemen juga ada biaya maintenance. Makanya, segmennya 60 persen masih pilih landed," tutur Tony.
Apartemen
Namun, berhubung lahan di Depok sudah sangat terbatas, banyak pengembang yang kemudian membangun apartemen.
Terlebih, Depok memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang mengharuskan luas tanah untuk rumah minimal 120 meter persegi.