JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek atau Jalan Tol Jakarta-Cikampek 2 (Elevated) akan dimulai pada 2017 mendatang.
Hal yang kemudian menjadi tantangan adalah selain karena dibangun di tengah Jalan Tol Jakarta-Cikampek eksisting, juga karena bersamaan dengan pembangunan Kereta Ringan atau Light Rail Transit (LRT) dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung di kanan dan kiri jalan tol tersebut.
Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sadar betul konsekuensi dari pembangunan bersamaan itu.
Maka dari itu, BPJT akan berusaha semaksimal mungkin agar Jalan Tol Layang Jakarta Cikampek ini tidak berbenturan dengan dua proyek lainnya agar tidak menghambat laju kendaraan di jalan tol yang beroperasi saat ini.
"Artinya yang bisa kami lakukan itu masing-masing pihak harus mengatur dirinya sehingga mengurangi dampaknya, seperti misalnya yang dibangun LRT itu kami harus yakin bahwa itu harus diamankan," kata Kepala BPJT Herry Trisaputra Zuna, dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (16/12/2016).
BPJT, lanjut Herry telah melakukan koordinasi dengan PT Jasa Marga (persero) Tbk selaku pengelola jalan Tol Jakarta-Cikampek agar memperhatikan proses pekerjaan proyek pengurai macet tersebut.
"Kami sudah minta Jasa Marga membentuk konsultan yang mengintegrasikan semua proses pembangunan. Nantinya konsultan diberikan kewenangan memberhentikan, menyesuaikan, dan mengoreksi metode pelaksanaan dan lain-lain agar semuanya tidak terganggu sehingga terjadi bottleneck (hambatan) di sana," tambah dia.
Dengan ini, diharapkan seluruh proyek yang tengah dikerjakan bisa rampung tepat waktu sesuai yang direncanakan sekitar tahun 2019.
Berkenaan dengan itu, diperlukan pemilihan metode yang tepat saat proses pembangunan agar gangguan terhadap pengguna jalan bisa diminimalisir.
Salah satu metode yang bisa digunakan untuk membuat pembangunan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek lebih cepat dan minim gangguan adalah teknologi konstruksi Sosro Bahu.
Teknologi ini telah digunakan pada proyek jalan tol layang Metro Manila atau Metro Manila Skyway di Filipina.
"Dengan teknologi ini kami bisa membangun jalan tol dengan minim gangguan, sehingga lalulintas di bawahnya bisa tetap berjalan di tengah pembangunan," ucap Direktur Teknik Citra Metro Manila Tollways Corporation (CMMTC) Dodik Marseno.
Teknologi sosro bahu yang dimaksud adalah engsel putar yang dipasang antara ujung tiang pancang dengan kepala tiang atau biasa disebut pier head.
Dengan teknologi ini, proses pengecoran kepala tiang penyangga jalan tol bisa dilakukan sejajar dengan arah jalan sehingga bisa mengurangi penggunaan ruang jalan saat pengecoran.
Metode ini sebenarnya pernah digunakan di Indonesia. Terlebih teknologi ini pertama kali diciptakan oleh orang Indonesia.
"Penciptanya adalah Insinyur Tjokorda Raka Sukawati. Di Indonesia, teknologi ini pernah diterapkan saat pembangunan jalan tol Wiyoto-Wiyono tahun 1988," kata Praktisi Konstruksi Basuki Winanto.
Metode ini diharapkan bisa juga diterapkan di Indonesia, khususnya pada proyek jalan tol Jakarta-Cikampek II (Elevated) yang segera dibangun.
Selain itu, bukan hanya untuk menanggulangi kemacetan selama proses pembangunan, tetapi juga memanfaatkan kembali karya anak bangsa yang saat ini sudah banyak digunakan negara lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.