Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Aceh, Saatnya Mempertimbangkan Konstruksi Tahan Gempa

Kompas.com - 12/12/2016, 13:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat dan pemerintah perlu belajar banyak dari musibah gempa 6,5 SR yang melanda Kabupaten Pidie Jaya, Nanggroe Aceh Darussalam. Pelajaran berharga itu bukan hanya dari sisi penanganan bencana, tapi juga upaya pencegahan agar tidak banyak bertambah korban di kemudian hari.

Upaya tersebut salah satunya pertimbangan pemanfaatan konstruksi bangunan tahan gempa. Hal itu berangkat dari kesadaran bahwa Indonesia adalah negara rawan gempa sehingga mutlak infrastruktur yang dibutuhkan adalah infrastruktur tahan gempa.

"Penggunaan konstruksi tahan gempa sudah wajib dan harus memenuhi kaidah engineering, serta perlu dipertimbangkan adanya regulasi pemerintah,” kata pakar gempa bumi ITB, Prof Masyhur Irsyam, dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/12/2016).

Ihwal kondisi Indonesia yang rawan gempa, lanjut Masyhur, bisa diketahui dari peta gempa  terbaru yang dibuat Tim Pemutakhiran Peta Bahaya Gempa Bumi Indonesia 2016 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Menurut Masyhur, yang juga ketua tim, hingga saat ini masih banyak sumber gempa belum diketahui.

Dia menambahkan, gempa bumi tidak bisa dihindari dan diprediksi, termasuk waktu, lokasi, dan besarannya. Untuk itulah, mitigasi merupakan hal yang wajib dilakukan, termasuk membuat infrastruktur tahan gempa. Misalnya, membangun rumah kayu atau mempergunakan teknologi konstruksi sarang laba-laba yang dikenal sebagai konstruksi pondasi ramah gempa.

"Itu (konstruksi sarang laba-laba) salah satunya. Selama pondasi dipersiapkan menerima gaya gempa, tentu oke," ujarnya.

Kris Suyanto, Direktur Utama PT Katama Suryabumi, yang merupakan pemegang hak paten konstruksi sarang laba-laba, mengatakan bahwa teknologi pondasi ramah gempa konstruksi sarang laba-laba (untuk bangunan) dan jaring laba-laba (untuk jalan dan landasan pesawat) bisa menjadi alternatif solusi menghadapi gempa dan tanah ekstrim, seperti kembang susut, lunak, atau gambut.

Konstruksi tersebut pernah mendapat pengakuan rekor MURI dan beberapa penghargaan serta Upakarti sebagai sistem pondasi yang terbukti telah menyelamatkan bangunan-bangunan yang didukungnya, pada gempa berkekuatan 9,3 SR dengan ratio keberhasilan hampir 100 persen.

Kekuatan konstruksi tersebut, lanjut Kris, bisa dilihat ketika gempa bumi hebat terjadi di Aceh pada 2004, di Padang pada 2007 dan 2009, serta gempa lain. Di pusat gempa di Pulau Simeuleu, misalnya, ketika semua gedung hancur, ada sekitar 15 bangunan gedung bertingkat yang masih berdiri kokoh karena dibangun dengan konstruksi sarang laba-laba.

“Bupatinya mengeluarkan kebijakan agar bangunan-bangunan aman dari risiko gempa. Karena memang dia belajar dari keberhasilan teknologi pondasi ramah gempa konstruksi sarang laba-laba di berbagai tempat," kata Kris.

Di Banda Aceh juga cukup banyak yang menggunakan konstruksi tersebut. Sebut saja gedung SMK 3, Kejaksaan Negeri, PT Taspen, Dinas Perhubungan, dan lainnya. Gedung-gedung tersebut berdiri kokoh ketika gempa, padahal gedung-gedung sekitar rata dengan tanah.  Sementara di Padang, selain gedung Universitas Negeri Padang (UNP), Minang Plaza, Kantor DPRD. Dan di Papua, misalnya gedung Plaza Hadi, Swiss Bell Hotel, Bank BPD Papua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com