KUPANG, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estat Indonesia (REI), Nusa Tenggara Timur (NTT) Bobby Pitoby meminta pemerintah daerah agar segera mengevaluasi kembali pajak Biaya Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) khusus rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Menurut Pitoby, pajak BPHTB rumah bagi MBR lebih mahal dari pada uang muka untuk kredit rumah.
Sebagai ilustrasi, harga rumah MBR di NTT Rp 135,5 juta. Untuk masyarakat yang mau kredit, uang mukanya yakni satu persen atau sekitar Rp 1,3 juta.
Namun pajak BPHTB-nya sebesar lima persen, atau sekitar Rp 3,6 juta. Belum lagi ditambah dengan sejumlah biaya lainnya yang jika digabung bisa mencapai Rp 10 juta.
"Ini tentu saja sangat membebani masyarakat,” ujar Pitoby kepada Kompas.com di ruang kerjanya, Sabtu petang (5/11/2016).
Pitoby menjelaskan, sesuai dengan Kebijakan Ekonomi XIII dan juga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2016, Pajak Penghasilan (PPh) sudah diturunkan bagi pengembang (penjual rumah), yang dibayarkan pada saat terjadi transasksi jual beli rumah.
Karena itu, BPHTB bagi rumah MBR semestinya juga diturunkan agar tidak membebani masyarakat.
“Kita ini sebenarnya sudah diringankan dari PPh yang seharusnya kita bayar 5 persen, tapi sekarang kita cuma bayar 2,5 persen. Penjualan rumah bisa meningkat,” kata Pitoby.
Sejatinya Presiden Joko Widodo, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah mengimbau kepada pemerintah daerah (pemda) untuk segera menurunkan pajak BPHTB, namun hingga saat ini himbauan itu belum dilaksanakan.
Sayangnya, segala deregulasi perpajakan dan himbauan pemerintah pusat terganjal otonomi daerah. Dengan berlakunya otonomi daerah ini, praktis, pemerintah pusat tidak bisa melakukan intervensi.
Oleh karena itu, Pitoby mengharapkan pemda bisa segera menghapus pajak BPHTB atau pun menurunkannya dari 5 persen menjadi 2,5 persen.
Menurut Pitoby, Pemda NTT saat ini masih berpatokan pada Undang Undang Nomor 9 Tahun 2009 tetang BPHTB.
UU tersebut mencantumkan harga jual rumah dikurangi dengan Nilai Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NOTKP) sebesar Rp 60 juta.
Pada tahun 2009, harga jual rumah MBR masih berkisar Rp 55 juta sehingga saat itu masyarakat tidak membayar BPHTB.
Namun sekarang harga rumah telah mencapai Rp 135,5 juta sehingga konsekuensinya masyarakat harus membayar BPHTP.
Adapun cara menghitung BPHTB adalah harga jual rumah dikurangi Rp 60 juta sebagai NOPTKP. Contohnya, harga rumah Rp 135,5 juta, dikurangi Rp 60 juta hasilnya Rp 90 juta dan dikalikan 5 persen, sehingga masyarakat harus menyetor Rp 4,5 juta.
Ditambah satu persen sebagai uang muka, akan dihasilkan angka pajak yang harus dibayarkan ke Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) NTT.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.