Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PP Rusun Belum Juga Terbit, Pemerintah Dinilai Lambat

Kompas.com - 13/09/2016, 16:11 WIB
M Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Isu pengelolaan rumah susun masih cukup krusial. Pada beberapa kasus, persoalan yang sebenarnya hanya perbedaan pendapat internal dan dapat diselesaikan dengan baik, tetapi ditarik masuk ke dalam ranah politik yang bahkan melibatkan anggota dewan. Persoalan hanya bertambah pelik tanpa ada penyelesaian.

Demikian dikatakan Ketua Umum Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (DPP P3RSI) Adjit Lauhatta terkait maraknya pembangunan dan beroperasinya apartemen (rumah susun) di beberapa kota besar Indonesia yang ternyata ternyata diikuti dengan peningkatan masalahnya, terutama dari sisi pengelolaan.

Adjit pun mengatakan bahwa penyebab utama timbulnya masalah-masalah itu disinyalir akibat adanya perbedaan kepentingan di antara pemangku kepentingan, khususnya mulai dari PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) rumah susun, kapan pembentukan PPPSRS Definitif, masa transisi pengelolaan oleh pelaku pembangunan, Hak Suara (NPP atau satu orang satu suara), dan sebagainya.

"Perbedaan kepentingan di antara pemangku kepentingan itu sulit diselesaikan atau dicarikan titik temunya, sebab regulasi yang ada seperti undang-undang, PP sampai peraturan pelaksana di bawahnya belum bisa menyelesaikan sengketa-sengketa pengelolaan rumah susun yang terjadi selama ini," kata Adjit, Selasa (13/9/2016). 

Regulasi yang ada, menurut dia, terutama Undang-undang Nomor 20 tahun 2011 tentang rumah susun, belum memadai, bahkan banyak hal yang belum diatur. Akibatnya, muncul multitafsir dan terus menjadi potensi konflik sehingga pemerintah perlu segera mengeluarkan peraturan pelaksana (Peraturan Pemerintah Tentang Rumah Susun) yang seharusnya sudah terbit 5 tahun lalu.

"Peraturan Pemerintah atau PP Rusun kan belum terbit, padahal PP ini sangat diharapkan dapat mengatur, khususnya masalah-masalah pengelolan rumah susun agar lebih jelas dan tegas, dan tidak multitafsir. Sebetulnya, di sinilah akar masalah mengapa persengketaan pengelolaan rumah susun selalu ada dan buntu," kata Adjit.

Praktisi hukum properti Erwin Kallo pun berpendapat serupa. Erwin mengatakan, lambatnya upaya pemerintah menertibkan PP Rusun menjadi sebab utama rumitnya penyelesaian konflik rumah susun di Indonesia. Selama ini regulasi yang ada ditafsirkan sesuai kepentingan masing-masing. 

"Selama ini masalah timbul, karena banyak aturan belum jelas. Banyak orang kekeuh menggunakan UU No. 20/2011, padahal PP-nya UU Rusun yang lama masih berlaku, sampai PP barunya terbit. Kacaunya, antara UU Rusun lama dan baru terdapat banyak perbedaan sehingga sampai kapan pun tidak akan ada titik temu atas konflik-konflik yang terjadi," ujar Erwin. 

Sebelum 2017

Pada Diskusi Nasional P3RSI bertajuk "Mencari Format Ideal Regulasi Rumah Susun di Indonesia" di Jakarta pekan lalu, Irma Yanti, Direktur Rumah Umum dan Komersial, Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan bahwa penyusunan regulasi tentang rumah susun bukan menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan juga harus melibatkan masyarakat, mulai pakar perumahan, akademisi, sampai pebisnis. 

Irma mengatakan, pemerintah daerah (pemda) juga harus terlibat secara aktif. Alasannya, pemda memiliki otonomi dan kewenangan untuk mengatur kepenghunian di rumah susun yang ada di daerahnya masing-masing.

Untuk itu, lanjut Irma, pemerintah menargetkan PP Rusun sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang No.20/2011 Tentang Rumah Susun terbit sebelum tahun ini berakhir. Menyinggung keterlambatan penerbitan PP Rusun, Irma beralasan, saat itu penyusunan RPP Rusun melibatkan banyak lembaga sehingga untuk mencari satu kesepakatan sangat sulit.

Sebelumnya, ketika belum bergabung dengan Kementerian PU, menurut Irma, penyelesaian PP Rusun merupakan tugas Kementerian Perumahan Rakyat sebagai koordinator. Tetapi, sejak bergabung, koordinator itu ada tiga Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan, Penyediaan Perumahan, dan Cipta karya. Selanjutnya, dalam perjalanannya muncul lagi kementerian dan lembaga lain, salah satunya agraria dan tata ruang).

"Kalau mau jujur, saya juga bingung dengan Undang-undang ini, makanya tahun ini saya melakukan pengkajian terhadap pasal-pasalnya untuk kita ajukan kepada menteri, bahwa UU ini bermasalah, dan harus ada di prolegnas (program legislasi nasional)," ujar Irma.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau