JAKARTA, KOMPAS.com — Selain berdampak pada status bangunan yang kadung berdiri, penghentian pembahasan Raperda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta serta Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (ZWP3K) juga diyakini memengaruhi pengembang yang memiliki proyek di sana.
Baca: Ini Dampaknya Jika Reklamasi Teluk Jakarta Dibatalkan
Agung Sedayu Group (ASG) melalui PT Kapuk Naga Indah merupakan salah satu pengembang yang terlibat dalam pembangunan 17 pulau buatan di Teluk Jakarta melalui anak perusahaannya yang bernama PT Kapuk Naga Indah.
Total luas pulau buatan yang akan mereka bangun adalah 1.331 hektar. Rinciannya, 79 hektar Pulau A, 380 hektar Pulau B, 276 hektar Pulau C, 312 hektar Pulau D, dan 284 hektar Pulau E.
Dua di antara lima pulau tersebut, yakni Pulau C dan D, sudah dalam tahap pembangunan atau konstruksi reklamasi dengan konsultan yang berasal dari Belanda.
Selain PT Kapuk Naga Indah, pengembang lain yang ikut ambil bagian dalam reklamasi Teluk Jakarta adalah PT Jakarta Propertindo, PT Muara Wisesa Samudera yang merupakan anak perusahaan PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN), PT Taman Harapan Indah, dan PT Jaladri Kartika Ekapaksi.
Kemudian, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Manggala Krida Yudha, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, PT Jakarta Propertindo, dan PT KEK Marunda.
"Pengembang yang beriktikad baik harus mendapatkan perlindungan hukum dan insentif ruang, sedangkan pengembang yang hanya sekadar mencari keuntungan semata dengan mengabaikan hak-hak masyarakat dan lingkungan harus ditindak sesuai hukum," kata pakar hukum reklamasi, Asep Warlan Yusuf, kepada Kompas.com, Selasa (12/4/2016).
Untuk itu, ke depannya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pemerintah pusat mesti mengedepankan prinsip-prinsip seperti economically viable, socially acceptable, dan environmentally sound.
"Sebisa mungkin pemerintah jangan mengabaikan prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan menimbulkan multiplier effect ekonomi yang menguntungkan bagi masyarakat DKI Jakarta, khususnya para nelayan," kata Asep.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.